Sunday, 15 February 2015

PEDOMAN PERKADERAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM BAB I



PEDOMAN PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
MUKADDIMAH

 

Asyahadu alla illa ha illallah

Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah

(Aku Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah)
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk mengatur ummat manusia kehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah, manusia dituntut mengejawantahkan nilai-nilai illahiyah dibumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya. Menauladani Tuhan dengan bingkai pangabdian kehadirat-Nya melahirkan konsekuensi untuk melakukan pembebasan (liberation) dari belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam konteks ini seluruh penindasan atas kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan. Inilah yang menjadi subtansi dari persaksian primordial manusia (Syahadatain). 
Dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, manusia harus tampil untuk melakukan perubahan sesuai dengan misi yang diemban oleh para Nabi, yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rahmat bagi seluruh alam menurut Islam adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal (universal brotherhood), egaliter, demokratis, berkeadilan sosial (social justice), dan berkeadaban (social civilization), serta istiqomah melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindas (mustadh’afin).
HMI sebagai organisasi kader juga diharapkan mampu menjadi alat perjuangan dalam mentransformsikan gagasan dan aksi terhadap rumusan cita yang ingin dibangun yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirindhoi Allah SWT.
Dalam Aktivitas keseharian, HMI sebagai organisasi kader platform yang jelas dalam menyusun agenda, perlu mendekatkan diri pada realitas masyarakat dan secara intrens berusaha membangun proses dialektika secara obyektif dalam pencapaian tujuannya. Daya sorot HMI terhadap persoalan, tergambar pada penyikapan kader yang memiliki keperpihakan terhadap kaum tertindas (mustadha’afin) serta memperjuangkan kepentingan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat untuk melawan kaum penindas (mustakbirin).
Agar dapat mewujudkan cita-cita diatas, maka seyogyanya perkaderan harus diarahkan pada proses rekayasa pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan yang berusaha melakukan transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (khaffah), sikap dan wawasan intelektual yang melahirkan kritisisme, serta orientasi pada kemampuan profesionalisme. Oleh karena itu untuk memberikan nilai tambah yang optimal bagi pengkaderan HMI, maka ada 3 (tiga) hal yang harus diberi perhatian serius, pertama, rekrutmen calon kader. Dalam hal ini HMI harus menentukan prioritas rekrutmen calon kader dari mahasiswa pilihan, yakni input kader yang memiliki integritas pribadi, bersedia melakukan peningkatan dan pengembangan yang terus menerus serta berkelanjutan, memiliki orientasi prestasi, dan memiliki potensi leadership, serta memiliki kemungkinan untuk aktif dalam organisasi. Kedua, proses perkaderan yang dilakukan sangat ditentukan oleh kualitas pengurus sebagai penanggung jawab perkaderan, pengelola latihan, pedoman perkaderan dan bahan yang dikomunikasikan serta fasilitas yang digunakan. Ketiga, iklim dan suasana yang dibangun harus kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kader, yakni iklim yang menghargai prestasi individu, mendorong gairah belajar dan bekerja keras, merangsang dialog dan interaksi individu secara demokratis dan terbuka untuk membangun sikap krirtis yang menumbuhkan sikap dan pandangan futuristik serta menciptakan media untuk merangsang tumbuhnya sensifitas dan kepedulian terhadap lingkungan sosial yang mengalami ketertindasan.
Untuk memberikan panduan (guidence) yang dilaksanakan dalam setiap proses perkaderan HMI, maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman perkaderan yang merupakan strategi besar (grand strategy) perjuangan HMI dalam menjawab tantangan organisasi yang sesuai dengan setting sosial dan budaya yang berlaku dalam konteks zamannya.
BAB I
POLA UMUM PERKADERAN HMI

I.  Landasan Perkaderan
Landasan perkaderan merupakan pijakan pokok atau pondasi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses perkaderan HMI. Untuk itu, dalam melaksanakan perkaderan HMI bertitik tolak pada 5 (lima) landasan, sebagai berikut :
1.        Landasan Teologis
Sesungguhnya ketauhidan manusia adalah fitrah (Q.S. Ar-Rum : 30) yang diawali dengan perjanjian primordial dalam bentuk pengakuan kepada Tuhan sebagai Zat pencipta (Q.S. Al-A’araf : 172). Bentuk pengakuan tersebut merupakan penggambaran ketaklukan manusia kepada zat yang lebih tinggi. Kesanggupannya menerima kontrak primordial tersebut mendapat konsekuensi logis dengan peniupan ruh Tuhan kedalam jasad manusia yang pada akhirnya harus dipertanggung jawabkan terhadap apa yang dilakukannya didunia kepada pemberi mandat kehidupan.
Peniupan ruh Tuhan sekaligus menggambarkan refleksi sifat‑sifat Tuhan kepada manusia. Maka seluruh potensi illahiyah secara ideal dimiliki oleh manusia. Prasyarat inilah yang memungkinkan manusia menjadi khalifah dimuka bumi. Seyogyanya tugas kekhalifahan manusia dibumi berarti menyebarkan nilai‑nilai illahiyah dan sekaligus meninterpretasikan realitas sesuai dengan persfektif illahiyah tersebut. Namun proses materialisasi manusia melalui jasad menimbulkan konsekuensi baru dalam wujud reduksi nilai‑nilai illahiyah. Manusia hidup dalam realitas fisik yang dalam konteks ini manusia hanya "mengada" (being). Hanya dengan "kesadaran" (consiousness) lah manusia menemukan realiatas "menjadi" (becoming)
Manusia yang "menjadi" adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek transenden sebagai realitas tertinggi dalam hal ini konsepsi syahadat akan ditafsirkan sebagai monoteisme radikal. Kalimat syahadat pertama berisi negasi yang seolah meniadakan semua yang berbentuk tuhan. Kalimat kedua lalu menjadi afirmasi sekaligus penegasan atas Zat yang maha tunggal (Allah). Menjiwai konsepsi diatas maka perjuangan kemanusiaan adalah melawan segala sesuatu yang membelenggu manusia dari yang di‑Tuhan‑kan. Itulah thogut dalam perspektif Qur'an.
Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka internalisasi sifat Allah dalam diri manusia harus menjadi sumber inspirasi. Dalam konteks ini tauhid menjadi aspek progresif dalam menyikapi persoalan‑persoalan mendasar manusia. Karena Tuhan adalah pemelihara kaum yang lemah (rabbulmustahd'afin); maka meneladani Tuhan juga berarti keberpihakan kepada kaum musthd'afin. Pemahaman ini akan mengarahkan pada pandangan bahwa ketauhidan adalah nilai‑nilai yang bersifat transformatif, nilai‑nilai yang membebaskan, nilai yang berpihak dan nilai‑nilai yang bersifat revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem perkaderan HMI.
2.       Landasan Ideologis
Islam sebagai landasan nilai yang secara sadar dipilih untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan serta masalah‑masalah yang terjadi dalam suatu komunitas/masyarakat (transformatif). Ia mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita‑citakan, yang untuk tujuan dan idealisme tersebut mereka rela berjuang dan berkorban bagi keyakinannya. Ideologi Islam senantiasa mengilhami dan memimpin serta mengorganisir perjuangan, perlawanan dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua status quo, belenggu dan penindasan terhadap ummat manusia
Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad telah memperkenalkan Ideologi dan mengubahnya menjadi keyakinan, serta memimpin rakyat kebanyakan dalam praktek‑praktek mereka melawan kaum penindas. Nabi Muhammad lahir dan muncul dari tengah‑tengah kebanyakan yang oleh Al‑Qur’an dijuluki sebagai “ummi”. Kata “ummi” (yang biasa diartikan buta huruf) menurut Syari’ati (dalam bukunya Ideologi kaum Intelektual) yang disifatkan pada nabi bearti bahwa ia dari kelas rakyat yang termasuk didalamnya adalah orang‑orang awam yang butu huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang‑orang miskin (mustadhafin) yang luar biasanya menderitanya, dan bukan berasal dari orang‑orang terpelajar, borjuis dan elite penguasa. Dari komunitas inilah Muhammad memulai dakwahnya untuk mewujudkan cita‑cita ideal Islam.
Cita‑cita ideal Islam adalah, adanya transformasi terhadap ajaran‑ajaran dasar Islam tentang persaudaraan universal (Universal Brotherhood), keseteraan (Equality) keadilan sosial (Social Justice), dan keadilan ekonomi (Economical Justice) sebuah cita‑cita yang memiliki aspek liberatif, sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya membutuhkan keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen, karena pada dasarnya sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap setia (Committed).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita‑cita, pertama, persaudaraan universal dan kesetaraan (equality), Islam telah menekankan kesatuan manusia (unity of mankind yang ditegaskan dalam Al‑Qur’an, “Hai manusia ! kami ciptakan kamu dari laki‑laki dan perempuan, Kami jadikan karnu berbangsa‑bangsa dan bersuku‑suku supaya kamu saling, mengenal Sungguh yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha Mengetahui. “ (QS Al‑Hujarat) : 13). Ayat ini secara jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya kesalehan, baik kesalehan ritual maupun kesalehan sosial, sebagaimana Al‑Qur’an menyatakan, “Hai orang‑orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan. Janganlah karena kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa dan takutlah kepada Allah…” (QS. Al‑Maidah : 8).
Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di semua aspek kehidupan.Dan keadilan tersebut tidak akan tercipta tanpa membebaskan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan kepada mereka (kaum mustadh’afin) untuk menjadi pemimpin. Menurut Al‑Qur’an mereka adalah pernimpin dan pewaris dunia.“Kami hendak memberikan karunia kepada orang‑orang tertindas dirnuka burni. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al‑Qashash: 5) “Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh baratnya yang kami berkati. “(QS. Al‑A’raf : 37).
Di tengah‑tengah suatu bangsa, ketika orang‑orang kaya hidup mewah di atas penderitaan orang miskin, ketika budak‑budak merintih dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak berdaya hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak pemilik kekayaan dan penguasa, mereka memasukkan orang‑orang kecil yang tidak berdosa ke penjara. Muhammad SAW menyampaikan pesan Rabbulliflustadha’afin : “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik laki‑laki, perempuan dan anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan pertolongan dari sisi Engkau.” (QS. An-Nisa : 75). Dalam ayat ini menurut Asghar Ali Engineer  (dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan) Al-Qur’an mengungkapkan teori “kekerasan yang membebaskan”, “Perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-Anfal : 39). Al-Qur’an dengan tegas mengutuk zulm (penindasan). Allah tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang yang tertindas. “Allah tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi orang yang teraniaya….” (QS. An-Nisa’ : 148).
Ketika, Al‑Qur’an sangat menekankan keadilan ekonomi. Keadilan ini seratus persen menentang penumpukan dan penimbunan harta kekayaan. Al‑Qur’an sejauh mungkin menganjurkan agar orang‑orang kaya hartanya untuk anak yatim, janda‑janda dan fakir miskin. “Adakah engkau ketahui orang yang mendustakan agarna? Mereka itu adalah orang yang menghardik anak yatim. Dan fidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang yang shalat, yang meraka itu lalai dari sholatnya, dan mereka itu riya, enggan memberikan zakatnya. “ (QS. AI‑Mauun : 1‑7).
Al‑Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu hanya berputar di antara orang‑orang kaya saja. “Apa‑apa (harla rampasan) yang diberikan Allah kepada Rasul‑Nya dari penduduk negeri (orang‑orang kafir), maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak‑anak yatim, orang‑orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu beredar antara orang‑orang kaya saja diantara kamu … “ (QS. Al Hasyr : 7). Al‑Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung‑hitung harta kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan kehidupan yang kekal. Orang yang suka menumpuk‑numpuk dan menghitung-hitung harta benar‑benar akan dilemparkan kedalam bencana yang mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala (QS. Al‑Humazah :1‑9). Kemudian juga pada Surat At‑Taubah:34 AI‑Qur’an memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun harta dan mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak membelanjakannya di jalan Allah.
Pada masa Rasulullah SAW. Banyak sekali orang yang terjerat dalam perangkap hutang karena praktek riba. AI‑Qur’an dengan tegas melarang riba dan memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan diperangi oleh Allah dan Rasul‑Nya (Iihat, QS. Al‑Baqarah: 275‑279 dan Ar‑Rum – 39). Demikianlah Allah dan Rasul‑Nya, telah mewajibkan untuk melakukan perjuangan membela kaum‑kaum yang tertindas, dan mereka (Allah dan Rasul‑Nya) telah memposisikan diri sebagai pembela mustadh’afin.
Dalam keseluruhan proses Aktivitas manusia di dunia ini, Islam selalu mendesak manusia untuk terus memperjuangkan harkat kemanusiaan, menghapuskan kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI‑Qur’an memberikan penegasan “Kamu adalah sebaik‑baik umat, yang dilahirkan bagi manusia, supaya kamu menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan melarang berbuat kejahatan (mungkar), serta beriman kepada Allah. (QS. Ali-Imran : 110). Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia bebas mengartikulasikan sesuai dengan konteks lingkungannya tidak terjebak pada hal‑hal yang bersifat mekanis dan dogmatis. Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada AI‑Qur’an dan As‑Sunnah berarti menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka menyelesaikan persoalan‑persoalan kehidupan yang serba konpleks sesuai dengan kemampuannya.
Demikianlah cita‑cita ideal Islam, yang senantiasa harus selalu diperjuangkan dan ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan seuatu tatanan masyrakat yang adil, demokratis, egaliter dan berperadaban Dalam memperjuangkan cita‑cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia (commited) terhadap ajaran Allah SWT, ikhlas, rela berkorban sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam setiasa pembebasan kaum tertindas (mustadh'afin). "Sesungguhnya sholat‑ku, perjuangan‑ku, hidup dan mati‑ku, semata‑mata hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada serikat bagi‑Nya dan aku diperintah untuk itu, serfa aku termasuk orang yang pertama berserah diri. " (QS. AI‑An'am : 162‑163).
3.       Landasan Konstitusi
Dalam rangka mewujudkan cita‑cita perjuangan HMI kemasa depan, HMI kemudian mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggung jawabnya bersama seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Dalam pasal 3 tentang azas ditegaskan bahwa organisasi in berazaskan Islam dan bersumber kepada AlQur'an dan Assunah. Penegasan pasal ini memberikan cerminan bahwa didalam dinamikanya, HMI senantiasa mengemban tugas dan tanggung jawab dengan semangat keislaman yang tidak mengesampingkan semangat kebangsaan. Dalam dinamika tersebut HMI sebagai organisasi kepemudaan menegaskan sifatnya sebagai organisasi mahasiswa yang independen (Pasal 6 AD HMI), berstatus sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki fungsi sebagai organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan (Pasal 9 AD HMI).
Dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya secara terus menerus yang berorientasi kemasa depan, HMI menetapkan tujuannya dalam pasal 4 AD HMI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas kader yang akan dibentuk ini kemudian dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, maka tugas pokok HMI adalah perkaderan (cadre forming) yang diarahkan pada perwujudan kualitas insan cita yakni dalam pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan kerja‑kerja kemanusiaan (amal saleh). Pembentukan kualitas dimaksud kemudian diaktualisasikan dalam tase‑fase perkaderan HMI, yakni fase rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar memiliki kualitas pribadi Muslim, kualitas intelektual serta mampu melaksanakan kerja‑kerja kemanusiaan secara profesional dalam segala segi kehidupan dan fase pengabdian kader, dimana sebagai out put pun kader HMI harus mampu berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara sebagai kader muslim  berjuang bersama-sama dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil, makmur yang diridhoi Allah SWT.
4.        Landasan Historis
Secara sosiologi dan historis, kelahiran HMI pada 5 Februari 1947 tidak terlepas dari permasalahan bangsa yang didalamnya mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Kenyataan itu merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan berdirinya, yaitu : pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan syiar agama Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab terhadap permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan manusia secara utuh.
Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan langkah perjuangan HMI kedepan yang terintegrasi dalam dua aspek ke-Islaman dan aspek ke-Indonesiaan. Aspek ke-islaman tercermin melalui komitmen HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban fungsi kekhalifahan manusia, sedangkan aspek keindonesiaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama seluruh rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI pelaksanaan komitmen ke-Islaman dan keindonesiaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa Indonesia kedepan.
Melihat komitmen HMI pada wawasan sosiologis dan historis berdirinya pada tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan kader HMI harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader yang sadar akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah dimuka bumi dan pada saat yang sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.
5.        Landasan Sosio-Kultural
Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur masyarakat di daerah senrtal ekonomi dan politik menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara dramatik telah berhasil menguasi hampir seluruh kepulauan nusantara, tentunya hal tersebut disebabkan oleh karena agama Islam memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal batas-batas sosio-kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang dan para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang cukup persuasif.
Masuknya Islam secara damai (penetration pacifique) tersebut berhasil mendamaikan kultur Islam dengan Kultur masyarakat nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat, ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur tradional, feodalisme, hinduisme dan budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada perkembangan selanjutnya Islam mengindonesiakan dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kultur Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin modern.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka kultur Islam telah menjadi realitas sekaligus memperoleh legitimasi sosial dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian wacana kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya Indonesia meniscayakan transformasi total nilai‑nilai universal Islam menuju cita‑cita mewujudkan peradaban Islam. Nilai‑nilai Islam itu semakin mendapat tantangan ketika deras arus globalisasi telah menyeret umat manusia pada perilaku pragmatisme, permisivisme dibidang ekonomi dan politik. Sisi negatif dari globalisasi ini disebabkan oleh percepatan perkembangan sains dan teknologi modern dan tidak diimbangi dengan nilai‑nilai etik dan moral.
Konsekuensi dari realitas di atas adalah semakin kaburnya batas‑batas bangsa, sehingga cenderung menghilangkan nilai‑nilai kultural yang menjadi suatu ciri khas dari suatu negara yang penuh dengan pluralisme budaya masyarakat. Disisi lain teknologi menghadirkan ketidakpastian psikologis umat manusia, sehingga menimbulkan kejenuhan manusia. Dari sini nilai‑nilai ideologi, moral dan agama yang tadinya kering kerontang kembali menempati posisi kunci dalam ide dan konsesi komunitas global. Dua sisi ambigu globalisasi ini adalah tampilan dari sebuah dunia yang penuh paradoks.
Berdasarkan pertimbanga-pertimbangan diatas, maka Himpunan Mahasiswa Islam sebagai bagian integral ummat Islam dan bangsa Indonesia (kader umat dan kader bangsa) sudah semestinya untuk menyiasiati perkembangan dan kecenderungan global tersebut dalam bingkai perkaderan HMI yang integralistik. Dalam hal ini untuk menyiasati perkembangan global tersebut harus berdasarkan kepada perkembangan komitmen pada nilai‑nilai antropologis, sosiologis ummat Islam dan bangsa Indonesia sebagai wujud dari pemahaman HMI akan nilai‑nilai kosmopolitanisme dan universalisme Islam.

II.  Pola Dasar Perkaderan
Dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi kader, HMI menggunakan pendekatan sistematik dalam keseluruhan proses perkaderannya. Semua bentuk Aktivitas/kegiatan perkaderan disusun dalam semangat integralistik untuk mengupayakan tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu sebagai upaya memberikan kejelasan dan ketegasan sistem perkaderan yang dimaksud harus dibuat pola dasar perkaderan HMI secara nasional. Pola dasar ini disusun dengan memperhatikan tujuan organisasi dan arah perkaderan yang telah ditetapkan. Selain itu juga dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organsiasi serta tantangan dan kesempatan yang berkembang dilingkungan eksternal organisasi.
Pola dasar ini membuat garis besar keseluruhan tahapan yang harus ditempuh oleh seorang kader dalam proses perkaderan HMI, yakni sejak rekrutmen kader, pembentukan kader dan gambaran jalur‑jalur pengabdian kader.
1. Pengertian Dasar
1.1. Kader
Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner's Dictionary) dikatakan bahwa "Cadre is a small group of People who are specially chosen and trained for a particular purpose, atau “cadre is a member of this kind of group; they were to become the cadres of the new community party". Jadi pengertian kader adalah "sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar". Hal ini dapat dijelaskan, pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan‑aturan permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi. Bagi HMI aturan‑aturan itu sendiri dari segi nilai adalah Nilai Dasar Perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai‑nilai ke‑Islam‑an yang membebaskan (Liberation force), dan memiliki kerberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas (mustadhafin). Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi adalah AD/ART HMI, pedoman perkaderan dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus penekanan kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang Kader memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya dan mampu melakukan "social engineering".
Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan sehingga meiniliki ciri kader sebagaimana dikemukakan di atas dan memiliki integritas kepribadian yang utuh : Beriman, Berilmu dan Beramal Shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.2. Perkaderan
Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan seorang anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader Muslim ‑Intelektual ‑ Profesional, yang memiliki kualitas insan cita.

2.  Rekruitmen Kader
Sebagai konsekuensi dari organisasi kader, maka aspek kualitas kader merupakan fokus perhatian dalam proses perkaderan HMI guna menjamin terbentuknya out put yang berkualitas sebagaimana yang disyaratkan dalam tujuan organisasi, maka selain kualitas proses perkaderan itu sendiri, kualitas input calon kader menjadi faktor penentu yang tidak kalah pentingnya.
Kenyataan ini mengharuskan adanya pola‑pola perencanaan dan pola rekrutmen yang lebih memperioritaskan kepada tersedinaya input calon kader yang berkualitas. Dengan demikian rekrutmen kader adalah merupakan upaya aktif dan terencana sebagai ikhtiar untuk mendapatkan input calon kader yang berkualitas bagi proses Perkaderan HMI dalam mencapai tujuan organisasi.
2.1. Kriteria Rekruitmen
Rekrutmen Kader yang lebih memperioritaskan pada pengadaan kader yang berkualitas tanpa mengabaikan aspek kuantitas, mengharuskan adanya kreteria rekrutmen. Kreteria Rekrutmen ini akan mencakup kreteria sumber‑sumber kader dan kreteria kualitas calon kader.
2.1.1. Kreteria Sumber‑sumber Kader
Sesuai dengan statusnya sebagai organisasi mahasiswa, maka yang menjadi sumber kader HMI adalah Perguruan Tinggi atau Institut lainnya yang sederajat seperti apa yang disyaratkan dalam AD/ART HMI. Guna mendapatkan input kader yang berkualitas maka pelaksanaan rekrutmen kader perlu diorientasikan pada Perguruan Tinggi atau Lembaga pendidikan sederajat yang berkualitas dengan memperhatikan kriteria‑kriteria yang berkembang di masing‑masing daerah.
2.1.2. Kreteria Kualitas calon Kader
Kualitas calon kader yang diperioritaskan ditentukan oleh kriteria‑kriteria tertentu dengan memperhatikan integritas pribadi dan calon kader, potensi dasar akademik, potensi berprestasi, potensi dasar kepemimpinan serta bersedia melakukan peningkatan kualitas individu secara terus-menerus.
2.2. Metode dan Pendekatan Rekruitmen
Metode dan pendekatan rekrutmen merupakan cara atau pola yang ditempuh untuk melakukan pendekatan kepada calon‑calon kader agar mereka mengenal dan tertarik menjadi kader HMI. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pendekatan rekrutmen dilakukan dua kelompok  sasaran.
2.2.1. Tingkat Pra Perguruan Tinggi
Pendekatan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan sedini mungkin keberadaan HMI ditengah‑tengah masyarakat khususnya masyarakat ilmiah ditingkat pra perguruan tinggi atau siswa-siswa sekolah menengah. Strategi pendekatan haruslah memperhatikan aspek psikologis sebagai remaja.
Tujuan pendekatan ini adalah agar terbentuknya opini awal yang positif dikalagan siswa-siswa sekolah menengah terhadap HMI. Untuk kemudian pada gilirannya terbentuk pula rasa simpati dan minat untuk mengetahuinya lebih jauh.
Pendekatan rekrutmen dapat dilakukan dengan pendekatan Aktivitas (activity approach) dimana siswa dilibatkan seluas‑luasnya pada sebuah Aktivitas. Bentuk pendekatan ini bisa dilakukan lewat fungsionalisasi lembaga‑lembaga pengembangan profesi HMI serta perangkat organisasi HMI lainnya secara efektif dan efisien, dapat juga dilakukan pendekatan perorangan ((personal approach).
2.2.2. Tingkat Perguruan Tinggi
Pendekatan rekrutmen ini dimaksudkan untuk membangun persepsi yang benar dan utuh dikalangan mahasiswa terhadap keberadaan organisasi HMI sebagai mitra Perguruan Tinggi didalam mencetak kader‑kader bangsa. Strategi pendekatan harus mampu menjawab kebutuhan nalar mahasiswa (student reasoning), minat mahasiswa (studen interst) dan kesejahteraan mahasiswa (student welfare).
Pendekatan di atas dapat dilakukan lewat Aktivitas dan pendekatan perorangan, dengan konsekuensi pendekatan fungsionalisasi masing‑masing aparat HMI yang berhubungan langsung dengan basis calon kader HMI. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara kegiatan yang berbentuk formal seperti masa perkenalan calon anggota (Maperca) dan pelatihan pengembangan profesi. Dalam kegiatan Maperca, materi yang dapat disajikan oleh adalah :
v  Selayang pandang tentang HMI
v  Pengantarwawasan ke‑Islam‑an
v  Pengantar wawasan organisasi
v  Wawasan perguruan tinggi
Metode dan pendekatan rekrutmen seperti tersebut di atas diharapkan akan mampu membangun rasa simpati dan hasrat untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan seluruh potensi dirinya lewat pelibatan diri pada proses perkaderan HMI secara terus menerus.

3.Pembentukan Kader
Pembentukan kader merupakan sekumpulan Aktivitas perkaderan yang integrasi dalam upaya mencapai tujuan HMI
3.1. Latihan Kader.
Latihan kader merupakan perkaderan HMI yang dilakukan secara sadar, terencana, sitematis dan berkesinambungan serta memiliki pedoman dan aturan yang baku secara rasional dalam rangka mencapai tujuan HMI. Latihan ini berfungsi memberikan kemampuan tertentu kepada para pesertanya sesuai dengan tujuan dan target pada masing‑masing jenjang latihan. Latihan kader merupakan media perkaderan formal HMI yang dilaksanakan secara berjenjang serta menuntut persyaratan tertentu dari pesertanya, pada masing-masing jenjang latihan ini menitikberatkan pada pembentukan watak dan Karakter kader HMI melalui transfer nilai, wawasan dan keterampilan serta pemberian rangsangan dan motivasi untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Latihan kader terdiri dan 3 (tiga) jenjang, yaitu:
a. Basic Training (Latihan Kader I)
b. Intermediate Training (Latihan Kader II )
c. Advance Training (Latihan Kader III )
                            

3.2. Pengembangan
Pengembangan merupakan kelanjutan atau kelangkapan latihan dalam keseluruhan proses perkaderan HMI. Hal ini merupakan penjabaran dari pasal 5 Anggaran Dasar HMI.
3.2.1. Up Grading
Up Grading dimaksudkan sebagai media perkaderan HMI yang menitikberatkan pada pengembangan nalar, minat dan kemampuan peserta pada bidang tertentu yang bersifat praktis, sebagai kelanjutan dari perkaderan yang dikembangkan melalui latihan kader.
3.2.2. Pelatihan
Pelatihan adalah training jangka pendek yang bertujuan membentuk dan mengembangkan profesionalisme kader sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya masing‑masing.
3.2.3. Aktivitas
3.2.3.1. Aktivitas Organisasional
Aktivitas organisasional merupakan suatu Aktivitas yang bersifat organisasi yang dilakukan oleh kader dalam lingkup tugas organisasi.
a.        Intern organisasi yaitu segala Aktivitas organisasi yang dilakukam oleh kader dalam Iingkup tuas HMI.
b.     Ekstern organisasi yaitu segala Aktivitas organisasi yang dilakukan oleh kader dalam lingkup tugas organisasi diluar HMI
3.2.3.2. Aktivitas Kelompok
Aktivitas kelompok merupakan Aktivitas yang dilakukan oleh kader dalam suatu kelompok yang tidak rnemiliki hubungan struktural dengan organisasi formal tertentu.
a.      Intern organisasi
Yaitu segala Aktivitas kelompok yang diklakukan oleh kader HMI dalam lingkup organisasi HMI yang tidak memiliki hubungan struktur (bersifat informal).
b.     Ekstern organisasi
Yaitu segala Aktivitas kelompok yang dilakukan oleh kader diluar lingkup organisasi dan tidak memiliki hubungan dengan organisasi formal manapun.
3.2.3.3. Aktivitas Perorangan
Aktivitas perorangan merupakan Aktivitas yang dilakukan oleh kader secara perorangan.
a.  Intern Organisasi.
Yaitu segala Aktivitas yang dilakukam oleh kader secara perorangan untuk menyahuti tugas dan kegiatan organisasi HMI.
b.  Ekstern Organisasi.
Yaitu segala aktititas yang dilakukan oleh kader secara perorangan diluar tuntutan tugas dan kegiatan organisasi HMI.
3.3. Pengabdian Kader.
Dalam rangka meningkatkan upaya mewujudkan masyarakat cita HMI yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, maka diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas pengabdian kader. Pengabdian Kader ini merupakan penjabaran dari peranan HMI sebagai organisasi perjuangan. Dan oleh karena itu seluruh bentuk‑bentuk pembangunan yang dilakukan merupakan jalur pengabdian kader HMI, maka jalur pengabdiannya adalah sebagai berikut :
a.        Jalur akademis (pendidikan,  penelitian dan pengembangan).
b.        Jalur dunia profesi (Dokter, konsultan, pangacara, manager, jurnalis dan lain‑lain).
c.         Jalur Birokrasi dan Pemerintahan.
d.        Jalur dunia usaha (koperasi, BUMN dan swasta)
e.         Jalur sosial politik
f.         Jalur TNI/Kepolisan
g.         Jalur Sosial Kemasyarakatan
h.        Jalur LSM/LPSM
i.          Jalur Kepemudaan
j.          Jalur Olah raga dan Seni Budaya
k.        Jalur‑jalur lain yang masih terbuka yang dapat dimasuki oleh kader‑kader HMI.

4.  Arah Perkaderan
Arah dalam pengeifian umum adalah petunjuk yang membimbing jalan dalam bentuk bergerak menuju kesuatu tujuan. Arah juga dapat diartikan. sebagai pedoman yang dapat dijadikan patokan dalam melakukan usaha yang sistematis untuk mencapai tujuan.
Jadi, arah perkaderan adalah suatu pedoman yang dijadikan petunjuk untuk penuntun yang menggambarkan arah yang harus dituju dalam keseluruhan proses perkaderan HMI. Arah perkaderan sangat kaitannya dengan tujuan perkaderan, dan tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak dicapai HMI merupakan garis arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan usaha‑usaha HMI. Oleh karena itu, tujuan HMI merupakan titik sentral dan garis arah setiap kegiatan perkaderan, maka ia merupakan ukuran atau norma dari semua kegiatan HMI.
Bagi anggota HMI merupakan titik pertemuan persamaan kepentingan yang paling pokok dari seluruh anggota, sehingga tujuan organisasi adalah juga merupakan tujuan setiap anggota organisasi. Oleh karenanya peranan anggota dalam pencapaian tujuan organisasi adalah sangat besar dan menentukan.
4.1.  Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan perkaderan adalah usaha yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui suatu proses sadar dan sistematis sebagai alat transformasi nilai ke‑lslaman dalam proses rekayasa peradaban melalui pembentukan kader berkualitas muslim‑intelektual‑profesional sehingga berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan pedoman perkaderan HMI.
4.2. Target.
Terciptanya kader muslim‑intelektual‑profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

 

Ill.   Wujud Profil Kader HMI di Masa Depan


Bertolak dari landasan‑landasan, pola dasar dan arah perkaderan HMI, maka Aktivitas perkaderan HMI diarahkan dalam rangka membentuk kader HMI, muslim‑intelektual‑profesional yang dalam aktualisasi peranannya berusaha mentransformasikan nilai‑nilai ke‑Islaman yang memiliki kekuatan pembebasan (liberation force).
Aspek‑aspek yang ditekankan dalam usaha pelaksanaan kaderisasi tersebut ditujukan pada:
1.        Pembentukan integritas watak dan kepribadian
Yakni kepribadian yang terbentuk sebagai pribadi muslim yang menyadari tanggung jawab kekhalifahannya dimuka bumi, sehingga citra akhlakul karimah senantiasa tercermin dalam pola pikir, sikap dan perbuatannya.
2.        Pengembangan kualitas intelektual
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah pada penguasaan dan pengembangan ilmu (sain) pengetahuan (knowledge) yang senantiasa dilandasi oleh nilai‑nilai Islam.
3.  Pengembangan kemampuan Profesional
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan mentransdformasikan ilmu pengatahuan ke dalam perbuatan nyata sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya secara konsepsional, sistematis dan praksis untuk mencapai prestasi kerja yang maksirnal sebagai perwujudan amal shaleh.
Usaha mewujudkan ketiga aspek harus terintegrasi secara utuh sehingga kader HMI benar‑benar lahir menjadi pribadi dan kader Muslim‑ Intelektual‑Profesional, yang mampu menjawab tuntutan perwujudan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

No comments: