
PEDOMAN PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
MUKADDIMAH
Asyahadu alla illa ha illallah
Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah
(Aku Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
dan Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah)
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam
sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk mengatur ummat manusia kehidupan
sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah, manusia
dituntut mengejawantahkan nilai-nilai illahiyah dibumi dengan kewajiban
mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya. Menauladani Tuhan dengan bingkai
pangabdian kehadirat-Nya melahirkan konsekuensi untuk melakukan pembebasan (liberation)
dari belenggu-belenggu selain Tuhan. Dalam konteks ini seluruh penindasan atas
kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan. Inilah yang menjadi
subtansi dari persaksian primordial manusia (Syahadatain).
Dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya,
manusia harus tampil untuk melakukan perubahan sesuai dengan misi yang diemban
oleh para Nabi, yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rahmat
bagi seluruh alam menurut Islam adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung
tinggi semangat persaudaraan universal (universal brotherhood),
egaliter, demokratis, berkeadilan sosial (social justice), dan
berkeadaban (social civilization), serta istiqomah melakukan perjuangan
untuk membebaskan kaum tertindas (mustadh’afin).
HMI sebagai organisasi kader juga diharapkan
mampu menjadi alat perjuangan dalam mentransformsikan gagasan dan aksi terhadap
rumusan cita yang ingin dibangun yakni terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang dirindhoi Allah SWT.
Dalam Aktivitas keseharian, HMI sebagai
organisasi kader platform yang jelas dalam menyusun agenda, perlu
mendekatkan diri pada realitas masyarakat dan secara intrens berusaha membangun
proses dialektika secara obyektif dalam pencapaian tujuannya. Daya sorot HMI
terhadap persoalan, tergambar pada penyikapan kader yang memiliki keperpihakan
terhadap kaum tertindas (mustadha’afin) serta memperjuangkan kepentingan
kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat untuk melawan
kaum penindas (mustakbirin).
Agar dapat mewujudkan cita-cita diatas, maka
seyogyanya perkaderan harus diarahkan pada proses rekayasa pembentukan kader
yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan yang berusaha melakukan
transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (khaffah), sikap
dan wawasan intelektual yang melahirkan kritisisme, serta orientasi pada
kemampuan profesionalisme. Oleh karena itu untuk memberikan nilai tambah yang
optimal bagi pengkaderan HMI, maka ada 3 (tiga) hal yang harus diberi perhatian
serius, pertama, rekrutmen calon kader. Dalam hal ini HMI harus
menentukan prioritas rekrutmen calon kader dari mahasiswa pilihan, yakni input
kader yang memiliki integritas pribadi, bersedia melakukan peningkatan dan
pengembangan yang terus menerus serta berkelanjutan, memiliki orientasi
prestasi, dan memiliki potensi leadership, serta memiliki kemungkinan
untuk aktif dalam organisasi. Kedua, proses perkaderan yang dilakukan
sangat ditentukan oleh kualitas pengurus sebagai penanggung jawab perkaderan,
pengelola latihan, pedoman perkaderan dan bahan yang dikomunikasikan serta
fasilitas yang digunakan. Ketiga, iklim dan suasana yang dibangun
harus kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas kader, yakni iklim
yang menghargai prestasi individu, mendorong gairah belajar dan bekerja keras,
merangsang dialog dan interaksi individu secara demokratis dan terbuka untuk
membangun sikap krirtis yang menumbuhkan sikap dan pandangan futuristik serta
menciptakan media untuk merangsang tumbuhnya sensifitas dan kepedulian terhadap
lingkungan sosial yang mengalami ketertindasan.
Untuk memberikan panduan (guidence) yang
dilaksanakan dalam setiap proses perkaderan HMI, maka dipandang perlu untuk
menyusun pedoman perkaderan yang merupakan strategi besar (grand strategy)
perjuangan HMI dalam menjawab tantangan organisasi yang sesuai dengan setting
sosial dan budaya yang berlaku dalam konteks zamannya.
BAB I
POLA UMUM PERKADERAN HMI
I. Landasan Perkaderan
Landasan perkaderan merupakan pijakan pokok atau
pondasi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses
perkaderan HMI. Untuk itu, dalam melaksanakan perkaderan HMI bertitik tolak
pada 5 (lima) landasan, sebagai berikut :
1.
Landasan Teologis
Sesungguhnya ketauhidan manusia adalah fitrah
(Q.S. Ar-Rum : 30) yang diawali dengan perjanjian primordial dalam bentuk
pengakuan kepada Tuhan sebagai Zat pencipta (Q.S. Al-A’araf : 172). Bentuk
pengakuan tersebut merupakan penggambaran ketaklukan manusia kepada zat yang
lebih tinggi. Kesanggupannya menerima kontrak primordial tersebut mendapat
konsekuensi logis dengan peniupan ruh Tuhan kedalam jasad manusia yang pada
akhirnya harus dipertanggung jawabkan terhadap apa yang dilakukannya didunia
kepada pemberi mandat kehidupan.
Peniupan ruh Tuhan sekaligus menggambarkan
refleksi sifat‑sifat Tuhan kepada manusia. Maka seluruh potensi illahiyah
secara ideal dimiliki oleh manusia. Prasyarat inilah yang memungkinkan manusia
menjadi khalifah dimuka bumi. Seyogyanya tugas kekhalifahan manusia dibumi
berarti menyebarkan nilai‑nilai illahiyah dan sekaligus meninterpretasikan
realitas sesuai dengan persfektif illahiyah tersebut. Namun proses
materialisasi manusia melalui jasad menimbulkan konsekuensi baru dalam wujud
reduksi nilai‑nilai illahiyah. Manusia hidup dalam realitas fisik yang dalam
konteks ini manusia hanya "mengada" (being). Hanya dengan
"kesadaran" (consiousness) lah manusia menemukan
realiatas "menjadi" (becoming)
Manusia
yang "menjadi" adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek
transenden sebagai realitas tertinggi dalam hal ini konsepsi syahadat akan
ditafsirkan sebagai monoteisme radikal. Kalimat syahadat pertama berisi negasi
yang seolah meniadakan semua yang berbentuk tuhan. Kalimat kedua lalu menjadi
afirmasi sekaligus penegasan atas Zat yang maha tunggal (Allah). Menjiwai
konsepsi diatas maka perjuangan kemanusiaan adalah melawan segala sesuatu yang
membelenggu manusia dari yang di‑Tuhan‑kan. Itulah thogut dalam
perspektif Qur'an.
Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka
internalisasi sifat Allah dalam diri manusia harus menjadi sumber inspirasi.
Dalam konteks ini tauhid menjadi aspek progresif dalam menyikapi
persoalan‑persoalan mendasar manusia. Karena Tuhan adalah pemelihara kaum yang
lemah (rabbulmustahd'afin); maka meneladani Tuhan juga berarti
keberpihakan kepada kaum musthd'afin. Pemahaman ini akan mengarahkan
pada pandangan bahwa ketauhidan adalah nilai‑nilai yang bersifat transformatif,
nilai‑nilai yang membebaskan, nilai yang berpihak dan nilai‑nilai yang bersifat
revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem
perkaderan HMI.
2.
Landasan Ideologis
Islam sebagai landasan nilai yang secara sadar
dipilih untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan serta masalah‑masalah yang terjadi
dalam suatu komunitas/masyarakat (transformatif). Ia mengarahkan manusia
untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita‑citakan, yang untuk tujuan dan
idealisme tersebut mereka rela berjuang dan berkorban bagi keyakinannya.
Ideologi Islam senantiasa mengilhami dan memimpin serta mengorganisir
perjuangan, perlawanan dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua status
quo, belenggu dan penindasan terhadap ummat manusia
Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad telah
memperkenalkan Ideologi dan mengubahnya menjadi keyakinan, serta memimpin
rakyat kebanyakan dalam praktek‑praktek mereka melawan kaum penindas. Nabi
Muhammad lahir dan muncul dari tengah‑tengah kebanyakan yang oleh Al‑Qur’an
dijuluki sebagai “ummi”. Kata “ummi” (yang biasa diartikan buta huruf) menurut
Syari’ati (dalam bukunya Ideologi kaum Intelektual) yang disifatkan pada
nabi bearti bahwa ia dari kelas rakyat yang termasuk didalamnya adalah
orang‑orang awam yang butu huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang‑orang
miskin (mustadhafin) yang luar biasanya menderitanya, dan bukan berasal
dari orang‑orang terpelajar, borjuis dan elite penguasa. Dari komunitas inilah
Muhammad memulai dakwahnya untuk mewujudkan cita‑cita ideal Islam.
Cita‑cita ideal Islam adalah, adanya
transformasi terhadap ajaran‑ajaran dasar Islam tentang persaudaraan universal (Universal
Brotherhood), keseteraan (Equality) keadilan sosial (Social
Justice), dan keadilan ekonomi (Economical Justice) sebuah cita‑cita
yang memiliki aspek liberatif, sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya
membutuhkan keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen, karena pada
dasarnya sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap setia (Committed).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita‑cita, pertama,
persaudaraan universal dan kesetaraan (equality), Islam telah
menekankan kesatuan manusia (unity of mankind yang ditegaskan dalam Al‑Qur’an,
“Hai manusia ! kami ciptakan kamu dari laki‑laki dan perempuan, Kami jadikan
karnu berbangsa‑bangsa dan bersuku‑suku supaya kamu saling, mengenal Sungguh
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling bertaqwa.
Sesungguhnya Allah maha Mengetahui. “ (QS Al‑Hujarat) : 13). Ayat ini
secara jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan,
kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan
pentingnya kesalehan, baik kesalehan ritual maupun kesalehan sosial,
sebagaimana Al‑Qur’an menyatakan, “Hai orang‑orang yang beriman, hendaklah kamu
berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan. Janganlah karena
kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku
adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa dan takutlah kepada
Allah…” (QS. Al‑Maidah : 8).
Kedua, Islam sangat menekankan
kepada keadilan di semua aspek kehidupan.Dan keadilan tersebut tidak
akan tercipta tanpa membebaskan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan,
serta memberi kesempatan kepada mereka (kaum mustadh’afin) untuk menjadi
pemimpin. Menurut Al‑Qur’an mereka adalah pernimpin dan pewaris dunia.“Kami
hendak memberikan karunia kepada orang‑orang tertindas dirnuka burni. Kami akan
menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al‑Qashash: 5) “Dan kami
wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh baratnya
yang kami berkati. “(QS. Al‑A’raf : 37).
Di tengah‑tengah suatu bangsa, ketika orang‑orang
kaya hidup mewah di atas penderitaan orang miskin, ketika budak‑budak merintih
dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak berdaya
hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak pemilik kekayaan dan
penguasa, mereka memasukkan orang‑orang kecil yang tidak berdosa ke penjara.
Muhammad SAW menyampaikan pesan Rabbulliflustadha’afin : “Mengapa
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik
laki‑laki, perempuan dan anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami
dari negeri yang penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan
pertolongan dari sisi Engkau.” (QS. An-Nisa : 75). Dalam ayat ini menurut
Asghar Ali Engineer (dalam bukunya Islam
dan Teologi Pembebasan) Al-Qur’an mengungkapkan teori “kekerasan yang
membebaskan”, “Perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-Anfal
: 39). Al-Qur’an dengan tegas mengutuk zulm (penindasan). Allah tidak
menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang yang tertindas. “Allah tidak
menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi orang yang
teraniaya….” (QS. An-Nisa’ : 148).
Ketika, Al‑Qur’an sangat menekankan
keadilan ekonomi. Keadilan ini seratus persen menentang penumpukan dan
penimbunan harta kekayaan. Al‑Qur’an sejauh mungkin menganjurkan agar orang‑orang
kaya hartanya untuk anak yatim, janda‑janda dan fakir miskin. “Adakah engkau
ketahui orang yang mendustakan agarna? Mereka itu adalah orang yang menghardik
anak yatim. Dan fidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi
orang yang shalat, yang meraka itu lalai dari sholatnya, dan mereka itu riya,
enggan memberikan zakatnya. “ (QS. AI‑Mauun : 1‑7).
Al‑Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu
hanya berputar di antara orang‑orang kaya saja. “Apa‑apa (harla rampasan)
yang diberikan Allah kepada Rasul‑Nya dari penduduk negeri (orang‑orang kafir),
maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak‑anak
yatim, orang‑orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu
beredar antara orang‑orang kaya saja diantara kamu … “ (QS. Al Hasyr : 7).
Al‑Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung‑hitung harta
kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan kehidupan yang kekal. Orang
yang suka menumpuk‑numpuk dan menghitung-hitung harta benar‑benar akan
dilemparkan kedalam bencana yang mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala
(QS. Al‑Humazah :1‑9). Kemudian juga pada Surat At‑Taubah:34 AI‑Qur’an
memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun harta dan
mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak
membelanjakannya di jalan Allah.
Pada masa Rasulullah SAW. Banyak sekali orang
yang terjerat dalam perangkap hutang karena praktek riba. AI‑Qur’an dengan
tegas melarang riba dan memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan
diperangi oleh Allah dan Rasul‑Nya (Iihat, QS. Al‑Baqarah: 275‑279 dan Ar‑Rum –
39). Demikianlah Allah dan Rasul‑Nya, telah mewajibkan untuk melakukan
perjuangan membela kaum‑kaum yang tertindas, dan mereka (Allah dan Rasul‑Nya)
telah memposisikan diri sebagai pembela mustadh’afin.
Dalam keseluruhan proses Aktivitas manusia di
dunia ini, Islam selalu mendesak manusia untuk terus memperjuangkan harkat
kemanusiaan, menghapuskan kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI‑Qur’an
memberikan penegasan “Kamu adalah sebaik‑baik umat, yang dilahirkan bagi
manusia, supaya kamu menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan melarang berbuat
kejahatan (mungkar), serta beriman kepada Allah. (QS. Ali-Imran : 110).
Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia bebas mengartikulasikan
sesuai dengan konteks lingkungannya tidak terjebak pada hal‑hal yang bersifat
mekanis dan dogmatis. Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada AI‑Qur’an
dan As‑Sunnah berarti menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka
menyelesaikan persoalan‑persoalan kehidupan yang serba konpleks sesuai dengan
kemampuannya.
Demikianlah cita‑cita ideal Islam, yang
senantiasa harus selalu diperjuangkan dan ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan
seuatu tatanan masyrakat yang adil, demokratis, egaliter dan berperadaban Dalam
memperjuangkan cita‑cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia (commited)
terhadap ajaran Allah SWT, ikhlas, rela berkorban sepanjang hidupnya
dan senantiasa terlibat dalam setiasa pembebasan kaum tertindas (mustadh'afin).
"Sesungguhnya sholat‑ku, perjuangan‑ku, hidup dan mati‑ku, semata‑mata
hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada serikat bagi‑Nya dan aku
diperintah untuk itu, serfa aku termasuk orang yang pertama berserah diri.
" (QS. AI‑An'am : 162‑163).
3.
Landasan Konstitusi
Dalam rangka mewujudkan cita‑cita perjuangan HMI
kemasa depan, HMI kemudian mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggung jawabnya bersama seluruh
rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh
Allah SWT. Dalam pasal 3 tentang azas ditegaskan bahwa organisasi in berazaskan
Islam dan bersumber kepada AlQur'an dan Assunah. Penegasan pasal ini memberikan
cerminan bahwa didalam dinamikanya, HMI senantiasa mengemban tugas dan tanggung
jawab dengan semangat keislaman yang tidak mengesampingkan semangat kebangsaan.
Dalam dinamika tersebut HMI sebagai organisasi kepemudaan menegaskan sifatnya
sebagai organisasi mahasiswa yang independen (Pasal 6 AD HMI), berstatus
sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki fungsi sebagai
organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan
(Pasal 9 AD HMI).
Dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya
secara terus menerus yang berorientasi kemasa depan, HMI menetapkan tujuannya
dalam pasal 4 AD HMI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan
makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas kader yang akan dibentuk ini kemudian
dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, maka tugas pokok HMI
adalah perkaderan (cadre forming) yang diarahkan pada perwujudan
kualitas insan cita yakni dalam pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan
serta mampu melaksanakan kerja‑kerja kemanusiaan (amal saleh). Pembentukan
kualitas dimaksud kemudian diaktualisasikan dalam tase‑fase perkaderan HMI,
yakni fase rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar
memiliki kualitas pribadi Muslim, kualitas intelektual serta mampu melaksanakan
kerja‑kerja kemanusiaan secara profesional dalam segala segi kehidupan dan fase
pengabdian kader, dimana sebagai out put pun kader HMI harus mampu
berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara sebagai kader
muslim berjuang bersama-sama dalam
mewujudkan cita-cita masyarakat adil, makmur yang diridhoi Allah SWT.
4.
Landasan Historis
Secara sosiologi dan historis, kelahiran HMI
pada 5 Februari 1947 tidak terlepas dari permasalahan bangsa yang didalamnya
mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari bangsa Indonesia yang
sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Kenyataan itu
merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan
berdirinya, yaitu : pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia
dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan
mengembangkan syiar agama Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab
terhadap permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan
nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan manusia secara utuh.
Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk
wawasan dan langkah perjuangan HMI kedepan yang terintegrasi dalam dua aspek
ke-Islaman dan aspek ke-Indonesiaan. Aspek ke-islaman tercermin melalui
komitmen HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam
kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban fungsi kekhalifahan manusia,
sedangkan aspek keindonesiaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama
seluruh rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan
sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI pelaksanaan komitmen
ke-Islaman dan keindonesiaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang pada
akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa
Indonesia kedepan.
Melihat komitmen HMI pada wawasan sosiologis dan
historis berdirinya pada tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam
sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan kader HMI
harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader yang sadar
akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah dimuka bumi dan pada saat
yang sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa
Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.
5.
Landasan Sosio-Kultural
Islam yang masuk di
kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur masyarakat di daerah senrtal
ekonomi dan politik menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara
dramatik telah berhasil menguasi hampir seluruh kepulauan nusantara, tentunya
hal tersebut disebabkan oleh karena agama Islam memiliki nilai-nilai universal
yang tidak mengenal batas-batas sosio-kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat
Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang dan
para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang cukup persuasif.
Masuknya Islam secara damai (penetration
pacifique) tersebut berhasil mendamaikan kultur Islam dengan Kultur
masyarakat nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk
pribumi ataupun masyarakat, ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur
tradional, feodalisme, hinduisme dan budhaisme mampu dijinakkan dengan
pendekatan Islam kultural ini. Pada perkembangan selanjutnya Islam
mengindonesiakan dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kultur Indonesia
yang dari waktu ke waktu semakin modern.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah
beragama Islam, maka kultur Islam telah menjadi realitas sekaligus memperoleh
legitimasi sosial dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian
wacana kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial
budaya Indonesia meniscayakan transformasi total nilai‑nilai universal Islam
menuju cita‑cita mewujudkan peradaban Islam. Nilai‑nilai Islam itu semakin
mendapat tantangan ketika deras arus globalisasi telah menyeret umat manusia
pada perilaku pragmatisme, permisivisme dibidang ekonomi dan politik. Sisi
negatif dari globalisasi ini disebabkan oleh percepatan perkembangan sains dan
teknologi modern dan tidak diimbangi dengan nilai‑nilai etik dan moral.
Konsekuensi dari realitas di atas adalah semakin
kaburnya batas‑batas bangsa, sehingga cenderung menghilangkan nilai‑nilai
kultural yang menjadi suatu ciri khas dari suatu negara yang penuh dengan
pluralisme budaya masyarakat. Disisi lain teknologi menghadirkan ketidakpastian
psikologis umat manusia, sehingga menimbulkan kejenuhan manusia. Dari sini
nilai‑nilai ideologi, moral dan agama yang tadinya kering kerontang kembali
menempati posisi kunci dalam ide dan konsesi komunitas global. Dua sisi ambigu
globalisasi ini adalah tampilan dari sebuah dunia yang penuh paradoks.
Berdasarkan pertimbanga-pertimbangan diatas,
maka Himpunan Mahasiswa Islam sebagai bagian integral ummat Islam dan bangsa
Indonesia (kader umat dan kader bangsa) sudah semestinya untuk menyiasiati
perkembangan dan kecenderungan global tersebut dalam bingkai perkaderan HMI
yang integralistik. Dalam hal ini untuk menyiasati perkembangan global tersebut
harus berdasarkan kepada perkembangan komitmen pada nilai‑nilai antropologis,
sosiologis ummat Islam dan bangsa Indonesia sebagai wujud dari pemahaman HMI
akan nilai‑nilai kosmopolitanisme dan universalisme Islam.
II. Pola Dasar Perkaderan
Dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi
kader, HMI menggunakan pendekatan sistematik dalam keseluruhan proses
perkaderannya. Semua bentuk Aktivitas/kegiatan perkaderan disusun dalam
semangat integralistik untuk mengupayakan tercapainya tujuan organisasi. Oleh
karena itu sebagai upaya memberikan kejelasan dan ketegasan sistem perkaderan
yang dimaksud harus dibuat pola dasar perkaderan HMI secara nasional. Pola
dasar ini disusun dengan memperhatikan tujuan organisasi dan arah perkaderan
yang telah ditetapkan. Selain itu juga dengan mempertimbangkan kekuatan dan
kelemahan organsiasi serta tantangan dan kesempatan yang berkembang
dilingkungan eksternal organisasi.
Pola dasar ini membuat garis besar keseluruhan
tahapan yang harus ditempuh oleh seorang kader dalam proses perkaderan HMI,
yakni sejak rekrutmen kader, pembentukan kader dan gambaran jalur‑jalur
pengabdian kader.
1. Pengertian Dasar
1.1. Kader
Menurut AS Hornby (dalam
kamusnya Oxford Advanced Learner's Dictionary) dikatakan bahwa "Cadre is a
small group of People who are specially chosen and trained for a particular
purpose, atau “cadre is a member of this kind of group; they were to become the
cadres of the new community party". Jadi pengertian kader adalah
"sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus dan akan
menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar". Hal ini dapat dijelaskan, pertama,
seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan‑aturan
permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi.
Bagi HMI aturan‑aturan itu sendiri dari segi nilai adalah Nilai Dasar
Perjuangan (NDP) dalam pemahaman memaknai perjuangan sebagai alat untuk
mentransformasikan nilai‑nilai ke‑Islam‑an yang membebaskan (Liberation
force), dan memiliki kerberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas
(mustadhafin). Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi adalah
AD/ART HMI, pedoman perkaderan dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya. Kedua,
seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus (permanen), tidak
mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam
memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader
memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu
menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus penekanan
kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang Kader memiliki
visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya dan
mampu melakukan "social engineering".
Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui
proses perkaderan sehingga meiniliki ciri kader sebagaimana dikemukakan di atas
dan memiliki integritas kepribadian yang utuh : Beriman, Berilmu dan Beramal
Shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.2. Perkaderan
Perkaderan adalah usaha organisasi yang
dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI,
sehingga memungkinkan seorang anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya
menjadi seorang kader Muslim ‑Intelektual ‑ Profesional, yang memiliki
kualitas insan cita.
2.
Rekruitmen Kader
Sebagai konsekuensi dari organisasi kader, maka
aspek kualitas kader merupakan fokus perhatian dalam proses perkaderan HMI guna
menjamin terbentuknya out put yang berkualitas sebagaimana yang disyaratkan
dalam tujuan organisasi, maka selain kualitas proses perkaderan itu sendiri,
kualitas input calon kader menjadi faktor penentu yang tidak kalah pentingnya.
Kenyataan ini mengharuskan adanya pola‑pola
perencanaan dan pola rekrutmen yang lebih memperioritaskan kepada tersedinaya
input calon kader yang berkualitas. Dengan demikian rekrutmen kader adalah
merupakan upaya aktif dan terencana sebagai ikhtiar untuk mendapatkan input
calon kader yang berkualitas bagi proses Perkaderan HMI dalam mencapai tujuan
organisasi.
2.1. Kriteria Rekruitmen
Rekrutmen Kader yang lebih memperioritaskan pada
pengadaan kader yang berkualitas tanpa mengabaikan aspek kuantitas,
mengharuskan adanya kreteria rekrutmen. Kreteria Rekrutmen ini akan mencakup
kreteria sumber‑sumber kader dan kreteria kualitas calon kader.
2.1.1. Kreteria Sumber‑sumber
Kader
Sesuai dengan statusnya sebagai organisasi
mahasiswa, maka yang menjadi sumber kader HMI adalah Perguruan Tinggi atau
Institut lainnya yang sederajat seperti apa yang disyaratkan dalam AD/ART HMI.
Guna mendapatkan input kader yang berkualitas maka pelaksanaan rekrutmen kader
perlu diorientasikan pada Perguruan Tinggi atau Lembaga pendidikan sederajat
yang berkualitas dengan memperhatikan kriteria‑kriteria yang berkembang di
masing‑masing daerah.
2.1.2. Kreteria Kualitas
calon Kader
Kualitas calon kader yang diperioritaskan
ditentukan oleh kriteria‑kriteria tertentu dengan memperhatikan integritas
pribadi dan calon kader, potensi dasar akademik, potensi berprestasi, potensi
dasar kepemimpinan serta bersedia melakukan peningkatan kualitas individu
secara terus-menerus.
2.2. Metode dan Pendekatan Rekruitmen
Metode dan pendekatan rekrutmen merupakan cara
atau pola yang ditempuh untuk melakukan pendekatan kepada calon‑calon kader
agar mereka mengenal dan tertarik menjadi kader HMI. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka pendekatan rekrutmen dilakukan dua kelompok sasaran.
2.2.1. Tingkat Pra
Perguruan Tinggi
Pendekatan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan
sedini mungkin keberadaan HMI ditengah‑tengah masyarakat khususnya masyarakat
ilmiah ditingkat pra perguruan tinggi atau siswa-siswa sekolah menengah.
Strategi pendekatan haruslah memperhatikan aspek psikologis sebagai remaja.
Tujuan pendekatan ini adalah agar terbentuknya
opini awal yang positif dikalagan siswa-siswa sekolah menengah terhadap HMI.
Untuk kemudian pada gilirannya terbentuk pula rasa simpati dan minat untuk
mengetahuinya lebih jauh.
Pendekatan rekrutmen dapat dilakukan dengan
pendekatan Aktivitas (activity approach) dimana siswa dilibatkan seluas‑luasnya
pada sebuah Aktivitas. Bentuk pendekatan ini bisa dilakukan lewat
fungsionalisasi lembaga‑lembaga pengembangan profesi HMI serta perangkat
organisasi HMI lainnya secara efektif dan efisien, dapat juga dilakukan
pendekatan perorangan ((personal approach).
2.2.2. Tingkat Perguruan
Tinggi
Pendekatan rekrutmen ini dimaksudkan untuk
membangun persepsi yang benar dan utuh dikalangan mahasiswa terhadap keberadaan
organisasi HMI sebagai mitra Perguruan Tinggi didalam mencetak kader‑kader
bangsa. Strategi pendekatan harus mampu menjawab kebutuhan nalar mahasiswa (student
reasoning), minat mahasiswa (studen interst) dan kesejahteraan
mahasiswa (student welfare).
Pendekatan di atas dapat dilakukan lewat
Aktivitas dan pendekatan perorangan, dengan konsekuensi pendekatan
fungsionalisasi masing‑masing aparat HMI yang berhubungan langsung dengan basis
calon kader HMI. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara kegiatan yang
berbentuk formal seperti masa perkenalan calon anggota (Maperca) dan pelatihan
pengembangan profesi. Dalam kegiatan Maperca, materi yang dapat disajikan oleh
adalah :
v Selayang pandang tentang
HMI
v Pengantarwawasan ke‑Islam‑an
v Pengantar wawasan
organisasi
v Wawasan perguruan tinggi
Metode dan pendekatan rekrutmen seperti tersebut
di atas diharapkan akan mampu membangun rasa simpati dan hasrat untuk
mengembangkan serta mengaktualisasikan seluruh potensi dirinya lewat pelibatan
diri pada proses perkaderan HMI secara terus menerus.
3.Pembentukan Kader
Pembentukan kader merupakan sekumpulan Aktivitas
perkaderan yang integrasi dalam upaya mencapai tujuan HMI
3.1. Latihan Kader.
Latihan kader merupakan perkaderan HMI yang
dilakukan secara sadar, terencana, sitematis dan berkesinambungan serta
memiliki pedoman dan aturan yang baku secara rasional dalam rangka mencapai
tujuan HMI. Latihan ini berfungsi memberikan kemampuan tertentu kepada para
pesertanya sesuai dengan tujuan dan target pada masing‑masing jenjang latihan.
Latihan kader merupakan media perkaderan formal HMI yang dilaksanakan secara
berjenjang serta menuntut persyaratan tertentu dari pesertanya, pada
masing-masing jenjang latihan ini menitikberatkan pada pembentukan watak dan
Karakter kader HMI melalui transfer nilai, wawasan dan keterampilan serta
pemberian rangsangan dan motivasi untuk mengaktualisasikan kemampuannya.
Latihan kader terdiri dan 3 (tiga) jenjang, yaitu:
a. Basic Training (Latihan Kader I)
b. Intermediate Training
(Latihan Kader II )
c. Advance Training
(Latihan Kader III )
3.2. Pengembangan
Pengembangan merupakan kelanjutan atau
kelangkapan latihan dalam keseluruhan proses perkaderan HMI. Hal ini merupakan
penjabaran dari pasal 5 Anggaran Dasar HMI.
3.2.1. Up Grading
Up Grading dimaksudkan sebagai media perkaderan
HMI yang menitikberatkan pada pengembangan nalar, minat dan kemampuan peserta
pada bidang tertentu yang bersifat praktis, sebagai kelanjutan dari perkaderan
yang dikembangkan melalui latihan kader.
3.2.2. Pelatihan
Pelatihan adalah training jangka pendek
yang bertujuan membentuk dan mengembangkan profesionalisme kader sesuai dengan
latar belakang disiplin ilmunya masing‑masing.
3.2.3. Aktivitas
3.2.3.1. Aktivitas Organisasional
Aktivitas organisasional merupakan suatu
Aktivitas yang bersifat organisasi yang dilakukan oleh kader dalam lingkup
tugas organisasi.
a.
Intern organisasi yaitu segala Aktivitas organisasi yang dilakukam oleh
kader dalam Iingkup tuas HMI.
b. Ekstern organisasi yaitu segala Aktivitas organisasi yang
dilakukan oleh kader dalam lingkup tugas organisasi diluar HMI
3.2.3.2. Aktivitas Kelompok
Aktivitas kelompok merupakan Aktivitas yang
dilakukan oleh kader dalam suatu kelompok yang tidak rnemiliki hubungan
struktural dengan organisasi formal tertentu.
a. Intern organisasi
Yaitu segala Aktivitas kelompok yang diklakukan
oleh kader HMI dalam lingkup organisasi HMI yang tidak memiliki hubungan
struktur (bersifat informal).
b. Ekstern organisasi
Yaitu segala Aktivitas kelompok yang dilakukan
oleh kader diluar lingkup organisasi dan tidak memiliki hubungan dengan
organisasi formal manapun.
3.2.3.3. Aktivitas Perorangan
Aktivitas perorangan merupakan Aktivitas yang
dilakukan oleh kader secara perorangan.
a. Intern
Organisasi.
Yaitu segala Aktivitas yang dilakukam oleh kader
secara perorangan untuk menyahuti tugas dan kegiatan organisasi HMI.
b.
Ekstern Organisasi.
Yaitu segala aktititas yang dilakukan oleh kader
secara perorangan diluar tuntutan tugas dan kegiatan organisasi HMI.
3.3. Pengabdian Kader.
Dalam rangka meningkatkan upaya mewujudkan
masyarakat cita HMI yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, maka
diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas pengabdian kader. Pengabdian
Kader ini merupakan penjabaran dari peranan HMI sebagai organisasi perjuangan.
Dan oleh karena itu seluruh bentuk‑bentuk pembangunan yang dilakukan merupakan
jalur pengabdian kader HMI, maka jalur pengabdiannya adalah sebagai berikut :
a.
Jalur akademis (pendidikan,
penelitian dan pengembangan).
b.
Jalur dunia profesi (Dokter, konsultan, pangacara, manager, jurnalis dan
lain‑lain).
c.
Jalur Birokrasi dan Pemerintahan.
d.
Jalur dunia usaha (koperasi, BUMN dan swasta)
e.
Jalur sosial politik
f.
Jalur TNI/Kepolisan
g.
Jalur Sosial Kemasyarakatan
h.
Jalur LSM/LPSM
i.
Jalur Kepemudaan
j.
Jalur Olah raga dan Seni Budaya
k.
Jalur‑jalur lain yang masih terbuka yang dapat dimasuki oleh kader‑kader
HMI.
4. Arah
Perkaderan
Arah dalam pengeifian umum adalah petunjuk yang
membimbing jalan dalam bentuk bergerak menuju kesuatu tujuan. Arah juga dapat
diartikan. sebagai pedoman yang dapat dijadikan patokan dalam melakukan usaha
yang sistematis untuk mencapai tujuan.
Jadi, arah perkaderan adalah suatu pedoman yang
dijadikan petunjuk untuk penuntun yang menggambarkan arah yang harus dituju
dalam keseluruhan proses perkaderan HMI. Arah perkaderan sangat kaitannya
dengan tujuan perkaderan, dan tujuan HMI sebagai tujuan umum yang hendak
dicapai HMI merupakan garis arah dan titik sentral seluruh kegiatan dan usaha‑usaha
HMI. Oleh karena itu, tujuan HMI merupakan titik sentral dan garis arah setiap
kegiatan perkaderan, maka ia merupakan ukuran atau norma dari semua kegiatan
HMI.
Bagi anggota HMI merupakan titik pertemuan
persamaan kepentingan yang paling pokok dari seluruh anggota, sehingga tujuan
organisasi adalah juga merupakan tujuan setiap anggota organisasi. Oleh
karenanya peranan anggota dalam pencapaian tujuan organisasi adalah sangat
besar dan menentukan.
4.1.
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan perkaderan adalah usaha yang
dilakukan dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui suatu proses sadar
dan sistematis sebagai alat transformasi nilai ke‑lslaman dalam proses rekayasa
peradaban melalui pembentukan kader berkualitas muslim‑intelektual‑profesional
sehingga berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan pedoman perkaderan HMI.
4.2. Target.
Terciptanya kader muslim‑intelektual‑profesional
yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifah
fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Ill. Wujud Profil Kader HMI di Masa Depan
Bertolak dari landasan‑landasan, pola dasar dan
arah perkaderan HMI, maka Aktivitas perkaderan HMI diarahkan dalam rangka membentuk
kader HMI, muslim‑intelektual‑profesional yang dalam aktualisasi peranannya
berusaha mentransformasikan nilai‑nilai ke‑Islaman yang memiliki kekuatan
pembebasan (liberation force).
Aspek‑aspek yang ditekankan dalam usaha
pelaksanaan kaderisasi tersebut ditujukan pada:
1.
Pembentukan integritas watak dan kepribadian
Yakni kepribadian yang terbentuk sebagai pribadi muslim yang menyadari
tanggung jawab kekhalifahannya dimuka bumi, sehingga citra akhlakul karimah
senantiasa tercermin dalam pola pikir, sikap dan perbuatannya.
2.
Pengembangan kualitas intelektual
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah pada
penguasaan dan pengembangan ilmu (sain) pengetahuan (knowledge) yang
senantiasa dilandasi oleh nilai‑nilai Islam.
Yakni segala usaha
pembinaan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan mentransdformasikan ilmu
pengatahuan ke dalam perbuatan nyata sesuai dengan disiplin ilmu yang
ditekuninya secara konsepsional, sistematis dan praksis untuk mencapai prestasi
kerja yang maksirnal sebagai perwujudan amal shaleh.
Usaha mewujudkan ketiga aspek harus terintegrasi
secara utuh sehingga kader HMI benar‑benar lahir menjadi pribadi dan kader
Muslim‑ Intelektual‑Profesional, yang mampu menjawab tuntutan perwujudan
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
No comments:
Post a Comment