BAB II : PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR
TENTANG KEMANUSIAAN
![]() |
Manusia adalah makhluk Allah yang khas à perbedaan antara manusia dengan hewan tidak gradual tetapi fundamental. Perbedaan yang fundamental ini bukan fisiknya tetapi ruhaninya à karena kemampuan ruhaninya itu manusia memiliki kelebihan yang nyata di atas makhluk-makhluk bumi lainnya. Surat al-Isra ayat 70:
“.. dan Kami lebihkan manusia itu di atas
kebanyakan dari makhluk-makhluk Kami dengan kelebihan yang nyata”.
Surat At-Tin ayat 4 menyatakan manusia
sebagai puncak ciptaan:

“Sungguh Kami Allah mencipta manusia itu sebagai sebaik-baik ciptaan”.
Dalam posisi Ahsanu Taqwim à manusia bahkan lebih tinggi
derajatnya dibandingkan dengan malaikat ( Adam tidak diperintah untuk sujud –
menghormat – kepada malaikat tetapi malaikat yang disuruh sujud kepada Adam !).
![]() |
Akan tetapi posisi itu sangat rentan terhadap perubahan à pada ayat 5 surat yang sama dinyatakan:
“ Kemudian Kami jatuhkan manusia itu ke
tempat yang serendah-rendahnya”.
Manusia jatuh ke tempat yang sangat rendah
karena ulahnya sendiri – tidak mampu menjaga martabatnya yang tinggi. à
supaya tidak jatuh dia harus memelihara dirinya.

“ Tidak akan jatuh ke tempat yang rendah, orang-orang yang beriman dan beramal shalih à bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (at-Tin : 6).
Manusia lahir dalam keadaan fitrah (Hadits
: Kullu mauluudin yuuladu ‘alal fitrah).
Fitrah berarti:
·
Suci à manusia
dilahirkan dalam keadaan tidak berdosa, tidak membawa dosa ayahnya, ibunya, apa
lagi kakek moyangnya. Illustrasi: anak haram.
·
Memiliki kecenderungan kepada
kesucian dan kebaikan
Manusia diperlengkapi Allah dengan nafsu à
perangkat pada diri manusia yang merasakan kesenangan, keindahan.
Nafsu ini perlu à
untuk mendorong perkembangan budaya. Tetapi bila nafsu berkembang melewati
batas à merugikan manusia sendiri.
à manusia harus mengendalikan
nafsunya.
Karena adanya nafsu dan
upaya mengendalikan nafsu à Martabat manusia itu tidak stabil naik-turun,
berfluktuasi dalam lintasan waktu, bergerak naik dan turun.
·
Di tempat yang tertinggi martabat
manusia lebih dari malaikat.
·
Di tempat yang rendah dia lebih
rendah dari binatang

“ …. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (s. Al-A’raf: 179).
Ayat 6 surah at-Tin menyatakan bahwa supaya
manusia tetap berada pada martabat yang tinggi à menjaga
dua hal :
1. Iman
à
percaya kepada Allah, kepada malaikat Allah, Kitab Allah, Rasul Allah, hari
akhirat, taqdir Allah. Kepercayaan itu bukan sekedar diucapkan tetapi dihayati à
mendasari seluruh sikap dan perbuatannya.
·
Iman kepada Allah à
tunduk, taat, patuh kepada Allah. Tidak sombong karena merasa sangat kecil di
hadapan Allah. Tidak cemas dan resah dalam menghadapi keadaan apapun karena
yakin akan perlindungan Allah.
·
Iman kepada malaikat à
yakin bahwa sikap dan perbuatannya selalu diawasi dan dicatat Raqib dan ‘Atid.
·
Iman kepada Kitab à
mendasarkan seluruh aktivitasnya kepada nilai-nilai yang ada di dalam
Kitabullah.
·
Iman kepada Rasul à
menjadikan Rasul sebagai Uswatun hasanah.
·
Iman kepada Hari Akhir à
yakin akan pertanggungjawa-ban amal à hati-hati.
·
Iman kepada taqdir à
ikhtiar, tawakal dan berdo’a.
2. Iman
itu kemudian direalisasikan ke dalam amal à amal perbuatan yang didasarkan
kepada iman itu disebut amal shalih
(perbuatan yang selaras, yakni selaras dengan imannya).
Kehidupan manusia itu dinyatakan dalam amal
perbuatannya. Nilai kebaikan yang ada pada dirinya (karena iman) belum akan
berarti apabila belum direalisasikan dalam amalnya.
à Orang yang bekerja keras di dalam
kebaikan, dia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

“Barangsiapa yang berbuat baik, laki-laki maupun perempuan, dan dia itu beriman, niscaya Kami berikan kepadanya kehidu-pan yang bahagia, dan pasti Kami berikan pahala kepadanya, dengan sebaik-baik pahala, karena apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl : 97).
à sebaliknya orang yang berbuat
buruk, pasti akan mendapat balasan yang buruk:
![]() |
“Barangsiapa yang berbuat keburukan,
sesungguhnya dia mengerjakannya untuk kemadharatan dirinya sendiri. (s.
An-Nisa: 111).
Manusia yang hidupnya bermakna (memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat) adalah mereka yang:
·
Bekerja keras à
mensyukuri karunia Allah dengan memanfaatkannya untuk kebaikan. Inilah yang
disebut Jihad – menggunakan kemampuan akal, tenaga secara optimal.
·
Kerja kerasnya itu didasarkan kepada
semangat mengabdi kepada Allah. à mengawali setiap kerjanya dengan Basmalah. Kerja keras yang tidak
diniatkan “karena Allah” akan sia-sia, tidak berbekas di akhirat.
![]() |
(s. An-Nur ayat
39).
·
![]() |
Menyerap segala sesuatu yang baru dan menyempurnakan nilai-nilai serta buah pikiran yang lama à maju. Orang yang beriman itu mempunyai ciri:
“mendengarkan
perkataan orang dan memilih yang terbaik”
(Az-Zumar: 18).
Insan Kamil (manusia sempurna):
·
Kegiatan fisik dan mentalnya
merupakan kesatuan
·
Tidak membagi dua (dikotomi) antara
kerja untuk diri sendiri dan masyarakat, ibadah kepada Allah dan mencari
kebaikan untuk diri sendiri.
·
Melaksanakan perintah Allah dengan
memenuhi kecenderungan hati nuraninya.
à Dengan menyatukan segala sesuatu
dia akan memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
No comments:
Post a Comment