|
SEJARAH PERJUANGAN HMI[1]
PENGANTAR ILMU SEJARAH
Pengertian
Sejarah adalah suatu
kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi, dan
kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti bukti yang
membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa
lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara
sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian
atau peristiwa tersebut.
Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah
Manfaat dan kegunaan
yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan mempelajari maka
dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada peristiwa yang
terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari peristiwa itu,
dan pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam mengambil
keputusan pada masa saat ini dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi
di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa saat
ini dan yang akan datang.
MISI KELAHIRAN ISLAM
Masyarakat Arab Pra Islam
Masyarakat Arab pra
Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup dalam
keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban. Masyarakat
arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat menulis
dan membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau kebanggaan akan
sastra demikian tingginya, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada
masa itu hidup dalam kebodohan. Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai,
mereka hanya dipandang sebagai benda bergerak yang menyenangkan, bahkan wanita
dianggap sebagai beban dan sumber bencana, implikasinya adalah ada anggapan
jika memiliki anak wanita akan mengakibatkan kemiskinan. Dampak dari pandangan
itu, maka tak heran jika mereka sering mengubur bayi wanita hidup-hidup (kalau
sekarang, belum lahir sudah dibunuh). Selain itu masyarakat Arab pra Islam
hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar), karena mereka lebih menonjolkan
ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab sering berperang
antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa Arab
menjadi lemah dan terpecah-pecah.
Periode Kenabian Muhammad
Fase Makkah
Muhammad lahir di Makkah
pada masa keadaan masyarakat yang
buruk sekali. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah,
bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan
Abdullah dan Aminah. Sejak kecil Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga
kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang yang dapat dipercaya. Pada
usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda kaya yang bernama
Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama
Hira, beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.
Pada saat Muhammad
mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering “stress” memikirkan
bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering
kuantitasnya. Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang
ternyata adalah malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 –
5), dan ini pertanda bahwa Muhammad telah dilantik menjadi rasul dan
nabi walaupun tanpa berita acara.
Pasca wahyu di gua
Hira, Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang memerintahkan kepada
Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya adalah ajakan untuk
melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan yang dibawa antara
lain perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan
lain adalah nilai persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat
manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa,
dan lain sebagainya, di mata Allah yang berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu,
ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan, serta membangun
solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada penguatan nasionalisme atau
keutuhan dalam berbangsa dan beragama.
Pada fase Makkah
ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan pada nilai
ketauhidan atau iman, karena pada saat itu ajaran
Islam baru tegak kembali, sehingga yang harus dibangun pertama-tama adalah
fondasi aqidah atau iman yang dijadikan landasan fundamental. Tiap tahun kota
Makkah selalu didatangi oleh kabilah-kabilah dari seluruh Arab yang datang
untuk untuk melakukan shopping atau ibadah haji. Muhammad s.a.w melakukan dakwah
terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-sia karena dari kalangan
yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan keimanannya,
diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis
dari gerakan revolusioner berdampak pada peningkatan konstelasi politik
masyarakat Makkah, yang pada akhirnya memberikan satu pilihan kepada Muhammad
s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w.
menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk meninggalkan kota Makkah menuju
Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah. Muhammad s.a.w pun pada
akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju Madinah, maka dimulailah
babak baru dalam Islam, fase Madinah.
Fase Madinah
Fase Madinah dimulai
sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah, karena Madinah dianggap
baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di Madinah terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah) dan Muhajirin
(kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan
adalah mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara
kaum Anshar dan Muhajirin,
karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat. Selanjutnya
dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar Islam yang
ada di Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang tinggal di
sana, antara lain Yahudi.
Di Madinahlah
Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan masyarakat ini
tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik, ekonomi,
dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat, pada
fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih kepada muamalah.
Dengan semakin
besarnya kaum muslimin, dianggap merupakan ancaman bagi kelompok lain, maka
semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad s.a.w. dan para
pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga mengakibatkan
timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan beberapa
perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah upaya
defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.
Muhammad s.a.w. wafat
dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal 11 H,
bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.
LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI
Kondisi Islam di Dunia
Kondisi umat Islam
dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan
dibandingkan masyarakat Eropa dengan Renaissance-nya.
Ini dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain
besar umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene
dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan
masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara
komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau
ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang
tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh
daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek
kehidupan. Berangkat dari
pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam keterbelakangan dan
fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia.
Hal tersebut mengakibatkan
terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk dipusakai alam semesta.
Lebih ironis lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan yang hanya
berangkat dari masalah khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya
kekuatan Islam.
Kondisi Islam di Indonesia
Tidak jauh berbeda
dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam cengkaraman
nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat kelas bawah
dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka sendiri
atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka. Umat Islam Indonesia hanya
mementingkan kehidupan akhirat (katanya sih), dengan penonjolan
simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas
ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara
benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah
ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud.
Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah
dan masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini
menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di kalangan
umat Islam di Indonesia.
Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam
Perguruan tinggi
adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para pemimpin untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi adalah
motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu
yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin menguasainya demi
untuk kepentingan golongan tersebut.
Sejalan dengan
perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada beberapa
faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi
adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat
menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu
adanya organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan
aspirasi Islam dan umat Islam kurang terakomodir.
Faktor-faktor di atas
adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam hidup dan
kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam.Mahasiswa Islam kurang memiliki
ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler
dan tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari
mahasiswa komunis yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan
bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat
sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.
Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
HMI lahir pada saat
umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan ajaran Islam sehingga tidak
tercermin dalam kehidupan nyata.
Pada saat HMI
berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa
Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang berpaham
komunis. Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen untuk
memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat dan
tidak bisa membiarkan mahasiswa terlbat dalam polarisasi politik. Sebagai
realisasi dari keinginan tersebut maka di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul
Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947 sebuah organisasi
kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI
Sosok Lafran Pane
Berdasarkan
penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor
menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai
pendiri HMI.
Lafran Pane adalah
anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari
1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”.
Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong
dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane
pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu
pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif
ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane,
Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam
menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948,
Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta
dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada
(UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah
bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial
Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari
fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman
Untuk melakukan
pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan
pengamalanumat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat
mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam
memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat
menghantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Tugas suci umat Islam
dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan kewajiban umat Islam
adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual. Dengan adanya
gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat dilakukan dan
dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam telah
membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya
melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam
tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam
ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran
dan kejayaan masa lalu.
Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya
Ciri utama masyarakat
Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya,kemajemukan tersebut merupakan
sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang tidak terorganisir akan
mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan awal saat HMI
berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan sosial budaya,
yaitu :
1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam
Dari tujuan tersebut
jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada menjadi perekat
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan kemerdekaan yang
baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun harus
dipelajari kondisi sosial budaya gara tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim
Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus diubah
pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat
diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.
Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar
Perjuangan HMI
Dari awal
terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang bersatu secara
integral. Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam
komitmen keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin
menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang
amanah untuk membawa bangsa Indonesia mencapai asanya.
Komitmen keislaman
dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam gerakan HMI. Kedua
komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX
HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua
komitmen itu tidak dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses
pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.
DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI
HMI dalam Fase Perjuangan Fisik
HMI ikut berjuang
dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun pada tahun
1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan pemerintahan
yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi hal
tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps
Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa meninggalkan
bangku kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pengkhianatan PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik
menghadapi agresi militer Belanda.Sebagai nak umat dan anak bangsa, HMI selalu
ikut dalam perjuangan fisik demi mempertahankan negara Republik Indonesia.
Dalam mempertahakan NKRI,
Anggota-anggota HMI
mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut bertanggung jawab
dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan bahwa dalam masyarakat
yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan mempersatukan
bangsa.
HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa
Saat HMI baru saja
berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan ancaman terhadap
kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini makin memuncak
pada era 60-an, PKI menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar di
Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran komunis dan mengajak
semua pihak yang ada untuk menentang komunis.
Persoalan komunis
bukan hanya persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan HMI, akibat
sikap HMI tersebut maka PKI menempatkan HMI sebagai salah satu musuh utama yang
harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi dengan semua pihak yang non
komunis, karena komunis bertentangan dengandasar negara, yaitu Pancasila.
Selain itu PKI selalu berusaha untuk merebut pemerintahan dan kekuasaan yang
sah.
Untuk menghadapi
pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di Kaliurang Yogyakarta paa
tanggal 9 – 11 April 1955:
1.
Menyerukan
kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam pemilu yang akan
datang
2.
Menyerukan
kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingankeruncingan,
3.
tidak
saling menyerang
4.
Kepada
warga dan anggota HMI supaya :
a)
Wajib
aktif dalam pemilu
b)
Wajib
aktif memilih salah satu partai Islam
c)
Mempunyai
hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam yang disenangi
Dalam menghadapi
sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan seruan kepada seluruh
anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat memikul amanah
umat Islam di Indonesia.
Ketika Demokrasi
Terpimpin berjalan, HMI mendapat tekanan kuat, karena ada tuduhan bahwa HMI
kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena itu HMI menggelar Musyawarah
Nasional Ekonomi HMI se-Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Ada beberapa
pertanyaan yang diajukan kepada HMI saat itu menyangkut sikap yang diambil HMI,
yaitu (1) Apakah HMI mendukung Manipol/Usdek
atau tidak ? (2) HMI setuju pancasila atau tidak ? dan (3) HMI setuju
sosialisme Indonesia atau tidak ? Munas memberikan jawaban sebagai berikut :
1.
Ya,
HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh MPRS
2.
Ya,
HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam Jakarta
3.
Ya,
HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi
Tuhan Yang Maha Esa
Dengan melakukan
pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan,isu dan tuduhan yang
dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam percaturan
sejarah.
HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru
Tahun 1965, HMI
mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan lagi-lagi HMI
lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan eksistensinya hingga
saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……).
HMI adalah salah satu
komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis, sedangkan PKI saat itu
merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik Indonesia. PKI
berkeinginan untuk membubarkan HMIkarena merupakan salah satu musuh utamanya,
usaha untuk membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak mampu
membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu
atau Gestok (istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI
bukan hanya menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal
tersebut merupakan masalah umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya. Puncak
dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia
adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun 1965.
Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara penculikan terhadap para perwira
tinggi TNI-AD, dan menghabisi para perwira itu.
Menyikapi hal ini,
HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut dilakukan oleh PKI (pernyataan
bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali dilontarkan oleh HMI –sumber
Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah dalam menumpas G30S/PKI
dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI. Setelah turunnya Soekarno dan
naiknya Soehartosebagai Presiden Republik Indonesia, HMI bersikap mendukung
pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut dalam usaha-usaha
untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.
HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa
Berdasarkan tujuan
HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang karenanya akan
tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman serta
diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat
dijadikan penopang dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Peran HMI dalam
pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Partisipasi dalam
pembentukan situasi dan iklim
2) Partisipasi dalam
pemberian konsep
3) Partisipasi dalam
bentuk pelaksanaan
Dalam menjalani peran
tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya lebih dominan
faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada hilangnya ruh
perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa pusaran
kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi
dua yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya
Majelis Penyelamat Organisasi.
HMI dan Fase Pasca Orde Baru
Setelah runtuhnya
Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal dengan sebutan
Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa angan yang
belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen
bangsa yang ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan harapan berumur
panjang.
Peran HMI dalam
reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini diakibatkan penempatan
peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan.
Bahkan gerakan
mahasiswa di luar HMI seringkali menempatkan HMI sebagai common enemy.
Dinamika organisasi
di manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap bertahan ?
Kader-kader HMI hari lah yang dapat menjawab itu semua.

2
NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
(NDP HMI)
I. Dasar-dasar
kepercayaan
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan.
Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya.
Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi
selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus
merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar.
Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan
berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam
kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan
masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang
lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah
satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk
kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur
baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa
kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga
dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota
masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap
mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam
kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan
peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan
diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi
nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru
merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan
peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap
bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan
yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai
dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal
dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang
kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan
pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk
kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu
kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia
membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala
akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk
pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti
tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk
manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah
Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia
dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis,
pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia,
maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat
Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia
memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang
bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih
tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah
"Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan
sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan
sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga
wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia
tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi
dan Rasul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk
menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rasul dan nabi itu telah
lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak
Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rasul penghabisan, jadi tiada
Rasul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rasul itu adalah manusia biasa dengan
kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW
terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata
Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari
segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu
kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala
sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang
tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain (16:89).
Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan
ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih
dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua
memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa
Muhammad adalah Rosul Allah.
Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih
lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis
besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara
lain: surat Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan secara singkat; katakanlah :
"Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat
menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa”. Selanjutnya
Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih
dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat
kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru
sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama
dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin (57:3), dan "kemanapun
manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan" (2:115). Dan "Dia itu
bersama kamu kemanapun kamu berada" (57:4). Jadi Tuhan tidak terikat ruang
dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang
penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada,
termasuk tata nilai. Artinya; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada
kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada
kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau
"ridhanya". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang
sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian
yang lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya,
dan mengaturnya dengan pasti (6:73, 25:2). Oleh karena itu alam mempunyai
eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang
tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam
mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara harmonis (23:14). Nilai
ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya (31:20)).
Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum
Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam
sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri (10:101).
Jadi kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan
idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai
eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar
emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau
nirwana (38:27). Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang
mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat
materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif
sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa
alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah
satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang
tertinggi (95:4, 17:70). Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan
"Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi (6:165). Manusia ditumbuhkan dari
bumi dan diserahi untuk memakmurkannya (11:61). Maka urusan di dunia telah
diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas
segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan
peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah,
dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti
(sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai
alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada
sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan
pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri
(33:72). Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan.
Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah
"perubahan dan perkembangan", sebab: segala sesuatu ini adalah
ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada
henti-hentinya (29:20). Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju
kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan
sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu (28:88). Di dalam memenuhi tugas
sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju
kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi
kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu
(17:72). Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional
yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya (17:26).
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang
disemangati oleh iman dan diterangi oleh ilmu (58:11). Bidang iman dan
pencabangannya menjadi wewenang wahyu, sedangkan bidang ilmu pengetahuan
menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan
dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai
kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini
sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat
ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud
yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan
pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap
memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan
sendiri. - Tuhan Allah Yang Maha Esa (41:37).
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut
"syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya
atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan
peradaban kemanusiaan menuju kebenaran.
Kesudahan sejarah atau kehidupan duniawi ini ialah
"hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak
lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut
juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya
pemilik dan raja (1:4, 22:56, 40:16). Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis,
seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah
pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi
atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah (2:48). Selanjutnya kiamat
merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain
daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya /
kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa
kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya (7:187).
II. Pengertian-Pengertian
Dasar Tentang Kemanusiaan
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah
puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di
bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa
sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan
sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja
yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati
cenderung kepada kebenaran (Hanief) (30:30). "Dlamier" atau hati
nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan
hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa (51:56, 3:156).
Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri
manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang
lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi
manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal
perbuatanya (19:105, 53:39). Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan
berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit
(61:2-3). Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan
melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan
hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui
amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan
(16:97, 4:111).
Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani
dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan
dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi
keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang
merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa
perubahan kearah kemajuan-kemajuan - baik yang mengenai alam maupun masyarakat
- yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya (29:6).
Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan,
keindahan dan kebenaran (4:125). Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan
berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup
berperadaban dan berkebudayaan (39:18). Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan
kebijaksanaan (wisdom, hikmah) (2:269). Dia berpengalaman luas, berpikir bebas,
berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun
datangnya (6:125). Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar,
penahan amarah dan pemaaf (3:134). Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia
yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan
selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang
kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan
kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal
perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan
kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki
dirinya sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan
kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara
kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan
dan sebagai anggota masyarakat. Hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk
dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara
kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan
politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan
kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan
kebenaran (98:5).
Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal
perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran
langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni (2:207, 76:89). Suatu
pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi
kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang
nilainya lebih rendah (pamrih) (2:264). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai
kemanusiaan pelakunya dan memberinya kebahagiaan (35:10). Hal itu akan
menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal
akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci
kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan
keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang
memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci.
III. Kemerdekaan Manusia
(Ikhtiar) Dan Keharusan Universal (Takdir)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa
kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong
oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih
sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani.
Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari
perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran
terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan
abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek
pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus
dipikul secara individual, dan komunal sekaligus (8:25). Sedangkan dalam aspek
kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima
akibat baik dan buruk dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di
akherat tidak terdapat pertanggung jawaban bersama, tapi hanya ada pertanggung
jawaban perseorangan yang mutlak (2:48, 31:33). Manusia dilahirkan sebagai
individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi
individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang
pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada
nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir
dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya
yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang
asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun bersifat
sekunder, ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia
sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah
sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang
merupakan satu kesatuan.
Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk
pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah
esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja
merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan.
Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap
menguasai alam - hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia
sendiri - yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia.
Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan universal" atau
"kepastian umum" dan “takdir” (57:22).
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam
kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal
yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang
kepada dunia sekitarnya? Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab
penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan
adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum
suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum
atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya
suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang
adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu,
juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang
ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang
integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain
kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa
adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka
dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi
dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah
dunia dan nasibnya sendiri (13:11). Jadi sekalipun terdapat keharusan universal
atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan
menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu
kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir
akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu
kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab
segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga
kepada keharusan yang universal itu (57:23).
IV. Ketuhanan Yang Maha Esa
Dan Perikemanusiaan
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara
individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab
penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tetapi jelas
pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah
kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari
dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada
kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian
kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan
apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup
yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan
tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu? Ada,
sebagaimana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya
yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu
secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut
kebenaran mutlak itu "Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian Bab I,
Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah (31:30). Karena
kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran (3:60). Maka dia adalah
Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya pikiran
tentang Tuhan YME.
Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang
ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang
dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna
memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya. Sebagaimana
kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya
tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup
dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna
mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan "karena
Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan (92:19-21).
Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini
percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan
diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut
Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME (3:19).
Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia
atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia
yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME (33:39).
Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan
kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan
bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid
adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak
mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya
adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh
dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan
dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan yang tidak selaras dengan
dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain ialah pemisahan
antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan
ukhrowi antara tugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya,
anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang
menjadi: manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan.
Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality)
yang homogen dan harmonis pada dirinya sendiri: jadi berlawanan dengan
kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan
atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri
dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata (26:226). Kecintaan kepada Tuhan
sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya
memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan
masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa
kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh"
(harfiah: pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran
langsung daripada iman (lihat Qur’an: aamanu
wa’amilushshaalihaat, tdk kurang dari 50 x pengulangan kombinasi kata).
Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena
kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada
perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah
tidak sejati (24:39). Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat
mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar
selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradaban (9:109).
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid,
secara harafiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan.
Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain
kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang
meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada
kemanusiaan (31:13). Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang
karena syirik (6:82). Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri
kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang
mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya (Hadist, “sesunggunya sesuatu yang paling aku
khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah syirik kecil, yaitu riya - pamrih”.
Rawahu Ahmad, hadist hasan). Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu
sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi
karena hendak memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik.
Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia
maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi
setingkat dengan Tuhan (3:64). Demikian pula seseorang yang menghambakan
(sebagaimana dengan tiran atau diktator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat
dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan (28:4). Kedua perlakuan itu merupakan
penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang
lain.
Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang
adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar, seseorang
yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkan sehingga
menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik dan lebih baik
(ikhsan). Maka ketuhanan menimbulkan sikap yang adil kepada sesama manusia
(16:90).
V. Individu Dan Masyarakat
Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan
adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak
asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan
itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan
tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin
memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya
dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu.
Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi
diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul
perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya (43:32). Sebenarnya
perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri: sebab kenyataan yang
penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural
menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda (5:48).
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan
masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya
saja (92:4). Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam
kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk memilih
dari beberapa kemungkinan dan untuk berpindah dari satu lingkungan ke
lingkungan lainnya (17:84, 39:39). Peningkatan kemanusiaan tidak dapat terjadi
tanpa memberikan kepada setiap orang keleluasaan untuk mengembangkan
kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya
dan bakatnya.
Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia
adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat
baik kepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya
pertentangan yang konstan dan keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa
nafsu cenderung kearah merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan
orang karena mengikuti hawa nafsu (12:53, 30:29).
Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu
juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan
tak terbatas atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak
antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan.
Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak
terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang,
kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan
seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak
terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang
lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan
dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang
saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang
lain untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat
yang sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat
yang bahagia (5:2).
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang
tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah
bukanlah penyerahan pasif. Tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa
pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi
satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia (99:7-8). Manusia
merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini
(dalam sejarah) dalam hidup kemudian - sesudah sejarah (9:74, 16:30). Semakin
seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan
kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia
mendekati tujuan (29:69).
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang
nilai dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai
kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki
dengan sesama manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong
ini ialah keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya
persamaan dan kehormatan bagi setiap orang (49:13, 49:10).
VI. Keadilan Sosial Dan
Keadilan Ekonomi
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara
individu dengan masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling
bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada
perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan
dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang
bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan
pribadinya.
Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam
itu satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi (92:8-10). Sudah barang tentu
menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan
keadilan dalam masyarakat (5:8). Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam
masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam
prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena
kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan
keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan
serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan (2:104).
Kualitas terpenting yang harus dipunyainya, ialah
rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada
Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu
adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang
yang seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan,
menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang
sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai
manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting,
dan pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh
sebab itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud
semula dan fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna
melindungi manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan
terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang
mengambil bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan
yang diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing
pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri
(Hadist: “kullukum raain wakullukum mas
uulun ‘an raiyyatih” -Bukhari & Muslim). Oleh karena itu pemerintah
haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri.
Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan
musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu (42:28,
42:42). Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan
pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas
keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas
(hawa nafsu). Adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial
untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia.
Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang musti
dilaksanakan (4:58). Ketaatan rakyat kepada pemerintah yang adil merupakan
ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup
yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan
kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang Kebenaran)
(4:59). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada
kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME (5:45).
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan
berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan
diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian
yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal
batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan
tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh
ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan
pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa
dilain pihak (57:20). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya
jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses
selanjutnya - yaitu bila sudah mencapai batas maksimal - pertentangan golongan
itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan
dan peradabannya (17:16).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan
kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun
realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan
fisik maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah
yang tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari
kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan
orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai
yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar.
Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang
menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang
terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak
terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam
masyarakat (4:160-161, 26:182-183, 2:279, 28:5).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah
penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat
memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan,
kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk
memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu
menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha
akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (2:278-279). Sesudah
syirik, kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan
beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak
mengikuti jalan Tuhan (104:1-3). Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia
ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang
kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar
ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada
manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan
perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh,
mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan
kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang
bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan) (3:110).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada
dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal
ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya
dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat
dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata
(61:2-3).
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan
sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat
diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja
menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu.
Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya
lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai
kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah
menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan
dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja
dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga
melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai
kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang
merupakan pendidikan yang kontinyu, sebagai bentuk formil peringatan kepada
tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan
membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan
kemungkaran (29:45). Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar
(Hadist: “sembahyang adalah tiang agama.
Barangsiapa mengerjakannya berarti menegakkan agama. Barangsiapa
meninggalkannya berarti merobohkan agama” -Baihaqi). Sembahyang
menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang
ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan
sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak (31:30). Pengabdian yang
tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah
sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam hubungan itu telah
terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental
terhadap kemanusiaan.
Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat
pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi
dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan
kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan
pribadi (private ownership) atas harta kekayaan dan adanya perbedaan -
perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun
mental (30:37).
Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan
dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh
masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan
kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah
presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (9:60). Zakat dikenakan
hanya atas harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta
kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum
guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena
itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu
masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak
lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram, dimana penindasan atas
manusia oleh manusia dihapuskan (2:188).
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta
kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan
itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak
bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan
konfiskasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan
dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak
melebihi rata - rata penggunaan dalam masyarakat (25:67). Penggunaan yang
berlebihan (tabzier atau israf) bertentangan dengan perikemanusiaan (17:26-27).
Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam
masyarakat membuat akibat destruktif (17:16). Sebaliknya penggunaan kurang dari
rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat
disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk
manfaat bersama (47:38).
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada
hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan (10:55). Manusia
seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian
yang wajar dari padanya (7:10).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya
bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri
harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum (57:7).
Maka kalau terjadi kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian
harta orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga
(70:24-25). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan
keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan
persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi
agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan
kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas
kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus
membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan
yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang
pantas.
VII. Kemanusiaan Dan Ilmu
Pengetahuan
Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan,
dapatlah disimpulkan dengan pasti bahwa inti dari pada kemanusiaan yang suci
adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh (95:6).
Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya
kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadikanya satu-satunya
tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu
menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang
menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan
menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan
kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana
hal itu harus dilakukan manusia?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan
ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah
adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya
berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu. Demikianlah segala sesuatu
berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak
(Tuhan) (28:88). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan
dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan (6:57).
Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka,
ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari pada gerak maju kedepan
(progresif). Dia adalah dinamis, tidak statis. Dia bukanlah seorang
tradisional, apalagi reaksioner (17:36). Dia menghendaki perubahan terus
menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencarai
kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu
menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umat manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari
dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun
kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam
perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran
mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika
mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri (41:53).
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal
soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas
kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada
Tuhan Yang Maha Esa (35:28). Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan
manusia mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi (58:11).
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai
oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri.
Hubungan yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan
pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya
kepada yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin
dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan
menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi
kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali
mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio (45:13).
Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan
hukum-hukum yang tetap (3:137). Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk
sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemui kejayaan jika
setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang
daripadanya dengan menuruti hawa nafsu (91:9-10).
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga
terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah
pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti
masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang (12:111). Menguasai dan
mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya
kearah kemajuan dan kebaikan.
VIII. Kesimpulan Dan Penutup
Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah
diambil kesimpulan secara garis besar sebagai berikut:
1.
Hidup yang benar dimulai
dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan mendekat serta
kecintaan kepada-Nya, yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis
dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja
nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi
manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang
sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan
berbudaya.
2.
Iman dan takwa dipelihara dan
diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan. Ibadah
mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh
kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala
sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari
pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat yang terus
menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengah alam dan
masyarakat dan sesamanya. Ia tidak melebihkan diri sehingga mengarah kepada
kedudukan Tuhan dengan merugikan kemanusiaan orang lain, dan tidak mengurangi
kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri
kepada alam maupun orang lain Dengan ibadah manusia dididik untuk memilki
kemerdekaannya, kemanusiaannya dan dirinya sendiri, sebab ia telah berbuat
ikhlas, yaitu pemurniaan pengabdian kepada Kebenaran semata..
3.
Kerja kemanusiaan atau amal
saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara
essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran
ruang maupun waktu. Yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap
orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti
usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat
kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah
"amar ma'ruf”, disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan
dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan atau nahi mungkar. Selanjutnya bentuk
kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas
dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan
taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
4.
Kesadaran dan rasa tanggung
jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang.
Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong
royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan
kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan
dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh
sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang
merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh
persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh
- musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia
yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan
kepada orang lain atau golongan lain.
5.
Kerja kemanusiaan atau amal
saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan
berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu, manusia
harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala
bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan
ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan
mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa
kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia
Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari
oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang
kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan
diantaranya yang terbaik.
Dengan demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu
beriman, berilmu dan beramal.
LATAR BELAKANG PERUMUSAN
NDP HMI[2]
Oleh
: Nurcholish Madjid
Sebetulnya tidak ada
masalah apabila kita sebagai orang muslim berpedoman pada ajaran Islam,
memandang segala segala sesuat dari sudut ajaran Islam, termasuk terhadap
masalah-masalah kemasyarakatan, kenegaraan dan Pancasila.
Saya disebut-sebut
sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh Kongres Malang
tahun 1969. Itu terjadi 17 tahun lalu.[3]
Jadi sebagai dokumen organisasi, apalagi organisasi mahasiswa, NDP itu cukup
tua. Oleh karena itu, ada teman bericara tentang NDP dan kemudian mengajukan
gagasan misaalnya untuk tidak mengatakan mengubah-mengembangkan dan sebagainya,
maka saya selalu menjawab, dengan sendirinya memang mungkin untuk diubah dalam
anti dikembangkan.
Values
(nilai-.nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau disitu misalnya ada nilai
Tauhid, tentu saja tidak berubah-ubah. Akan
tetapi pengungkapan dan tekanan pada impliksi NDP itu mungkin bahkan
bisa diubah. Sebab, sepanjang sejarah, Tauhid wujudnya sama, yaitu paham pada
Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi tekanan implikasinya itu berubah-ubah.
Kita bisa lihat tekanan
misi pada rasul-rasul, itu berubah. misalnya Isa A1-Masih (Yesus Kristus)
datang untuk mengubah Taurat. (Agar aku
halalkan bagi kamu sebagian yang diharamkan bagi kamu). Nabi Isa datang
menghalalkan sebagian yang haramkan pada Perjanjian Lama. Jadi, implikasi
Tauhid itu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman. Sebab itu juga menyangkut
masalah interpretasi. Pengungkapan nilai itu sendiri memang tidak mungkin
berubah, tetapi harus dipertahankan apalagi nilai seperti Tauhid. Akan tetapi
karena ada kemungkinan mengubah tekanan dan implikasinya, maka ada ruang untuk
pengembangan-pengembangan. Tidak hanya namanya saja diubah NDP ke NIK (lalu NDP
kembali-pen). Pengembangan adalah tugas/pikiran yang sah dari adik-adik HMI.
Maka dari itu saya persilahkan, kalau misalnya memang ada yang ingin menggarap
bidang ini.
NDP,
Kesimpulan Suatu Perjalanan
Saya ingin bercenita
sedikit. Mungkin ada gunanya walaupun cerita ringan saja. Yaitu bagaimana NDP
itu lahir.
Ahmad Wahib dalam bukunya
Pergolakan Pemikiran Islam yang sangat kontroversial itu menulis bahwa saya
dalam tahun 1968 diundang untuk mengunjungi universitas-universitas di Amerika
yang waktu itu merupakan pusat-pusat kegiatan mahasiswa. Dan kepergian saya ke
Amerika itu mengubah banyak sekali pendirian saya, begitu kata Wahib dalam
bukun itu, maaf saja, tidak benar. Jadi di sini Ahmad Wahib salah. Memang
perlawatan yang dimulai dan Amerika itu banyak sekalii mempengaruhi saya,
tetapi bukan pengalaman di Amerika yang mempengaruhi saya, melainkan justru di
Timur Tengah
Begini ceritanya. Waktu
itu terus terang saja sebetulnya pemerintah Amerika sudah lama melihat potensi
HMI disini (tentu saja pemerintah Amerika seperti yang diwakili oleh Kedutaan
Amenika di sini). Mereka sudah tahu situasi politik Indonesia pada zaman Orde
Lama, ketika Bung Karno mempermainkan atau sebetulnya boleh saja dikatakan
melakukan politik devide et impera,
antara komunis dan ABRI terutama AD. Bagaimana AD itu sangat banyak bekerja
dengan kita. Ini banyak dibaca oleh pemerintah seperti Amerika. Dan karena itu
banyak sekali pendekatan-pendekatan dari orang
kedutaan Amerika itu ke PB HMI. Sebetulnya sudah lama mereka
menginginkan supaya ada tokoh-tokoh HMI yang melihat-lihat Amerika, tetapi memang
waktu itu beluin banyak orang yang bisa
berbahasa Inggris, sehingga saya menjadi orang
mendapat kesempatan pertama.
Kunjungan saya ke
Amerika, sesuai dengan Undangan, hanya berlangsung satu bulan seminggu atau
satu bulan dua minggu. Sistemnya semua dijanim; ada uang harian, uang perdien. Waktu itu dolar belum inflasi;
sehingga uang yang saya peroleh cukup besar, dan saya tentu bisa menghemat.
Uang inilah yang saya pergunakan untuk
keliling Timur Tengah. Saya lakukan itu, secara sederhana.
Kita di Indonesia selama
ini selalu mengaku muslim dan mengklaim diri sebagai pejuang-pejuang Islam.
Untuk terlaksananya ajaran Islam, sekarang perlu melihat sendiri bagaimana
wujud Islam dalam praktik. Begitulah motif saya pergi ke Timur Tengah. Meski
kita tahu, Indonesia memang negara Muslim yang terbesar di bumi, secara
geografis paling jauh dari pusat-pusat Islam, yaitu Timur Tengah, sehingga
menghasilkan beberapa hal, misalnya Muslim Indonesia itu adalah termasuk yang
paling sedikit ter”arab”kan.
Barangkali kita tidak
menyadari banyak keunikan kita, sebagai bangsa Indonesia. Boleh dikatakan
inilah bangsa Asia satu-satunya yang menuliskan bahasa nasionalnya dengan huruf
latin. Semua bangsa Asia menggunakan huruf nasionalnya masing-masing. Hanya
kita yang menggunakan huruf latin. Filipina memang, tetapi Filipina belum bisa
mengklaim mempunyai bahasa nasional. Bahasa Tagalog masih merupakan bahasa
Manila saja.
Kemudian Indonesia
satu-satunya bangsa Muslim juga yang menggunakan huruf latin untuk bahasa
nasionalnya. Semua bangsa muslim itu menggunakan huruf Arab, kecuali tiga:
Turki diseebabkan revolusi Kemal, Bangladesh karena seperti bangsa Asia lain
mempunyai huruf sendiri yaitu huruf Bengali dan Indonesia dikarenakan
penjajahan. Jadi kita itu unik. Dari sudut pandangan dunia Islam, Indonesia
unik. Inilah bangsa Muslim yang kurang tahu huruf Arab, kira-kira begitu.
Jangankan orang Islam Pakistan, Afganistan dan sebagainya, sedangkan orang
India yang Islamnya minoritas, di sana pun mereka menggunakan huruf Arab untuk
menuliskan bahasa Urdu, bahasa mereka. Semuanya begitu. Dari situ saja boleh
kita ambil satu kesimpulan bahwa ke-Islaman di Indonesia itu masih demikian
dangkal sehingga masih ada persoalan yaitu bagaimana menghayati nilai - nilai
Islam itu. Itulah yang mendorong saya pergi ke Timur Tengah.
Waktu saya hendak ke Amerika, saya merasa ogah-ogahan. Akan tetapi biarlah barangkali dari Amerika saya bisa
ke Timur Tengah. Oleh karena itu biarpun di Amerika, sudah kontak dengan
orang-orang dari Timur Tengah, yang kelak ketika saya ke Timur Tengah memang banyak
sekali yang menolong saya. Kunjungan saya ke Timur Tengah saya mulai dari Istanbul, kemudian ke Libanon. Waktu itu
tentu sa Libanon masih aman. Lalu ke Syiria, kemudian Irak, sehingga baru
pertama kalinya saya bertemu Abdurrahman Wahid. Dia yang menyambut. Karena terus terang, walaupun
sama-sama orang Jombang, saya belum pernah kenal. Karena keluarga saya Masyumi,
keluarga dia NU. Jadi baru bertemu di
Baghdad. Dia baik sekali, mengorganisir
teman-teman Indonesia untuk mengambil dan menemani saya ke stasiun bus dari
Damaskus. Lalu saya ke Kuwait, dari Kuwait ke Saudi Arabia melalui Tmur. Banyak
sekali kenangan di situ. Ketika di Riyadh, saya bertemu seseorang yang pernah
saya kenal sejak di Amerika, Dr. Farid Mustafa, seorang tokoh, Doktor Engineering.
Itulah satu-satunya pengalaman saya menjadi tamu keluarga Arab, di sini kalau
makan siang dan malam semua keluarga ikut termasuk istri. Biasanya orang Arab
tidak demikian. Saya tinggal satu minggu di situ dan berkenalan dengan banyak
pelarian Ikhwanul Muslimin.
Kita mengetahui, Ikhwanul Muslimin umumnya beranggotakan
orang-orang Mesir dan orang-orang Syiria. Mereka dikejar-kejar oleh rezim yang
ada di negaranya masing-masing, dan kebanyakan larinya ke Saudi Arabia. Bukan
untuk mendapatkan kebebasan politik, karena di Saudi Arabia sendiri mereka
tidak mendapatkan kebebasan politik. Karena orang Saudi juga tidak suka
terhadap sikap politik mereka. Akan tetapi dari segi ilmu pengetahuan mereka
banyak sekali dihargai. Mereka kemudian
menjadi staf pengajar di Universitas Riyadh. Sejak dari Istanbul saya banyak sekali mengadakan
diskusi kritis. Tentu saya tidak mau hanya mendengarkan saja, tapi juga
membantah, menanyakan dan menentang, termasuk menentang dan segi literatur.
Di Turki saya sampai berkenalan dengan suatu gerakan yang
betul-betul di bawah tanah, yang di Istanbul mereka itu bergerak untuk
membangkitkan Islam, tetapi dengan cara-cara yang menurut sebagian kita agak
kedengaran sedikit kolot. Yaitu melalui sufisme atau gerakan-gerakan tarekat.
Suatu malam Dr. Mustafa di Riyadh mengajak saya ke Universitas Riyadh; ke
Fakultas Farmasi yang akan mengadakan wisuda tamatan Fakultas Farmasi, dimana
Menteri Pendidikan hadir, yaitu Syekh Hasan bin Abdullah Ali Syekh keturunan
Muhammad bin Abdul Wahab, salah seorang pelopor pembaharuan di Arabia yang anak
turunannya selalu menjadi Menteri bidang pengetahuan seperti Menteri
Pendidikan, Menteri Ilmu Pengetahuan dan sebagainya di Saudi Arabia.
Saya tidak tahu apa yang terjadi, pokoknya Dr. Mustafa mengenalkan
saya secara berbisik-bisik kepada Menteri, lalu Menteri itu minta supaya saya
menceritakan tentang gerakan Mahasiswa Islam di Indonesia. Setelah saya
ceritakan, tentu saja dengan bahasa Arab — Alhamdulillah saya sedikit banyak
tahu bahasa Arab karena belajar di pesantren Gontor, sebuah proyek gabungan
antara sistem pendidikan Sumatera Barat (KMI-nya) dan Jawa (pesantrennya) yang
saya kira menjadi proyek yang sangat sukses yang sekarang berkembang di
mana-mana. Menteri itu demikian senangnya dengan keterangan saya, lalu mengundang 10 orang teman kita, HMI,
untuk naik haji tahun itu juga. Selanjutnya, dari Riyadh saya ke Madinah, terus
ke Mekkah, kemudian ke Kharthum untuk bertemu dengan Dr. Hasan Turabi dari Umin
Durman University, tokoh yang sekarang menjadi pusat perhatian di Sudan, oleh
karena dia konseptor dari Islamisasinya Numeiry yang sekarang jatuh
digulingkan. Dari situ saya pergi ke Mesir, kemudian kembali ke Libanon dan
dari situ ke Pakistan.
Pokoknya dari semua tempat itu saya mengadakan diskusi macam-macam.
Dan konklusinya begini: saya kecewa terhadap tingkat intelektualitas kalangan
Islam di Timur Tengah saat itu. Sehingga saya lalu ingat Buya Hamka, ketika
suatu saat Buya minta izin kepada K.H. Agus Salim untuk pergi ke Timur Tengah,
belajar. Jawab K.H. Agus Salim seperti yang dimuat dalam Gema Islam dahulu dan sebagainya, “Malik, kalau kamu mau pergi ke
Mekkah atau Timur Tengah, boleh saja. Kamu akan fasih berbahasa Arab
barangkali. Tetapi paling-paling kamu akan jadi lebai, kalau pulang. Tetapi sebaliknya
kalau kamun ingin mengetahui Islam secara intelek, lebih baik di sini. Belajar
sama saya.” Dan saya setuju dengan pendapat K.H. Agus Salim.
Padahal di sini, di Indonesia, kita sudah bergumul dengan
Marxisme, dengan macam-macam di sini. Indonesia adalah tempat pergumulan
ideologi yang paling seru pada zaman Orde Lama, dan kita survive. Kita sudah
biasa berdialog dengan orang - orang komunis dengan forum-forum mereka, bukan
forum-forum kita. Oleh karena itu kita lebih banyak terlatih dari pada orang-orang
yang saya temui di negara-negara Timur Tengah berkenaan dengan cara melihat apa
yang paling relevan dalam Islam yang harus kita kembangkan. Sampai-sampai waktu
di Riyadh, dengan Dr. Mahmud Syahwi namanya, salah satu tokoh Ikhwanul Muslim,
ketika saya merasa jengkel dengan kekecewaan saya, saya bilang begini saja,
“Daripada Anda kuliahi saya dengan macam-macam yang tidak masuk akal saya,
lebih baik anda kasih saya bahan bacaan yang menurut anda paling penting dan
kalau saya membacanya saya mendapat jawaban”. Lalu saya diberi buku berjudul Majmu Rasail Hasan Al-Banna, kumpulan
tulisan risalah-risalah Hasan Al-Banna, yang waktu itu buku terlarang di Saudi
Arabia. Buku itu diberikan kepada saya, sambil mewanti-wanti, “jangan sampai
ketahuan orang Saudi, karena kalau ketahuan, Saudara akan mengalami kesulitan,
ditahan dan sebagainya. “ Akan tetapi saya senang sekali menerima buku itu dan
kemudian saya baca.
Waktu di Mekkah saya menggunakan waktu paling banyak dua minggu,
saya baca semuanya. Akan tetapi maaf saja, saya tidak mendapat kelebihan dari
tulisan-tulisan orang itu. Ya, dengan segala kekaguman saya kepada Hasan
Al-Banna, tetapi harus banyak sekali tidak setuju dengan isinya. Slogan-slogan
loyalistik itu kebanyakan. Jadi isinya slogan-slogan loyalistik. Bukan
pemecahan masalah. Oleh karena itu, saya tidak merasa begitu sesuai dengan buku
itu. Kemudian di Mekkah saya berusaha untuk mengkhatamkan al-Qur’an dengan
terjemahan dalam bahasa Inggris untuk pengecekan. Kemudian setelah melakukan
berbagai diskusi tadi, saya lihat beberapa hal yang relevan untuk kita. Sampai
sekarang al-Qur’an itu saya simpan dan saya coreti dengan komentar-komentar
saya.
Kemudian saya ke Sudan dan pulang. Dan ketika mendengar janji
Mentri Pendidikan Saudi Arabia untuk naik haji itu saya memang diingatkan oleh
Dr. Mustafa, orang di ibukota Riyadh itu. “Ini janji Arab,” katanya. “Oleh
karena itu, anda harus rajin menagih”. Jadi, ketika sampai di Mekkah, saya
mengirimkan surat. Saya sampai di Madinah, juga begitu. Dan akhirnya alhamdulillah,
terealisir.
Akhirnya Januari 1969
saya pulang ke Indonesia untuk kemudian sibuk untuk merealisir janji dari
Menteri Pendidikan Saudi Arabia itu untuk naik haji yang waktu itu jatuh bulan
Maret. Berarti cuma ada waktu satu bulan, jadi habislah waktu saya untuk
menyiapkan teman-teman naik haji. Sampai di sana, semua teman ikut sakit karena
tidak cocok dengan makanan kecuali saya. Kebetulan saya sudah terbiasa dengan
masakan orang sana. Sampai Zaitun yang disebut di dalam Al-Qur’an saya makan. Karena
perlu diketahui bahwa buah walaupun tidak enak dan agak pahit bagi yang belum
biasa gizinya tinggi sekali dan dapat menghilangkan rasa mual sebagainya. Dan
saya mendapat service dan seseorang di kedutaan San Fransisco, seorang novelis
yang terkenal di Amerika bernama John Ball, yang salah satu bukunya difilmkan
dan mendapat hadiah besar. Dia mengatakan begini, “Saudara harus tahu, berkat
Zaitun inilah orang Yunani dahulu berfilsafat. Karena Zaitun itu tanaman yang
tahan lama sekali dan tetap berbuah.” Pohon itu bisa ribuan tahun bertahan,
dengan buahnya yang begitu tmggi, sehingga orang Yunani itu dulu boleh
dikatakan tidak lagi memikirkan masalah sumber gizi yang tinggi. Cukup menanam
zaitun saja dan sampai sekarang zaitun merupakan komoditi yang penting
negara-negara seperti Italia Yunani dan sebagainya.
Setelah pulang dari haji,
saya ingin menulis sesuatu tentang nilai-nilai dasar Islam. Seluruh keinginan
saya untuk bikin NDP saya curahkan pada bulan April, untuk bisa dibawa ke
Malang pada bulan Mei. Jadi NDP itu sebetulnya merupakan kesimpulan saya dan
perjalanan yang macam-macam di Timur Tengah selama tiga bulan lebih itu. Jadi
sama sekali salah kalau Ahmad Wahib mengatakan itu adalah pengaruh kunjungan di
Amerika. Begitulah singkatnya cerita.
Namanya saja NDP,
Nilai-Nilai Dasar Perjuangan. Tentu saja bahannya itu macam-macam. Saya ingin
menceritakan, mengapa namanya NDP. Sebetulnya teman-teman pada waktu itu dan
saya sendiri berpikir untuk memberikan nama NDI, Nilai-Nilai Dasar Islam, Akan
tetapi setelah saya berpikir, kalau disebut Nilai-Nilai Dasar Islam, maka klaim
kita akan terlalu besar. Kita terlalu mengklaim inilah Nilai-nilai Dasar Islam.
Oleh karena itu, lebih
baik disesuaikan dengan aktivitas kita sebagai mahasiswa. Lalu saya mendapat
ilham dari beberapa sumber. Pertama adalah Willy Eicher, seorang ideolog Partai
Sosial Demokrat Jerman yang membikin buku, The
Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialism. Nilai-nilai
Dasar dan Tuntutan-tuntutan Asasi Sosialisme Demokrat. Nah, ini ada
“nilai-nilai dasar”. Kemudian “perjuangan”-nya dari mana ? Dan karya Syahrir
mengenai ideologi sosialisme Indonesia yang termuat dalam Perjuangan Kita. Dan ternyata Syahrir juga tidak orisinal. Dia
agaknya telah meniru dari buku Hitler, Mein
Kamf. Jadilah Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) itu. Kemudian saya bawa ke
Ma1ang, ke Kongres IX, Mei 1969. Tetapi di sana tentu saja agak sulit
dibicarakan karena persoalannya demikian luas hingga tidak mungkin suatu
Kongres membicarakannya. Lalu diserahkan pada kami bertiga; Saudara Endang
Saifudin Anshari, Sakib Mahmud dan saya sendiri. Nah, itulah kemudian lahir
NDP, yang namanya diubah lagi oleh Kongres ke-16 HMI menjadi NIK (Nilai
Identitas Kader).
Inti NDP
: Beriman, Berilmu, Beramal
Kalau teman-teman melihat
NDP, tentu saja dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama “Dasar
kepercayaan”, Kemanusiaan”, “Kemerdekaan Manusia”, “Ikhtiar dan takdir”. ini
tentu saja banyak sekali unsur dan tulisan H. Agus alim; Filsafat tentang
Tauhid, Takdir dan Tawakal misalnya. Kemudian “Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Prikemanusiaan”, lalu “Individu dan Masyarakat”, “Keadilan Sosial” dan
“Keadilan konomi”, “Kemanusiaan dan Ilmu pengetahuan”, lalu kesimpulan dan
penutup. Saya tidak akan menerangkan semua isi NDP. “Dengan demikian sikap
hidup manusia menjadi sangat sederhana. Yaitu beriman, berilmu dan beramal”.
Ya, biasa, kalau suatu ungkapan yang sudah menjadi klise, itu tidak menggugah
apa-apa. Apa makna beriman, berilmu, beramal, saya kira itu telah menjadi
kata-kata harian.
Saya kira hidup beriman,
tentu saja personal, pribadi
sifatnya. Setiap manusia itu harus menyadañ, tidak bisa tidak harus punya
nilai. Oleh karena itu iman adalah primer. Iman
adalah segalanya. Oleh karena iman disitu adalah sandaran nilai kita.
ini kemudian diungkapkan secara panjang lebar dalam bab Dasar-dasar
Kepercayaan. Kenapa manusia memiliki kepercayaan. Di situ, misalnya, kita
menghadapi satu dilema; satu dilema pada manusia, yang dikembangkan dalam
Syahadat La illaha ilallah. Tiada
Tuhan melainkan Allah. Di sini kita bagi dalam dua, nafyu dan itsbat. Artinya
negasi dan afirmasi. Jadi tidak ada Tuhan melainkan Allah. Mengenai soal ini,
saya prnah terlibat dalam polemik tentang Allah ini, bisa tidak diterjemahkan
dengan Tuhan? Saya berpendapat bisa, tapi banyak sekali orang berpendapat tidak
bisa. Kemudian ada polemik yang saya tidak begitu suka.
Memang para ulama
berselisih mengenai makna Allah ini. Maksudnya ada yang berpendapat bahwa Allah
ini suatu isim jamid, yaitu bahwa
memang Allah itu begitu adanya yang berpendapat bahwa ini sebetulnya berasal
dan al-ilaah. kemudian menjadi Allah.
Jadi menurut mereka yang berpendapat isim
jamid tidak dapat diterjemahkan Allah. Allah tetap Allah. Dan itu banyak
pengikutnya.
Buya Hamka juga pernah
mempunyai persoalan, ketika ditanya orang, “Mengapa Buya Hamka suka bilang
Tuhan, kan tidak boleh? Dan mengapa suka bilang sembahyang, bukan sholat?”
Hamka menjawab, “boleh, sebab Allah itu memang Tuhan, dan sholat juga bisa
diterjemahkan menjadi sembahyang”. Beliau mengutip bahwa dulu di Malaya, Allah
itu diterjemahkan dengan Dewata Raya dan para ulama tidak keberatan.
Tapi sebelum Buya Hamka atau orang Indonesia, yang menghadapi
masalah terjemahan ini ialah orang Persi sebetulnya. Sebab bangsa Muslim yang
pertama bukan orang Arab itu yang besar adalah orang Persi. Memang sebelum itu
orang Syiria, Mesir, semua bukan Arab. Tetapi mungkin karena latar belakang
kultural mereka itu tidak begitu kuat, maka mereka ter-Arabkan sama sekali.
Sehingga orang Mesir sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka semua menjadi orang
Arab. Termasuk Khadafi yang keturunan Kartago, itu juga menjadi orang Arab.
Kalau dari sejarah, Khadafi itu lebih dekat dengan orang-orang Yunani, orang
Romawi dan sebagainya sebagai keturunan Kartago. Libya bukan tempatnya
orang-orang Kartago dulu dan mereka itu lebih anyak orang—orang Quraisy. Tetapi
mereka menjadi Arab dan berbahasa Arab. Maka yang disebut bangsa-bangsa Arab
itu, secara darah sebetulnya sebagian besar bukan orang-orang Arab, tetapi
orang yang berbahasa Arab.
Bangsa Muslim yang pertama bukan Arab dan sampai sekarang tidak
berhasil di-Arabkan adalah bangsa Persi. Padahal secara geografis itu paling
dekat dengan dunia Arab. Mengapa? karena latar belakang kebudayaan Persi yang
besar itu, sehingga mereka tidak bisa di-Arabkan. Oleh karena itu, bangsa
Persilah yang pertama kali menghadapi masalah terjemahan ini Sebab Islam datang
dengan berbahasa Arab. Sehingga mazhab Hanafi yang Abu Hanifah itu sendiri
orang Persi — berpendapat, sembahyang dalam terjemahan itu boleh. Itulah
sebabnya mengapa orang-orang Persi selalu menggunakan Khoda untuk Allah. Kita
mengetahui bahwa bahasa Persi itu adalah satu rumpun dengan bahasa Jerman,
Inggris dan Sansekerta. Sehingga Baitullah misalnya, mereka terjemahkan menjadi
Khanih-e Khoda. Maka dari itu, ketika
zaman modern sekrang ini dan umat Islam mulai menyebar ke mana-mana termasuk ke
negeri-negeri Barat, maka ada persoalan, yaitu kalau Qur’an diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana menerjemahkan? Apakah Allah harus
diterjemahkan menjadi God, ataukah tidak. Itu sudah ada dua pendapat. Misalnya,
The Meaning of the Glorious Qur’an
tidak menerjemahkan perkataan AlIah. Sama sekali tidak. Tetapi sebaliknya Yusuf
Ali yang orang Pakistan, yang tafsirnya juga diterbitkan oleh Rabithah Alam
Islami di Mekkah, menerjemahkan Allah dengan God Sehingga dalam terjemahan dia,
itu tidak ada sama sekali perkataan Allah, karena jadi “God” semua. Dan Khomaeni yang sekarang mendirikan negara Islam di
Iran, Konstitusinya dalam versi bahasa Inggris, menerjemahkan la ilaaha illa-Allah dengan “there is no god but God.” Ini penting,
mengapa ulasan ini agak panjang karena ada implikasinya. Yaitu salah satu
problem kita di Indonesia ini ialah bahwa tradisi intelektual Islam kita masih
muda sekali, sehingga orang sering kehilangan jejak, akhirnya bingung. Buku
Yusuf Ali yang saya beli di Mekkah yaitu ketika saya mengadakan kunjungan ke
beberapa negara ke Timur Tengah diberi pengantar dari sekjen Rabihtah Alam
Islami. Kita bisa melihat sekarang di sini misalnya perkataan Laa ilaaha illa-Allah bagaimana
diterjemahkan. Begitu juga dalam tafsir Muhammad Asad atau dalam Konstitusinya
Khomeini. Kita boleh tidak setuju dengan ajaran Syi’ah, tetapi jangan phobi.
Justru bobot NDP sebetulnya untuk menghilangkan itu. Sedangkan Islam itu
sendiri berada di tengah umat manusia, jadi
kita ini harus Muslim di tengah umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu,
mungkin saudara-saudara juga tahu bahwa saya selalu mengatakan tidak setuju
dengan sensor. Orang boleh tidak dengan tidak setuju dengan suatu paham, tetapi
jangan menyensor.
Karena itu sebenamya, di
Indonesia kata Allah itu diterjemahakan
menjadi kata Tuhan. Menurut saya bisa. Khomeini saja bisa kok, mengapa kita
tidak bisa. Itu Yusuf bisa, bahkan itu diterbitkan oleh Rabitah Alam Islami.
Jadi tiada Tuhan dengan t kecil
(tuhan), kecuali Tuhan itu bisa. Waktu itu saya tidak tahu, bahwa Buya Hamka
pernah menerangkan hal ini, sehingga ketika saya terlibat dalam polemik itu ada
seorang teman yang bersuka rela memberikan kepada saya copy dari polemik Buya
Hamka dengan seseorang melalui surat menyurat. Dan sekarang sudah diterbitkan
dalam sebuah buku, yaitu Hamka Menjawab
Masalah-masalah Agama.
Dalam psikologi agama ada
yang disebut convert complex. Convert
artinya orang yang baru saja memeluk agama. Lalu kompleks, perasaan sebagai
agamawan baru. Misalnya, di masyarakat ada saja bekas tokoh yang kurang senang
pada agama, lalu menjadi fundamentalistik sekali.
Nah, karena tradisi
intelektual kita itu begitu muda, begitu rapuh, kita sering kehilangan jejak.
Kemudian bingung. Ada cerita menyangkut dua orang Minang: H. Agus Salim dan
Sutan Takdir Alisyahbana. Sudah tahulah Takdir Alisyahbana, seorang yang
mengaku sebagai orang yang modern dan sangat rasionalistik, oleh karena itu,
dia pengagum Ibnu Rusd. Dia selalu bilang, dunia ini kan persoalan pertengkaran
antara Ghazali dan Ibnu Rusd. Karena di dunia Islam Ghazali yang menang dan di
dunia Barat Ibnu Rusd yang menang, maka akhirnya Ibnu Rusd yang menjajah Ghazali.
Jadi Indonesia dijajah Belanda itu sebetulnya Ghazali dijajah Ibnu Rusd,
menurut Takdir Alisyahbana. Karena apa? Ghazali mewakili mistisisme,
intuisisme, sedangkan Ibnu Rusd mewakili rasionalisme.
Ada betulnya juga,
meskipun tidak seluruhnya. Suatu saat pak Takdir konon menggugat H. Agus Salim.
Katanya begini, “Pak Haji, pak haji ini kan orang terpelajar sekali, masa masih
biasa sembahyang. Artinya, kok masih mempercayai agama?” Lalu dibilang oleh H.
Agus Salim, “Maksud saudara apa ?“. “Maksud saya, sebagai orang terpelajar saya
tidak nembenarkan sesuatu kecuali kalau saya paham betul”. Betul, memang
begitu. Qur’an sendiri menyatakan begitu. Akan tetapi begini, kita kan
terbatas, karena terbatas kalau rasio kita sudah pol begitu, maka sebagian kita
serahkan kepada iman.” Jadi nasalah iman itu adalah bagian daripada hidup dan
itu adalah kewajiban dari pada rasional kita. Rupanya Takdir belum puas dengan
jawaban itu. Lalu Salim membuat jawaban yang lucu dan benar. Dia bilang begini,
“Begini aja deh, Takdir kan orang Minang. Kan suka pulang ke Minagkabau, pulang
kampung, naik apa?”“naik kapal” jawab Takdir. Rupanya waktu itu belum bisa naik
pesawat, pesawat belum begitu banyak. “Nah kata Agus Salim, “Kamu naik kapal
itu menyalahi prinsipmu “Kamu tidak akan menerima sesuatu kecuali kalau paham
seluruhnya. Jadi asumsinya, kalau kamu naik kapal, adalah kalau sudah paham
tentang seluruhnya yang ada dalam kapal itu. Termasuk bagaimana kapal dibikin,
bagaimana menjalankannya bagaimana kompasnya, bagaimana ini dan sebagainya. Nah
begitu ketika kamu menginjakkan kaki ke geladak kapal Tanjung Priok, itu kan
sudah ada masalah iman. Kamu percaya kepada nakhoda, kamu percaya kepada yang
bikin kapal ini bahwa ini nanti tidak pecah di Selat Sunda dan kamu kemudian
tenggelam. Percaya, percaya dan semua deretan kepercayaan
Agus Salim melanjutkan,
“Sedikit sekali yang kamu ketahui tentang kapal. Paling-paling bagaimana
tiketnya dijual di loketnya saja yang kamu tahu. Pembuatan tiket juga kamu
tidak tahu” katanya. Lalu Salim bilang begini, “Seandainya kamu konsisten
dengan jalan pikiran kamu hai Takdir, mustinya kamu pulang ke Minang itu
berenang. Ya, begitu, sebab berenang itu yang paling memungkmkan usahamu. Itu
saja masih banyak sekali masalah. Bagaimana gerak tangan kamu saja mungkin kamu
tidak paham,” katanya. Lalu ini yang menarik, “nanti kalau kamu berenang, di
Selat Sunda kamu di ombang-ambing ombak dan kamu akan berpegang pada apa saja
yang ada. Dalam keadaan panik, kamu akan berpegang pada apa saja yang ada.
Untung kalau kamu ketemu balok yang mengambang. Akan tetapi kalau kamu ketemu
ranting, itupun akan kamu pegang. Ketemu barang-barang kuning juga kamu
pegang”. Itu kata Agus Salim.
Nah inilah yang saya
maksudkan. Dalam keadaan panik orang sering kehilangan jejak, sering kita
berpegang kepada suatu masalah secara harga mati. Padahal itu ranting, kalau
kita pegang akan tenggelam lagi kita nanti. ini maksud saya. Jadi kembali lagi
pada laa ilaaha illa-Allah di sini
memang ada diIema. Dilemanya, sebagaimana sudah menjadi kenyataan, manusia itu
hidup tidak mungkin tanpa kepercayaan. Terlalu banyak Tuhan. Itu problemanya.
Jadi sebetulnya kalau kita membaca al-Qur’an, problemnya itu bukan bagaimana
membikin manusia percaya pada Tuhan, tetapi bagaimana membebaskan manusia dari percaya
kepada terlalu banyak Tuhan. Karena itu memang ada tema ateisme dalam al-Qur’an
yaitu dahriyyah tapi kecil sekali.
Ateisme itu satu hal yang tidak mungkin. Justru yang ada dan sangat banyak
terjadi pada manusia ialah politeisme. Problema manusia sebetulnya bukan
ateisme yang utama, tetapi politeisme. Oleh karena itu tema-tema al-Qur’an itu
yang dicerminkan dalam perkataan laa
ilaaha ila-Allah, ialah usaha dan ajaran menghancurkan politeisme. Dan
kalau nenghancurkan politeisme kita pergunakan politeisme dalam bahasa
sekarang, akan berbunyi, “bebaskan dirimu dan belenggu-be1enggu yang menjerat
dirimu sendiri.” Sebab semua kepercayaan dan sistem kepercayaan itu
membelenggu. Tetapi kalau manusia idak memiliki kepercayaan sama sekali juga
tidak mungkin. Oleh karena itu harus ada kepercayaan, tetapi kepercayaan itu
harus sedemikian rupa sehingga tidak membelenggu kita, bahkan nenyelamatkan
kita. Itulah kepercayaan kepada Allah, satu-satunya Tuhan, yang Allah ini
adalah the High God, Tuhan Yang Maha
Tinggi. Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu Allah lain dengan Zeus dan Indra yang
merupakan mitologi. Orang Yunani kono itu dulu percaya pada Zeus. Dan Zeus itu
nama dewa dalam mitotologi mereka. Orang Mesir, Ra, kemudian orang India,
Indra.
Jadi masalahnya begini,
manusia ini tidak mungkin hidup kecuali kalau mempunyai kepercayaan. Akan
tetapi kalau terlalu banyak yang dipercayai, akan menjerat manusia sendiri, dan
tidak akan banyak membuat kemajuan. Sementara itu manusia tidak mungkin hidup
tanpa kepercayaan. Oleh karena itu dari sekian banyak kepercayaan harus
disisakan yang paling benar, yaitu la
ilaaha ha-Allah ini. Ini keterangan yang banyak sekali, akan etapi saya mau
meloncat sedikit kepada isolasi agama.
Agama Islam itu satu
rumpun dengan agama Yahudi dan Kristen yang disebut agama Ibrahim. Nah, kita
masih mewwarisi ajaran Nabi Ibrahim, yaitu Inni
Wajjahtu wajhia lillà d Fatharassamawati wal ardha, Hanfam muslima wama ana
minal musyrikin. Itu suatu pernyataan Ibrahim setelah “eksperimennya” dalam
mencari Tuhan. Itu dalam aI-Qur’a yaitu ketika Ibrahim melihat bintang itu
hilang, dia bilang, ah, tidak mungkin Tuhan kok tenggelam, ini bukan Tuhan.
Setelah melihat bulan, kemudian mendapatkan matahari itu lebih besar. Dia pun
bilang inilah Tuhan. Pokoknya setelah eksperimen melalui bintang, bulan,
matahari, yaitu gejala-gejala aIam. Kalau di sini ada masalah pembebasan,
masalah negatif, masalah karena manusia itu cenderung untuk menjadikan apa saja
yang memenuhi syarat sebagai misteri/sebagai Tuhan; sesuatu yang mengandung
misteri, sesuatu yang mengandung kehebatan sesuatu yang mengandung rasa ingin
tahu. Kalau sebuah gunung yang setiap kali meletus dan membawa bencana tidak
bisa diterangkan oleh orang, maka mereka melihatnya sebagai misteri dan
kemudian menyembahnya. Inilah akar tentang syirik sebetulnya.
Jadi, syirik itu
sebetulnya kelanjutan mitologi. Barangkali kita sudah mempelajari bagaimana
lahirnya mitologi. Oleh karena itu,
mitologi secara bahasa lain boleh dikata sebagai kecenderungan manusia untuk
menuju sesuatu yang tidak dipahami. Begitulah kira-kira. Pemimpin yang kita
agung-agungkan, akhirnya berkembang menjadi mitologi terhadap pemimpin kita
itu. Nah, kalau kita menganut mitologi, maka suatu mitos itu pasti menjerat
kita. Kalau misalnya, kita memitoskan gunung, maka tertutup kemungkinan bagi
kita mempelajari apa sebetulnya hakikatnya. Gunung itu mengandung sebuah kekuatan misterius, yang
setiap kali meletus akan menghancurkan sekian banyak orang, sawah ladang dan
sebagainya. Oleh karena itu pendekatan kita kepada gunung itu mengarah kepada
pendekatan keagamaan; disembah. Nah, itulah ontoh mitologi yang menyeret kita.
Jadi artinya, suatu mitologi menutup kemungkinan suatu objek untuk
diteliti secara ilmiah. Seorang ahli vulkanologi misalnya, melihat itu sebagai
sesuatu yang biasa, tidak lagi mengandung misteri. Begitulah kira-kira. Sebab
untuk syarat sebagai tuhan haruslah misteri, tidak bisa dipahami. Jangan lupa
bahwa kita masih banyak mewarisi mengapa hari itu tujuh. Dan Tuhan itu
diandaikan bintang-bintang atau benda-benda langit. Jadi yang paling besar
adalah matahari, kemudian yang kedua adalah rembulan, kemudian bintang seperti
mars, venus dan sebagainya. Itu sebabnya kemudian orang-orang Babilonia
menyediakan setiap hari satu tahun. Nah, itu masih bisa dilihat sampai
sekarang. Misalnya namanya dalam bahasa Inggris, seperti Sunday, itu artinya
hari matahari. Waktu itu orang menyembah matahari. Monday artinya hari
rembulan. Kalau dalam bahasa Francis itu lebih kentara lagi: Mardi (hari mars), Mercredi (hari merkurius), Jeuvi
(harijupiter), Vendredi (hari venus),
Saturday (hari saturnus).
Baru ketika bangsa Semit, bangsa Semit yang sudah bertahuhid yang
dimulai oleh Ibrahim mengambil alih, mitos itu dihapus dan kemudian nama hari
yang tujuh diganti dengan angka. Ahad, Senin, Selasa, itu maksudnya satu, dua,
tiga, dst. tapi hari Sabtunya tetap dipertahankan. Jadi artinya kalau Ibrahim
dahulu itu ada pikiran atau usaha begitu, ada pikiran untuk menyembah bintang,
itu sebetulnya karena ia memang orang Babilonia. Tapi kemudian lihat
kesimpulannya, ketika matahari tenggelam, dia bilang “ah masa tuhan tenggelam“.
Nah, lalu diapun bilang, “Inni wajjahtu
wajhia lilladzi tharassamaawaati wal ard”. Sesungguhnya akau menghadapkan
wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi ini. Jadi, “Janganlah
kamu bersujud kepada matahari dan rembulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang
menciptakannya.”
Nah, jadi meskipun matahari itu sampai sekarang belum seluruhnya
kita pahami, artinya masih mengandung misteri, ada potensi untuk paham. Karena
itu matahari tidak akan memenuhi syarat sebagai Tuhan, karena suatu saat akan
dipahami manusia. Begitu juga seluruh alam ini. Di situlah kita bisa melihat
mengapa Allah menjanjikan: “Kami akan
perlihatkan tanda-tanda-Ku seluruh cakrawala dan dalam diri mereka sendiri,
sehingga terlihat bagi mereka bahwa Allah itu benar”. Artinya, orang akan
haqqul yaqin bahwa Allah itu benar bila seluruh alam ini sudah dipahami, bisa
dipahami, sehingga tidak tersisa misteri lagi. Dengan perkataan lain bahwa
Allah itu Allah, oleh karena itu yang tidak bisa dipahami manusia. Tuhan itu
adalah yang tidak mungkin dipahami manusia, dan sebetulnya konteks ketuhan
menurut Tauhid itu adalah konteks mengenai misteri, laisa kamislihi syai’un (tiada sesuatu yang sebanding dengan Dia).
Jadi Dia tidak bisa digambarkan, tidak dapat dipahami. Sebab Allah itu mutlak.
Perkataan memahami Tuhan itu kontradiksi inter-
minus. Sebab memahami berarti mengetahui batas-batasnya. Jadi, kalau
memahami Tuhan berarti sudah apriori bahwa Tuhan terbatas, terjangkau oleh
kita.
Oleh karena itu, kalau Allah itu memang mutlak, maka dia tidak
dapat dipahami. Sebetulnya ini kontroversi yang lama di kalangan umat Islam.
Yaitu antara Mu’tazilah dan Asy’ary mengenai isu mengenai apakah manusia itu
bisa melihat Tuhan atau tidak, di surga nanti. Menurut Mu’tazilah tetap tidak
bisa, sedangkan menurut asy’ariyah bisa, meskipun selalu ditutup dengan bila kaifa, tanpa bagaimana. Jadi
sebetulnya antara keduanya tidak ada perbedaan. Kalau tanpa bagaimana berarti
tanpa bisa diketahui sendiri. Mengetahui tanpa bisa diketahui. Mengetahui tanpa
bisa mengetahui bagaimana mengetahui itu. Itu
bila kaifa dari sistem
Asy’ariyah yang banyak dianut sebagian dari kita yang berpaham Sunni.
Yang jelas adalah bahwa dalam al-Qur’an, ajaran yang dominan itu
bukan tentang mengetahui Tuhan, tapi mendekat pada Tuhan. Jadi taqarrub itu,
mendekati Tuhan. Allah adalah asal dan tujuan segala yang ada dalam hidup ini.
Oleh karena itu, perjalanan hidup kita sebetulnya menuju kepada Allah. Maka
dari itu disebutlah di sini dalam bahasa yang sedikit kontemporer, kesadaran
mengorientasikan hidup kepada Allah. Oleh karena itu, seluruh perbuatan kita
haruslah Lillahita ‘ala. Jadi justru harus menuju pada Allah Subhanahu
Wata’ala. Dan ini yang kita ungkapkan dengan berbagai ungkapan, termasuk ridha,
ridhallah. Dalam al-Qur’an disebutkan “mencari muka Tuhan”. Jadi kita itu
memang mencari muka, yaitu mencari muka Tuhan, artinya bagaimana melakukan
sesuatu yang berkenan pada Tuhan, mendapatkan ridha-Nya.
Kita menuju kepada Allah, jadi selalu mendekat, taqarrub kepada Allah. Nah, kita
mendekati Tuhan itu adalah dinamis; iman itu dinamis, bisa berkurang dan bisa
bertambah. Artinya dinamis, sebab manusia itu dengan segala keterbatasannya
kemungkinan besar dia membuat kesalahan. Oleh karena itu dia harus mengikuti
garis yang lurus membentang antara dirinyya dan Allah, yaitu Al-shshirot al-mustaqiim. Jalan yang
lurus, lurus itu terhimpit dengan hati nurani kita, dengan fitrah kita. Sudah
banyak sekali diterangkan dalam NDP tentang peranan hati nurani yang
kadang-kadang disebut juga dhamier
dan sebagainya itu. Dhamier, fitrah
atau hati nurani itu adalah kesadaran yang dalam pada diri kita tentang apa
yang baik dan buruk, dan apa yangbenar dan salah. Itu tentu saja tidak bisa dibiarkan sendinian,
tapi harus ditolong oleh suatu ajaran. Di sini kemudian ajaran agama untuk
menguatkan apa yang ada pada hati nurani. Oleh arena itu menurut Ibnu Taymiyyah
agama itu tiada lain adalah fitrah yang diwahyukan, atau fitrah yang
diturunkan. Selain ada fitrah yang diciptakan pada diri kita, juga ada fitrah
yang diwahyukan. Itulah agama. Jadi artinya agama itu adalah fitrah yang
diturunkan dari langit oleh Allah Subhanahu Wataala, untuk memperkuat fitrah
yang ada dalam diri kita sendini. Mungkin teman-teman juga pernah mendengar
Robinson Cruso.
Robinson Crusoe adalah
novel yang dikarang Daniel Deboe, menceritakan tentang seseorang yang terdampar
di pulau dan hidup sendiri dengan segala romantikanya. Itu sebetuIn adalah plagiat dari seorang filsuf
muslim, namanya Ibn Thufayl Yaitu suatu karya yang namanya Al-Hay Ibnu Yaqdzan. ” Orang Hidup, Anak kesadarannnya sendiri.”.
Ini sebetulnya sebuah kisah filosofis berdasarkan konsep tentang fitrah itu.
Karena manusia itu — seperti dikatakan oleh hadits “alwaladu yuladu ‘ala al-fitrah ‘ dilahirkan dalam keadaan suci.
Maka seorang filsuf Muslim ini membuat hipotesa kalau seandainya manusia itu
hidup dengan konsisten mendengarkan kesadarannya sendiri dan bebas dan polusi
budaya, polusi kultural (orang ini dikatakan bagai hidup di sebuah pulau
sendirian). Kalau orang ini masih seperti itu, dia akan menjadi manusia
sempurna: insan kamil, maka
sebetulnya novel ini yang berurusan dengan persoalan insan kamil dalam konsep sufi itu. Inilah yang diplagiat oleh
Daniel Deboe dan menjadi Robinson Crusoe. Sebetulnya ada urusannya dengan
fitrah mi.
Jadi fitrah itu kemudian diperkuat oleh agama. Nah agama mi yang
kemudian memberi kesadaran tentang bagaimana Allah itu harus dipersepsi, misalnya
dengan ayat-ayat dan Tauhid dan sebagainya itu. Dan manusia harus berjalan pada
jalan ini menuju kepada Allah. Tapi karena Allah itu mutlak, maka Dia bakalan
tidak bisa dicapai. Kita tidak akan bisa mencapai Tuhan dalam arti menguasai.
Sebab itu akan berarti Tuhan itu terbatas. Jadi kontradiksi lagi dengan
pemutlakan Tuhan. ini mempunyai implikasi bahasa kebenaran yang ada pada benak
manusia itu tidak pernah merupakan kebenaran mutlak, sebab keterbatasan kita.
Akan tetapi, tidak berarti bahwa kebenaran yang ada dari kita itu lalu kita
buang begitu saja, karena relatif. Itu tidak
bisa tidak. Misalnya saja kita dan Jakarta ini mau ke Bandung. Tentu
saja sebagai analogi, Bandung menjadi tujuan kita. Tapi dari Jakarta tidak bisa
begitu saja kita loncat ke Bandung. kita harus melalui Cibinong, melalui Bogor,
melalui Puncak dan sebagainya. Nah itulah yang kita alami dalam hidup, yaitu
Cibinong, Bogor, Cianjur, sampai Padalarang dan sebagainya. Akan tetapi tidak
berarti karena itu kita tahu Cibinong bukan Bandung maka sudahlah kita tak usah
ke Cibinong karena tujuannya Bandung. Soalnya ialah Bandung tidak bisa dicapai,
kecuali melalui Cibinong. Kebenaran mutlak tidak bisa dicapai kecua1i dengan
eksperimen relatif, kecuali dengan mengalami kebenaran-kebenaran relatif. Jadi
kebenaran relatif apa pun yang kita alami, itu harus kita pegang, tetapi karena
pada waktu yang sama kita tahu bahwa ini kebenaran yang relatif, maka kita
harus nemegangnya sedemikian rupa sehingga harga tidak mati. karena kita tahu
Cibmong bukan tujuan kita, Cibinong harus kita lewati, tetapi kita harus segera
menuju Bogor, segera menuju ke Puncak, ke Padalarang dan seterusnya.
Nah, oleh karena itu dinamis. Disini lalu kemudian bergerak terus
menerus. Itulah sebabnya mengapa agama itu, agama Islam terutama, selalu
dilukiskan sebagai jalan. Ini penting
sekali. Kita melihat, agama Islam itu dulu selalu disebut sebagai jalan. Shirat itu artinya jalan. Kemudian tadi
syari’ah itu juga jalan. Kemudian ada lagi, maslak
itu juga jalan. Jadi agama itu dilukiskan sebagai jalan oleh karena mendekati
Tuhan itu tidak harus sekali jadi, tetapi harus berproses. Dalam proses inilah
pentingnya ijtihad. Maka dari itu kemudian ijtihad harus terus menerus
dilakukan. Karena, Tuhan tidak pernah bisa untuk dicapai tapi kita harus
dituntut untuk mendekatkan diri pada Fuhan, semakin dekat, maka ada proses
dinamis, dan itu jadi ijtihad.
SebetuInya akar ijtthad itu ia1ah j, h, dan d. Jadi sama
dengan jihad. Satu akar kata dengan jihad. Satu akar juga dengan juhd, juga dengan mujahadah, yang semua
itu sebetulnya sama dengan jihad. Jadi mengandung makna bekerja keras, bekerja
dengan sungguh-sungguh. Mujahadah. Lalu di sini, “walladziina jaahadu fina
lanahdiyannahum subulana “, Barangsiapa bersungguh-sungguh berusaha untuk
mendekati Tuhan, maka akan Tuhan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan. Nah
kebetulan ke Cibubur ini tadi saya melewati Jagorawi sedikit Jagorawi ini jalan
ashshirotolmustaqim, tetapi di situ
banyak jalur. Misalnya yang sudah matang
dalam Islam, itu ada jalur sufi, jalur fiqh, dll. Orang yang versi
ke-Islamannya itu sufisme apakah anda akan mengatakan bahwa orang-orang sufi
itu sesat? Saya kira kita tidak berhak mengatakan begitu. Ada yang persepsinya
kepada Islam itu hukum.
Jadi, masalah agama
adalah masalah hukum. Ada yang persepsinya teologis, mutakallimun, ada yang persepsinya masalah filsafat dan banyak
sekali jalan-jalannya menuju Tuhan ini. Juga disebutkan, jalan menuju Tuhan itu
subulussalam “berbagai jalan menuju
keselamatan”. Mengapa begitu’ .Jadi dengan iman kita mengorientasikan hidup
kita kepada Allah Inna lillahi wainna
ilaihi rojiun.
Kemudian, berilmu, karena
perjalanan menuju Allah itu meskipun mengikuti al-shirot al-mustaqim dan berhimpit dengan hati nurani kita, tapi
disitu ada masalah perkembangan. Oleh karena itu harus berilmu, harus
mujahadah. Jihad atau mujahadah di sini ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan.
Semua itu tentu saja tidak mempunyai arti apa-apa, sebelum kita amalkan,
kita wujudkan dalam amal perbuatan itu.
Maka dari itu ideologi misalnya, tidak bisa menjadi mutlak. Ideologi itu
berkembang, ilmu pengetahuan pun berkembang, tidak ada yang benar-benar mutlak.
Lihat saja itu dulu, pada zaman sahabat, itu tidak ada sifat dua puluh. Maka
sifat dua puluh itu muncul oleh Asy’ari oleh karena ada persoalan yaitu
bagaimana membendung pengaruh dari hellenisme melalui filsafat Yunani, yang
pada waktu itu mulai gejala mengancam Islam itu sendiri. Maka kemudian dia
tampil dengan sifat dua puluh itu.
Saya terangkan begitu, dengan kata lain kita harus menyejarah,
bersatu dengan suatu konsep historis dan karena itu kita menjadi dinamis, terus
berkembang, tidak ada yang harga mati. Oleh karena itu, orientasi hidup kepada
Allah yang dalam bahasa agamanya beriman kepada Allah itu sering kali dalam al-Qur’an
itu dikontraskan dengan beriman kepada Thaghut. Thaghut itu siapa? Thaghut itu
tiada lain adalah tirani, sikap-sikap tirani. Tiranisme. Kenapa disebut tirani?
Yang disebut tirani dah sikap memaksakan suatu kehendak kepada orang lain. Oleh
sebab itu, Nabi atau Rasulullah sendiri sudah diingatkan, kamu jangan jadi
tiran. “Innama anta muzakkir, lasta
alaihim biimushaitir” Hai
Muhammad, kamu itu cuma memperingatkan, tidak untuk mengancam orang, memaksa
orang. Muhammad itu manusia biasa, maka itu suatu saat juga tergoda untuk
memaksakan pahamnya kepada orang lain. Lalu Allah pun turun dengan Firmannya
yang berat sekali pada surat Yunus ayat 101. “Kalau seandainya Tuhanmu mau hai Muhammad, menghendaki semua manusia
tanpa kecuali akan beriman, apakah kamuu akan memaksa setiap orang supaya
menjadi beriman?” Tidak boleh, sebab walaupun dia rasul Allah, kalau dia
sudah memaksa, dia sudah terjerembab ke dalam tirani. Thaghut. Tentu saja
tirani yang paling berbahaya ialah tirani politik. Artinya tirani yang asasi
betul. Oleh karena itu tokoh simbol dari pada tiranisme dalam al-Qur’an itu
selalu Fir’aun. Agama Islam adalah agama yang sama sekali tidak membenarkan
tirani, oleh karena itu salah satu konsekuensi berorientasi hidup kepada Allah
itu adalah sikap-sikap demokratis, sikap bermusyawarah dan sebagainya. Jadi,
begitu kira-kira cakupan seluruhnya itu. Titik berat argumen dalam NDP itu
sebetulnya demikian. Di dalam NDP kita tidak berbicara mengenai bagaimana orang
sholat, bagaimana orang zakat dan sebagainya, tetapi kita membatasi pembicaraan
kepada hal-hal prinsipil dan strategis, yaitu nilai-nilai dasar yang akan
langsung mempengaruhi cara berpilkir kita, pandangan hidup kita.

3
MEMORI
PENJELASAN TENTANG
ISLAM
SEBAGAI AZAS HMI
“Hari ini telah Kusempurnakan
bagi kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu: (QS. Al-Maidah : 3).
“Dan mereka yang berjuang
dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai
tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat
(progresif) (QS. Al-Ankabut : 69).
Islam sebagai ajaran yang
haq dan sempurna hadir di bumi diperuntukkan untuk mengatur pola hidup manusia
agar sesuai fitrah kemanusiaannya yakni sebagai khalifah di muka bumi dengan
kewajiban mengabdikan diri semata-mata ke hadirat-Nya.
Iradat Allah Subhanu
Wata’ala, kesempurnaan hidup terukur dari personality manusia yang integratif
antara dimensi dunia dan ukhrawi, individu dan sosial, serta iman, ilmu dan
amal yang semuanya mengarah terciptanya kemaslahatan hidup di dunia baik secara
induvidual maupun kolektif.
Secara normatif Islam
tidak sekedar agama ritual yang cenderung individual akan tetapi merupakan
suatu tata nilai yang mempunyai komunitas dengan kesadaran kolektif yang memuat
pemaham/kesadaran, kepentingan, struktur
dan pola aksi bersama demi tujuan-tujuan politik.
Substansi
pada dimensi kemasyarakatan, agama memberikan spirit pada pembentukan moral dan
etika. Islam yang menetapkan Tuhan dari segala tujuan menyiratkan perlunya
peniru etika ke Tuhanan yang meliputi sikap rahmat (Pengasih), barr (Pemula),
ghafur (Pemaaaf), rahim (Penyayang) dan (Ihsan) berbuat baik.
Totalitas dari etika tersebut menjadi kerangka pembentukan manusia yang kafah (tidak
boleh mendua) antara aspek ritual dengan aspek kemasyarakatan (politik,
ekonomi dan sosial budaya).
Adanya kecenderungan
bahwa peran kebangsaan Islam mengalami marginalisasi dan tidak mempunyai peran
yang signifikan dalam mendesain bangsa merupakan implikasi dari proses yang
ambigiutas dan distorsif. Fenomena ini ditandai dengan terjadinya mutual
understanding antara Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai ideologi.
Penempatan posisi yang antagonis sering terjadi karena berbagai kepentingan
politik penguasa dari politisi-politisi yang mengalami split personality.
Kelahiran HMI dari rahim
pergolakan revolusi phisik bangsa pada tanggal 5 Februari 1974 didasari pada
semangat mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islaman dalam berbagai aspek ke
Indonesian.
Semangat nilai yang menjadi
embrio lahirnya komunitas Islam sebagai interest group (kelompok kepentingan)
dan pressure group (kelompok penekanan). Dari sisi kepentingan sasaran
yang hendak diwujudkan adalah terutangnya nilai-nilai tersebut secara normatif
pada setiap level kemasyarakatan, sedangkan pada posisi penekan adalah
keinginan sebagai pejuang Tuhan (sabilillah) dan pembelaan mustadh’afin.
Proses internalisasi
dalam HMI yang sangat beragam dan suasana interaksi yang sangat plural
menyebabkan timbulnya berbagai dinamika ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan
didasari rasionalisasi menurut subyek dan waktunya.
Pada tahun 1955 pola
interaksi politik didominasi pertarungan ideologis antara nasionalis, komunis
dan agama (Islam). Keperluan sejarah (historical necessity) memberikan
spirit proses ideologisasi organisasi. Eksternalisasi yang muncul adalah
kepercayaan diri organisasi untuk “bertarung” dengan komunitas lain yang
mencapai titik kulminasinya pada tahun 1965.
Seiring dengan
kreatifitas intelektual pada Kader HMI yang menjadi ujung tombak pembaharuan
pemikiran Islam dan proses transformasi politik bangsa yang membutuhkan suatu
perekat serta ditopang akan kesadaran sebuah tanggung jawab kebangsaan, maka
pada Kongres ke-X HMI di Palembang, tanggal 10 Oktober 1971 terjadilah proses
justifikasi Pancasila dalam mukadimah Anggaran Dasar.
Orientasi aktifitas HMI
yang merupakan penjabaran dari tujuan organisasi menganjurkan terjadinya proses
adaptasi pada jamannya. Keyakinan Pancasila sebagai keyakinan ideologi negara
pada kenyataannya mengalami proses stagnasi. Hal ini memberikan tuntutan
strategi baru bagi lahirnya metodologi aplikasi Pancasila. Normatisasi
Pancasila dalam setiap kerangka dasar organisasi menjadi suatu keharusan agar
mampu mensuport bagi setiap institusi kemasyarakatan dalam mengimplementasikan
tata nilai Pancasila.
Konsekuensi yang
dilakukan HMI adalah ditetapkannya Islam sebagai identitas yang mensubordinasi
Pancasila sebagai azas pada Kongres XVI di Padang, Maret 1986.
Islam yang senantiasa
memberikan energi perubahan mengharuskan para penganutnya untuk melakukan
invonasi, internalisasi, eksternalisasi maupun obyektifikasi. Dan yang paling
fundamental peningkatan gradasi umat diukur dari kualitas keimanan yang datang
dari kesadaran paling dalam bukan dari pengaruh eksternal. Perubahan bagi HMI
merupakan suatu keharusan, dengan semakin meningkatnya keyakinan akan Islam
sebagai landasan teologis dalam berinteraksi secara vertikal maupun horizontal,
maka pemilihan Islam sebagai azas merupakan pilihan dasar dan bukan implikasi
dari sebuah dinamika kebangsaan.
Demi tercapainya
idealisme ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, maka HMI bertekad Islam dijadikan
sebagai doktrin yang mengarahkan pada peradaban secara integralistik,
trasedental, humanis dan inklusif. Dengan demikian kader-kader HMI harus berani
menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta prinsip-prinsip demokrasi
tanpa melihat perbedaan keyakinan dan mendorong terciptanya penghargaan Islam
sebagai sumber kebenaran yang paling hakiki dan menyerahkan semua demi ridho-Nya.

4
TAFSIR TUJUAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
I.
Pendahuluan
Tujuan
yang jelas diperlukan untuk suatu organisasi, hingga setiap usaha yang
dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur. Bahwa
tujuan suatu organisasi dipengaruhi oleh suatu motivasi dasar pembentukan,
status dan fungsinga dalam totalitas dimana ia berada. Dalam totalitas
kehidupan bangsa Indonesia, maka HMI adalah organisasi yang menjadikan Islam
sebagai sumber nilai. Motivasi dan inspirasi bahwa HMI berstatus sebagai
organisasi mahasiswa, berfungsi sebagai organisasi kader dan yang berperan
sebagai organisasi perjuangan serta bersifat independen.
Pemantapan fungsi kekaderan HMI ditambah dengan
kenyataan bahwa bangsa Indonesia sangat kekurangan tenaga intelektual yang
memiliki keseimbangan hidup yang
terpadu antara pemenuhan tugas
duniawi dan ukhrowi, iman dan ilmu,
individu dan masyarakat, sehingga peranan kaum intelektual yang semakin besar
dimasa mendatang merupakan kebutuhan yang
paling mendasar.
Atas faktor tersebut, maka HMI menetapkan tujuannya sebagaimana dirumuskan
dalam pasal 4. AD ART HMI yaitu :
“Terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi allah subhanahu
wataalah”.
Dengan rumusan tersebut, maka
pada hakekatnya HMI bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan
kualitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif
merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensi
anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar
dan efektif.
II. Motivasi Dasar Kelahiran Dan Tujuan
Organisasi
Sesungguhnya
Allah SWT telah mewahyukan Islam
sebagai agama yang Haq dan sempurna
untuk mengatur umat manusia agar berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai
Khalifatullah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata
kehadiratnya.
Kehidupan
yang sesuai dengan fitrah manusia tersebut adalah kehidupan yang seimbang dan
terpadu antara pemenuhan dan kalbu, iman
dan ilmu, dalam mencapai kebaha giaan
hidup di dunia dan ukhrowi. Atas keyakinan ini, maka HMI menjadikan Islam selain sebagai motivasi
dasar kelahiran juga sebagai sumber nilai, motivasi dan inpirasi. Dengan
demikian Islam bagi HMI merupakan
pijakan dalam menetapkan tujuan dari usaha organisasi HMI.
Dasar
Motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Karena Islam adalah
ajaran fitrah, maka pada dasarnya tujuan
dan mission Islam adalah juga merupakan tujuan daripada kehidupan manusia yang
fitri, yaitu tunduk kepada fitrah kemanusiaannya.
Tujuan
kehidupan manusia yang fitri adalah kehidupan yang menjamin adanya
kesejahteraan jasmani dan rohani secara seimbang atau dengan kata lain
kesejahteraan materiil dan kesejahteraan spirituil.
Kesejahteraan
yang akan terwujud dengan adanya amal saleh (kerja kemanusiaan) yang
dilandasi dan dibarengi dengan keimanan yang benar. Dalam amal kemanusiaan
inilah manusia akan dapatkan kebahagian dan kehidupan yang sebaik-baiknya.
Bentuk kehidupan yang ideal secara
sederhana kita rumuskan dengan
“kehidupan yang adil dan makmur”.
Untuk
menciptakaan kehidupan yang demikian. Anggaran dasar menegaskan kesadaran
mahasiswa Islam Indonesia untuk merealisasikan nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Easa, Kemanusian Yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah
Dalam Kebijaksanaan/Perwakilan serta mewujudkan Keadilan Bagi Seluruh Indonesia
dalam rangka mengabdikan diri kepada
Allah SWT.
Perwujudan
daripada pelaksanaan nilai-nilai
tersebut adalah berupa amal saleh atau
kerja kemanusiaan. Dan kerja kemanusiaan ini akan terlaksana secara benar dan
sempurna apabila dibekali dan didasari oleh iman dan ilmu pengatahuan. Karena
inilah hakekat tujuan HMI tidak lain adalah pembentukan manusia yang beriman
dan berilmu serta mampu menunaikan tugas kerja kemanusiaan (amal saleh).
Pengabdian dan bentuk amal saleh inilah pada hakekatnya tujuan hidup manusia,
sebab dengan melalui kerja kemanusiaan, manusia mendapatkan kebahagiaan.
III. Basic Demand Bangsa Indonesia
Sesunguhnya kelahiran HMI
dengan rumusan tujuan seperti pasal 4 Anggaran Dasar tersebut adalah dalam rangka menjawab dan memenuhi kebutuhan dasar
(basic need) bangsa Indonesia setelah mendapat kemerdekaan pada tanggal
17 Agustus 1945 guna memformulasikan dan
merealisasikan cita-cita hidupnya. Untuk memahami kebutuhan dan tuntutan
tersebut maka kita perlu melihat dan memahami keadaan masa lalu dan kini.
Sejarah Indonesia dapat kita bagi dalam 3 (tiga) periode yaitu:
a)
Periode (Masa)
Penjajahan
Penjajahan pada dasarnya adalah perbudakaan. Sebagai bangsa
terjajah sebenarnya bangsa Indonesia pada waktu itu telah kehilangan kemauan
dan kemerdekaan sebagai hak asasinya. Idealisme dan tuntutan bangsa Indonesia
pada waktu itu adalah kemerdekaan. Oleh karena itu timbullah pergerakan
nasional dimana pimpinan-pimpinan yang dibutuhkan adalah mereka yang mampu
menyadarkan hak-hak asasinya sebagai suatu bangsa.
b)
Periode (Masa) Revolusi
Periode
ini adalah masa merebut dan
mempertahankan kemerdekaan. Berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa serta didoorong oleh keinginan yang luhur
maka bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam periode ini yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia adalah adanya persatuan
solidaritas dalam bentuk mobilitas kekuatan fisik guna melawan dan
menghancurkan penjajah. Untuk itu dibutuhkan adanya “solidarity making” diantara
seluruh kekuatan nasional sehingga dibutuhkan adanya pimpinan nasional tipe solidarity
maker.
c)
Periode (Masa) Membangun
Setelah
Indonesia merdeka dan kemerdekaan itu mantap berada ditangannya maka timbullah
cita-cita dan idealisme sebagai manusia yang bebas dapat direalisir dan
diwujudkan. Karena periode ini adalah periode pengisian kemerdekaan, yaitu guna
menciptakan masyarakat atau kehidupan yang adil dan makmur. Maka mulailah
pembangunan nasional. Untuk melaksanakan pembangunan, faktor yang sangat
diperlukan adalah ilmu pengetahuan.
Pimpinan
nasional yang dibutuhkan adalah negarawan yang “problem solver” yaitu
tipe “administrator” disamping ilmu pengetahuan diperlukan pula adanya
iman/akhlak sehingga mereka mampu
melaksanakan tugas kerja kemanusiaan (amal saleh). Manusia yang demikian
mempunyai garansi yang obyektif untuk menghantarkan bangsa Indonesia ke dalam
suatu kehidupan yang sejahtera adil dan makmur serta kebahagiaan. Secara
keseluruhan basic demand bangsa Indonesia adalah terwujudnya
bangsa yang merdeka, bersatu dan
berdaulat, menghargai HAM, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dengan tegas tertulis dalam Pembukaan
UUD 1945 dalam alinea kedua.
Tujuan 1 dan 2 secara formal telah kita capai tetapi tujuan ke-3 sekarang sedang kita
perjuangkan. Suatu masyarakat atau kehidupan yang adil dan makmur hanya akan ter bina dan terwujud dalam suatu pembaharuan dan pembangunan terus
menerus yang dilakukan oleh manusia-manusia yang beriman, berilmu pengetahuan
dan berkepribadian, dengan mengembangkan nilai-nilai kepribadian bangsa.
IV. KUALITAS INSAN
CITA HMI
Kualitas
insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman
dan berilmu pengetahuan serta mampu
melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitasnya adalah sebagai berikut :
a.
Kualitas
Insan Akademis
a)
Berpendidikan
Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
b)
Memiliki
kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan.
Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.
c)
Sanggup
berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya,
baik secara teoritis maupun tekhnis dan
sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara
bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan.
b.
Kualitas
Insan Pencipta : Insan Akademis, Pencipta
a)
Sanggup
melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan
bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan
bersikap dengan bertolak dari apa yang
ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu
mencari perbaikan dan pembaharuan.
b)
Bersifat
independen, terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian
potensi, sehingga dengan demikian kreatifnya dapat berkembang dan menentukan
bentuk yang indah-indah.
c)
Dengan
memiliki kemampuan akademis dan mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang
disemangati ajaran islam.
c.
Kualitas
Insan Pengabdi : Insan Akdemis, Pencipta, Pengabdi
a)
Ikhlas dan
sanggup berkarya demi kepentingan ummat dan bangsa.
b)
Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya
sanggup membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi
baik.
c)
Insan
akdemis, pencipta dan pengabdi adalah
insan yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan
ilmunya untuk kepentingan umat dan bangsa.
d.
Kualitas
Insan yang bernafaskan islam : Insan
Akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam
a)
Islam yang
telah menjiwai dan memberi pedoman pola fikir dan pola lakunya tanpa memakai
merk Islam. Islam akan menajdi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan
dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan
menjiwai karyanya.
b)
Ajaran
Islam telah berhasil membentuk “unity personality” dalam dirinya. Nafas Islam
telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema pada dirinya sebagai
warga negara dan dirinya sebagai muslim. Kualitas insan ini telah
mengintegrasikan masalah suksesnya pembangunan nasional bangsa kedalam
suksesnya perjuangan umat islam Indonesia dan sebaliknya.
e.
Kualitas
Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
oleh Allah SWT
a)
Insan
akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
b)
Berwatak,
sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatannya dan sadar dalam menempuh jalan yang benar diperlukan
adanya keberanian moral.
c)
Spontan
dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh
dari sikap apatis.
d)
Rasa
tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran
aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi Allah SWT.
e)
Evaluatif
dan selektif terhadap setiap langkah
yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
f)
Percaya
pada diri sendiri dan sadar akan
kedudukannya sebagai “khallifah fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas
kemanusiaan.
Pada pokoknya
insan cita HMI merupakan “man of
future” insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil
atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu
bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan
yang dicita-citakan. Tipe ideal dari hasil perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta
pembantu). Penyuara “idea of progress” insan yang berkeperibadian
imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa
kepada Allah Allah SWT. Mereka itu
manusia-manusia uang beriman berilmu dan mampu
beramal saleh dalam kualitas yang
maksimal (insan kamil)
Dari
lima kualitas insan cita tersebut pada dasarnya harus memahami dalam tiga
kualitas insan Cita yaitu kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta dan
kualitas insan cita. Ketiga insan kualitas pengabdi tersebut merupakan insan
islam yang terefleksi dalam sikap senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil dan makmur yang ridhoi Allah SWT.
V. Tugas Anggota HMI
Setiap anggota HMI berkewajiban meningkatkan kualitas
dirinya menuju kualitas insan cita HMI. Untuk itu setiap anggota HMI harus
mengembangkan sikap mental pada dirinya yang independen untuk itu :
a.
Senantiasa memperdalam hidup kerohanian agar menjadi
luhur dan bertaqwa kepada Allah SWT.
b.
Selalu
tidak puas dalam mencari kebenaran
c.
Teguh dalam
pendirian dan obyektif rasional menghadapi pendirian yang berbeda.
d.
Bersifat
kritis dan berpikir bebas kreatif
e.
Selalu haus
terhadap ilmu pengetahuan dan selalu mencari kebenaran
Hal
tersebut akan diperoleh antara lain dengan jalan :
a.
Senantiasa
meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang dimilikinya dengan
penuh gairah.
b.
Aktif
berstudi dalam Fakultas yang dipilihnya.
c.
Mengadakan
tentor club untuk studi ilmu jurusannya dan club studi untuk masalah
kesejahteraan dan kenegaraan
d.
Selalu
hadir dan pro aktif dalam forum ilmiah
e.
Aktif dalam
mengikuti karyaseni dan budaya
f.
Mengadakan
kalaqah-kalaqah perkaderan dimasjid-masjid kampus
Bahwa tujuan
HMI sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 4 AD HMI pada hakikatnya
adalah merupakan tujuan dalam setiap Anggota HMI. Insan cita HMI adalah
gambaran masa depan HMI. Suksesnya anggota HMI dalam membina dirinya untuk
mencapai Insan Cita HMI berarti dia telah mencapai tujuan HMI.
Insan cita
HMI pada suatu waktu akan merupakan “Intelektual
community” atau kelompok intelegensi yang mampu merealisasi
cita-cita umat dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang religius
sejahtera, adil dan makmur serta bahagia (masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah Subhanahuwataalah).

5
TAFSIR
INDEPENDENSI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
A.
Pendahuluan
Menurut
fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya
kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih
berharga dari pada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas dan kemerdekaan
seperti diatas, adalah mutlak diperlukan terutama pada fase/saat manusia berada
dalam pembentukan dan pengembangan. Masa/fase pembentukan dari pengembangan
bagi manusia terutama dalam masa remaja atau generasi muda.
Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya
menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat kepeloporan, keberanian dan
kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu kelompok
mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan
pada obyektif yang harus diperankan mahasiswa bisa dilaksanakan dengan baik
apabila mereka dalam suasana bebas merdeka dan demokratis obyektif dan
rasional. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri dari pada seorang
intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas.
Atas dasar keyakinan itu, maka HMI sebagai organisasi
mahasiswa harus pula bersifat independen. Penegasan ini dirumuskan dalam pasal
6 Anggaran Dasar HMI yang mengemukakan secara tersurat bahwa "HMI adalah
organisasi yang bersifat independen"sifat dan watak independen bagi HMI
adalah merupakan hak azasi yang pertama.
Untuk lebih memahani esensi independen HMI, maka harus
juga ditinjau secara psikologis keberadaan pemuda mahasiswa Islam yang
tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam yakni dengan memahami status dan
fungsi dari HMI.
B.
Status Dan Fungsi HMI
Status HMI
sebagai organisasi mahasiswa memberi petunjuk dimana HMI berspesialisasi. Dan
spesialisasi tugas inilah yang disebut fungsi HMI. Kalau tujuan menujukan dunia
cita yang harus diwujudkan maka fungsi sebaliknya menunjukkan gerak atau
kegiatan (aktifitas) dalam mewujudkan (final goal). Dalam melaksanakan
spesialisasi tugas tersebut, karena HMI sebagai organisasi mahasiswa maka sifat
serta watak mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai HMI. Mahasiswa sebagai
kelompok elit dalam masyarakat pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul
tanggung jawab yang benar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum
muda muda terdidik harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari
ini dan ke masa depan. Karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis itu
mahasiswa dan masyarakat berperan sebagai "kekuatan moral" atau moral
forces yang senantiasa melaksanakan fungsi "social control".
Untuk itulah maka kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari
kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas demi kebaikan
dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Dalam rangka
penghikmatan terhadap spesialisasi kemahasiswaan ini, maka dalam dinamikanya
HMI harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap independen.
Mahasiswa, setelah sarjana adalah unsur yang paling sadar
dalam masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus diperankan mahasiswa adalah sifat
kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan masyarakat. Karenanya kelompok
mahasiswa berfungsi sebagai duta-duta pembaharuan masyarakat atau "agent
of social change". Kelompok mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut
di atas adalah merupakan kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus
mempersiapkan diri untuk menerima estafet pimpinan bangsa dan generasi
sebelumnya pada saat yang akan datang. Oleh sebab itu fungsi kaderisasi
mahasiswa sebenarnya merupakan fungsi yang paling pokok. Sebagai generasi yang
harus melaksanakan fungsi kaderisasi demi perwujudan kebaikan dan kebahagiaan
masyarakat, bangsa dan negaranya di masa depan maka kelompok mahasiswa harus
senantiasa memiliki watak yang progresif dinamis dan tidak statis. Mereka bukan
kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai "duta-duta pembaharuan
sosial" dalam pengertian harus menghendaki perubahan yang terus menerus ke
arah kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran. Oleh sebab itu mereka
selalu mencari kebenaran dan kebenaran itu senantiasa menyatakan dirinya serta
dikemukakan melalui pembuktian di alam semesta dan dalam sejarah umat manusia.
Karenanya untuk menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan
umat manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh
nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan bertolak dari kebenaran
Illahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai
kebenaran demi mewujudkan beradaban bagi kesejahteraan masyarakat bangsa dan
negara maka setiap kadernya harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.
Watak dan sifat mahasiswa seperti tersebut diatas
mewarnai dan memberi ciri HMI sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat
independen. Status yang demikian telah memberi petunjuk akan spesialisasi yang
harus dilaksanakan oleh HMI. Spesialisasi tersebut memberikan ketegasan agar
HMI dapat melaksanakan fungsinya sebagai organisasi kader, melalui aktifitas
fungsi kekaderan. Segala aktifitas HMI harus dapat membentuk kader yang
berkualitas dan komit dengan nilai-nilai kebenaran. HMI hendaknya menjadi wadah
organisasi kader yang mendorong dan memberikan kesempatan berkembang pada
anggota-anggotanya demi memiliki kualitas seperti ini agar dengan kualitas dan
karakter pribadi yang cenderung pada kebenaran (hanief) maka setiap
kader HMI dapat berkiprah secara tepat dalam melaksanakan pembaktiannya bagi
kehidupan bangsa dan negaranya.
C.
Sifat Independen HMI
Watak independen HMI adalah
sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian kader HMI.
Implementasinya harus terwujud di dalam bentuk pola pikir, pola sikap dan pola
laku setiap kader HMI baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun
dalam melaksanakan "Hakekat dan Mission" organisasi HMI dalam
kiprah hidup berorganisasi bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Watak independen
HMI yang tercermin secara etis dalam pola pikir pola sikap dan pola laku setiap
kader HMI akan membentuk "Independensi etis HMI", sementara watak
independen HMI yang teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah
organisasi HMI akan membentuk "Independensi organisatoris HMI".
Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang
pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah
tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada
kebenaran (hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya
akan membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa
memancarkan keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah ALLAH
SUBHANAHU WATA'ALA. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap
kader HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir dan bersikap dan
berprilaku baik "hablumminallah" maupun dalam "hablumminannas"
hanya tunduk dan patuh dengan kebenaran.
Aplikasi dari dinamika
berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan
teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap
yang :
·
Cenderung
kepada kebenaran (hanief)
·
Bebas
terbuka dan merdeka
·
Obyektif
rasional dan kritis
·
Progresif
dan dinamis
·
Demokratis,
jujur dan adil
Independensi organisatoris
adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam
kiprah dinamika HMI baik dalam kehidupan intern organisasi maupun dalam
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Independensi organisatoris
diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI secara organisatoris
senantiasa melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan konstitusional
agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita
semakin hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasi partisipasi aktif,
kontruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya
tunduk serta komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas.
Dalam melaksanakan dinamika
organisasi, HMI secara organisatoris tidak pernah "committed"
dengan kepentingan pihak manapun ataupun kelompok dan golongan maupun kecuali
tunduk dan terikat pada kepentingan kebenaran dan obyektifitas kejujuran dan
keadilan.
Agar secara organisatoris
HMI dapat melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip independensi
organisatorisnya, maka HMI dituntut untuk mengembangkan "kepemimpinan
kuantitatif" serta berjiwa independen sehingga perkembangan, pertumbuhan
dan kebijaksanaan organisasi mampu diemban selaras dengan hakikat independensi
HMI. Untuk itu HMI harus mampu menciptakan kondisi yang baik dan mantap bagi
pertumbuhan dan perkembangan kualitas-kualitas kader HMI. Dalam rangka menjalin
tegaknya "prinsip-prinsip independensi HMI" maka implementasi
independensi HMI kepada anggota adalah sebagai berikut :
·
Anggota-anggota
HMI terutama aktifitasnya dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk kepada
ketentuan-ketentuan organisasi serta membawa program perjuangan HMI. Oleh
karena itu tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan dengan membawa
organisasi atas kehendak pihak luar manapun juga.
·
Mereka
tidak dibenarkan mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun dengan pihak
luar HMI selain segala sesuatu yang telah diputuskan secara organisatoris.
·
Alumni HMI
senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang menruskan dan mengembangkan watak
independensi etis dimanapun mereka berada dan berfungsi sesuai dengan minat dan
potensi dalam rangka membawa hakikat dan mission HMI. Dan menganjurkan serta
mendorong alumni untuk menyalurkan aspirasi kualitatifnya secara tepat dan
melalui semua jalur pembaktian baik jalur organisasi profesional
kewiraswastaan, lembaga-lembaga sosial, wadah aspirasi poilitik lembaga
pemerintahan ataupun jalur-jalur lainnya yang semata-mata hanya karena hak dan
tanggung jawabnya dalam rangka merealisir
kehidupan masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam menjalankan garis independen HMI
dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pertimbangan HMI semata-mata
adalah untuk memelihara mengembangkan anggota serta peranan HMI dalam rangka
ikut bertanggung jawab terhadap negara dan bangsa. Karenanya menjadi dasar dan
kriteria setiap sikap HMI semata-mata adalah kepentingan nasional bukan
kepentingan golongan atau partai dan pihak penguasa sekalipun. Bersikap
independen berarti sanggup berpikir dan berbuat sendiri dengan menempuh resiko.
Ini adalah suatu konsekuensi atau sikap pemuda. Mahasiswa yang kritis terhadap
masa kini dan kemampuan dirinya untuk sanggup mewarisi hari depan bangsa dan
negara.
D.
PERANAN INDEPENDENSI HMI DI MASA
MENDATANG
Dalam suatu negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia ini maka tidak ada suatu investasi yang
lebih besar dan lebih berarti dari pada investasi manusia (human investment).
Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir tujuan, bahwa investasi manusia yang
kemudian akan dihasilkan HMI adalah adanya suatu kehidupan yang sejahtera
material, spiritual adil dan makmur serta bahagia.
Fungsi kekaderan HMI
dengan tujuan terbinanya manusia yang beriman, berilmu dan berperikemanusiaan
seperti tersebut di atas maka setiap anggota HMI dimasa datang akan menduduki
jabatan dan fungsi pimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.
Hari depan HMI adalah
luas dan gemilang sesuai status fungsi dan perannya dimasa kini dan masa
mendatang yang menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar dapat
mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.
Dengan sifat dan garis
independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari,
memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka
konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus
berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu
dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari
oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya adalah suatu modal dan
dorongan yang besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga
mampu berperan aktif pada masa yang akan datang.

6
PEDOMAN KERJA
KEPENGURUSAN
HIMPUNAN MAHASISWA
ISLAM
PENGURUS
KOMISARIAT
Pendahuluan
Tujuan suatu organisasi hanya dapat diwujudkan dengan usaha-usaha yang
teratur, terencana dan kebijaksanaan yang dilingkupi dengan taufiq dan hidayah
Allah SWT.
Salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk menciptakan
penyelenggaraan usaha-usaha yang demikian itu adalah pedoman kerja kepengurusan
yang mendukung ke arah tujuan tersebut. Adanya keharusan untuk bekerja secara
terstruktur dan rapi adalah sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Surat Ash
Shaff ayat 4 yang artinya :
“Sesungguhnya allah
menyukai orang-orang yang berperang dijalannya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh”
1. Status Pengurus Komisariat
Sesuai dengan
ketentuan yang termaksud dalam bab II bagian VIII pasal 40 Anggaran Rumah
tangga HMI Komisariat dalam struktur pimpinan, khususnya program Komisariat
adalah sebagai berikut:
a. Komisariat merupakan organisasi yang dibentuk dalam suatu atau beberapa
akademi/fakultas dalam lingkup universitasperguruan tinggi.
b. Masa jabatan Pengurus Kommisariat adalah satu tahun terhitung sejak
pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Kommisariat demisioner
c. Pengurus Komisariat merupakan lembaga eksekutif dengan tekanan kerja
dalam hal agama dan pendidikan anggota dalam suatu kesatuan organisasi satu
akademi atau beberapa fakultas di satu universitas.
2. Tugas Wewenang Pengurus Komisariat
Sesuai yang tercantum dalam Bab
II bagian VIII pasal 42 Anggaran Rumah Tangga HMI tugas dan kewajiban Pengurus
Komisariat adalah:
a. Pengurus Komisariat baru dapat menjalankan tugasnya setelah dilakukan
pelantikan/serah terima jabatan dengan Pengurus demsisoner.
b. Selambat-lambatnya 15 (limabelas) hari setelah personalia Pengurus
Komisariat terbentuk maka Pengurus Komisariat
demisioner mengadakan serah terima/pelantikan kepada Pengurus Komisariat
baru.
c. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Rapat Anggota Komisariat (RAK),
kebijaksanaan organisasi di tingkat Cabang, dan ketentuan organisasi HMI
lainnya.
d. Menyampaikan 3 (tiga) bulan sekali serta laporan kerja kepengurusan
kepada Pengurus Cabangtembusan kepada pengurus Korkom.
e. Menyelenggarakan RAK
f. Menyampaikam pertanggungjawaban p Pengurus Komisariat pada RAK
Laporan tiga
bulan seperti pon d diatas adalah disesuaikan dengan pedoman sistem pelaporan
organisai yang ditetapkan.Segala program yang dilaksanakan oleh Pengurus
Komisariat setelah satu tahun masa kepengurusan dipertanggungjawabkan atau
dilaporkan kepada forum RAK.
3. Status Organisasi Pengurus Komisariat
Bentuk yang
digunakan pada Pengurus Komisariat adalah bentuk garis fungsional dengan
Pengurus Cabang HMI.
Dalam
organisasi yang berbentuk garis dan fungsional, wewenang ketua umum
didelegasikan kepada satuan-satuan organisasi atau bidang-bidang kerja yang
dipimpin oleh para pemimpin dari setiap organisasi atau bidang-bidang kerja
yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pelaksanaan tugas bidangnya
masing-masing. Kemudian secara fungsional tanggugjawab itu
dipertanggungjawabkan oleh pimpinan masing-masing bidang kerja kepada ketua
umum.
Sturktur organisasi komisariat
terdiri:
1. Bidang Penelitian, Pengembangan Anggota Dan Pembinaan Anggota
2. Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan Dan Kepemudaan
3. Bidang Kekaryaan
4. Bidang Kewanitaan
5. Bidang Administrasi Dan Kesekretariatan
4.
Bidang Keuangan Dan
Perlengkapan
5. Komposisi Personalia Pengurus
Komisariat
Struktur
organisasi Pengurus Komisariat diisi dengan personalia yang memenuhi peryaratan
sesuai dengan Pengurus Cabang yakni anggota biasa yang telah mencapai usia
keanggotaan 1 (satu) tahun berprestasi dan telah mengikuti up grading LK I.
Komposisi
personalia yang mengisi struktur organisasi Pengurus Komisariat adalah:
1.
Ketua Umum
2.
Ketua Bidang
Penelitian, Pengembangan Anggota Dan Pembinaan Anggota
3.
Ketua Bidang
Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan Dan Kepemudaan.
4.
Ketua Bidang
Kekaryaan
5.
Ketua Bidang
Kewanitaan
6.
Sekretaris Umum
7.
Wakil Sekum Bidang
PPPA
8.
Wakil Sekum Bidang
PTKP
9.
Wakil Sekum Bidang
Kekaryaan
10. Wakil Sekum Bidang Kewanitaan
11. Bendahara Umum
12. Wakil Bendahara Umum
13. Departemen Diklat Anggota
14. Departemen Litbang Anggota
15. Departemen Data Anggota
16. Departemen Perguruan Tingggi Dan Kemahasiswaan
17. Departemen Kepemudaan
18. Departemen Kekaryaan
19. Departemen Kajian Kewanitaan
20. Departemen Pembangunan Sumber Daya Wanita
21. Departemen Data Dan Pustaka
22. Departemen Penerangan
23. Departemen Ketatausahaan
24. Departemen Logistik
25. Departemen Pengelolaan Sumber Dana
6. Fungsi Personalia Pengurus Komisariat
Masing-masing personalia Pengurus
Komisariat menjalankan fungsinya sebagai berikut:
1.
Ketua Umum adalah
penanggung jawab dan koordinator umum
dalam pelaksanaan tugas-tugas intern dan ekstern yang bersifat umum di
komisariat
2.
Ketua bidang
Penelitian, pengembangan anggota dan pembinaan anggota adalah penanggungjawab dan koordinator
kegiatan penelitian dan pengembangan anggota di tingkat komisariat
3.
Ketua bidang perguruan
tinggi, Kemahasiswaan dan kepemudaan adalah penanggungjawab dan koordinator
kegiatan perguruan tinggi, Kemahasiswaan dan kepemudaan di tingkat komisariat
4.
Ketua Bidang
kekaryaan adalah penanggungjawab dan koordinator pembentukan fungsional dan evaluasi dalam kekaryaan di tingkat
komisariat serta bertanggungjawab atas koordinasi dengan LK tingkat Cabang.
5.
Ketua Bidang
kewanitaan adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan bidang kewanitaan
tingkat komisariat
6.
Sekretaris umum
adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan dalam bidang data dan pustaka,
ketatausahaan, dan penerangan serta hubungan organisasi dengan pihak ekstern
pada tingkat komisariat
7.
Wakil sekum bidang
PPPA bertugas atas nama sekretaris umum untuk kegiatan PPPA membantu ketua
bidangnya di tingkat komisariat
8.
Wakil sekum bidang
PTKP bertugas atas nama sekretaris umum untuk kegiatan PTKP membantu ketua
bidangnya di tingkat komisariat
9.
Wakil sekum bidang
kekaryaan bertugas atas nama sekretaris umum untuk kegiatan kekaryaan membantu
ketua bidangnya di tingkat komisariat
10. Wakil sekum bidang kewanitaan bertugas atas nama sekretaris umum untuk
kegiatan kewanitaan membantu ketua bidangnya di tingkat komisariat
11. Bendahara umum adalah
penanggungjawab dan koordinator kegiatan dalam bidang keuangan dan perlengkapan
organisasi pada tingkat komisariat
12. Wakil bendahara umum bertugas atas nama bendahara umum dalam pengelolaan
administrasi keuangan dan perlengkapan organisasi di tingkat komisariat.
13. Departemen tingkat PPPA bertugas sebagai koordinator operasional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang perkaderan PPPA di tingkat komisariat.
14. Departemen litbang anggota bertugas sebagai koordinator operasional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang litbang di tingkat komisariat.
15. Departemen data anggota bertugas sebagai koordinator operasional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang data anggota di tingkat komisariat.
16. Departemen perguruan tingggi dan kemahasiswaan bertugas sebagai
koordinator operasional dari kerja dan proyek-proyek di bidang PTK di tingkat
komisariat.
17. Departemen kepemudaan bertugas sebagai koordinator operasional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang pemuda di tingkat komisariat.
18. Departemen kekaryaan bertugas sebagai koordinator operasional dari kerja
dan proyek-proyek di bidang kekaryaan di tingkat komisariat.
19. Departemen kajian kewanitaan bertugas sebagai koordinator operasional
dari kerja dan proyek-proyek di bidang kewanitaan di tingkat komisariat.
20. Departemen pembangunan sumber daya wanita bertugas sebagai koordinator
operasional dari kerja dan proyek-proyek di bidang sumber daya wanita di
tingkat komisariat.
21. Departemen data dan pustaka bertugas sebagai koordinator operasional
dari kerja dan proyek-proyek di bidang data dan pustaka di tingkat komisariat.
22. Departemen penerangan bertugas sebagai koordinator operasional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang penerangan di tingkat komisariat.
23. Departemen ketatausahaan bertugas
sebagai koordinator operasional dari kerja dan proyek-proyek di bidang tata
usaha di tingkat komisariat.
24. Departemen logistik bertugas sebagai koordinator operasional dari kerja
dan proyek-proyek di bidang logistik di tingkat komisariat.
6. Wewenang Dan Tanggungjawab Bidang Kerja Pengurus Komisariat
Masing-masing
bidang dalam pengurus menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya sesuai:
1. Bidang Penelitian, Pengembangan Anggota Dan Pembinaan Anggota
a. Meyelenggarakan pembinaan anggota komisariat dengan melakukan pengawasan
terhadap training maupun aktivitas yang diselenggarakan oleh anggota
komisariat.
b. Melakukan penelitian dan penilaian beik dari segi program maupun
edukatif terhadap aktifitas anggota maupun aktifis yang diselenggarakan oleh
komisariat.
c. Mengusahakan tindak lanjut dari setiap aktivitas anggota komisariat atas
hasil penilaian pelaksana aktivitas seelumnya yang dilaksanakan anggota maupun
komisariat.
d. Menyelenggarakan proyek-poyek kerja yang memberikan dampak positif bagi
peningkatan kualitas dan kuantitas aktifitas anggota seperti diskusi
pengembangan kelembagaan perkaderan, kurikulum aktifitas dan metode training
dan sebagainya.
e. Menyelenggarakan kegiatan lain yang dapat menunjang upaya pembinaan
anggota komisariat, training-training latihan-latuhan.
2. Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan Dan Kepemudaan
a. Melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang partisipasi anggota dan
alumni HMI di lingkungan komisariat (fak/PT) aktifitas diskusi kelompok, grup
pelajar tutor tiap disiplin ilmu yang ada di PT.
b. Melakukan kegiatan yang dapat mendorong anggota dan alumni komisariat
(fak/PT) mengikat kehidupan beragama antara lain:
1. Memprakarsai kegiatan-kegiatan agama (Islam) di lingkungan kampus.
2. Meningkatkan efektivitas kehidupan Masjid kampus
3. Melakukan diskusi-diskusi untuk meningkatkan konsep Islam tentang
berbagai seri kehidupan masyarakat.
c. Melakukan kegiatan yang menunjang partisipasi anggota dan alumni
komisariat (fak/PT) bersangkutan dalam mewujudkan kehidupan kampus umumnya di
dunia kemahasiswaan di lingkungan komisariat.
d. Melakukan aksi penelitian dalam lapangan disiplin ilmu masing-masing
dengan melibatkan anggota dan alumni sebagai upaya relasi tri dharma perguruan
tinggi.
3. Bidang Kekaryaan
a. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan profesionalisme anggota
tingkat komisariat, serta melakukan pengawasan terhadap kajian dan program aksi
sosial dan aktivitas yang diselenggarakan oleh anggota komisariat.
b. Melakukan penilaian dan penelitian baik secara kualitatif maupun
kuantitatif atas program-program aksi sosial atau aktifitas kekaryaan yang
diselenggarakan oleh anggota komisariat.
c. Mengusahakan tindak lanjut sari setiap aktifitas anggota komisariat atas
hasil penilaian dan penelitian atas pelaksanaan program/aksi dibidang kekaryaan
yang diselenggarakan oleh anggota komisariat.
d. Menyelenggarakan proyek-proyek kerja yang dapat memberikan dampak
positif bagi peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan aktifitas anggota.
e. Menyelenggarakan egiatan lain
yang dapat menunjang upaya pembinaan anggota komisariat di bidang kekaryaan.
4. Bidang Kewanitaan
a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas HMI-wati
sesuai dengan tingkat perkembangan dunia kewanitaan khususnya dalam masyarakat
umum.
b. Mengangkat topik-topik kewanitaan di diskusi-diskusi komisariat.
c. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong KOHATI untuk
melakukan sosialisasi organisasi dan pembinaan terhadap personalia KOHATI
dalam:
1. Meningkatkan pengetahuan dan penghayatan anggota terhadap fungsi dan
peranan KOHATI sebagai badan khusus HMI.
2. Mendorong HMI-wati untuk mengikuti training-training baik training umum
maupun khusus.
3. Meningkatkan komunikasi antara KOHATI dengan aparat HMI dan alumni.
5. Bidang Administrasi dan kesekretariatan
a. Melakukan pengaturan tata-cara pengelolaan surat menyurat yang meliputi:
1. Penyelenggaraan pemrosesan surat masuk.
2. Penyelenggaraan pemrosesan surat keluar
3. Penyelenggaraan pemrosesan konsep surat keluar
4. Penyelenggaraan pengetikan dan pengadaan surat.
5. Penyelenggaraan pengaturan administrasi pengarsipan.
6. Penyelenggarakan pengaturan pengarsipan surat.
b. Melakukan pengumpulan, pencatatan pengolahan, penyusunan, dan
pemeliharaan dokumentasi organisasi, bahan-bahan yang berkenaan dengan tat
inter dan ekstern organisasi.
c. Mengatur penyelenggaraan produksi atau reproduksi dari dokumentasi
organisasi yang perlu disampaikan kepada seluruh aparat HMI.
7. Bidang Keuangan Dan Perlengkapan
1. Menyusun anggaran dan pengeluaran untuk satu periode dan untuk setiap
satu semester.
2. Mengelola sumber-sumber penerimaan organisasi sesuai dengan ketentuan
organisasi yang berlaku.
3. Menyelenggarakan administrasi keuangan untuk setiap penerimaan dan
pengeluaran komisariat berdasarkan
pedoman administrasi keuangan yang disusun untuk keperluan ini.
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mendorong seluruh aparat HMI untuk
meningkatkan sumber dana intern khususnya dari iuran anggota.
5. Mengatur dan mengurus pengamanan, pemeliharaan, perbaikan dan penambahan
oerlengkapan organisasi dengan:
- Setiap kali mengadakan kontrol terhadap pemakaian peralatan organisasi.
- Mengusahakan penambahan perlengkapan organisasi sesuai atau tidak dengan kebutuhan organisasi.
- Menyusun daftar inventarisasi organisasi.
- Mengatur perawatan dan pemeliharaan seluruh perlengkapan organisasi.
- Mengatur dan mengurus kebersihan dan keindahan gedung halaman perkantoran.
8. Instansi
Pengambilan Keputusan Komisariat
Tata susunan
instansi pengambilan keputusan dalam Komisariat:
i. Rapat
Harian
ii. Rapat
Presidium
Untuk evaluasi
pelaksanaan program dilakukan rapat bidang kerja dan untuk menyusun
rancana kerja operasional diselenggarakan rapat kerja pengurus.
a. Rapat Harian Komisariat
1. Rapat harian dihadiri oleh seluruh fungsionaris komisariat, ketua KOHATI
komisariat.
2. Rapat harian dilaksanakan setidak-tidaknya dua kali dalam satu bulan,
yakni pada hari jumat dalam minggu pertama, ketiga setiap bulan.
3. Fungsi dan wewenang rapat harian:
a. membahas dan menjabarkan kebijakan yang telah diambil atau ditetapkan
oleh Pengurus Cabangdan sidang pleno yang mensosialisasikan pada anggota
komisariat.
b. Mengkaji dan mengevaluasi keputusan keputusan selanjutnya
c. Mendengarkan laporan kegiatan dari seluruh fungsionaris komisariat.
b. Rapat Presidium Komisariat
1. Rapat presidium dihadiri oleh ketua umum, ketua bidang, sekretaris umum,
wakil sekretatis umum, bendahara umum dan wakil bendahara umum.
2. Rapat presidium dilaksanakan setidak-tidaknya empat kali dalam satu
bulan yakni, pada hari jum’at dari tiap minggu. Untuk munggu pertama, kedua dan
ketiga diintegrasikan ke dalam rapat harian.
3. fungsi dan wewenang rapat presidium:
a. mengambil keputusan tentang pengembangan intern organisasi sehari-hari
khususnya dalam hal perkembangan situasi PT dan kemahasiswaan dalam upaya
pembinaan komisariat.
b. Mendengar informasi tentang perkembangan intern organisasi dan dampaknya
bagi perkembangan komisariat.
c. Rapat Bidang
1. Rapat bidang dihadiri oleh aparat bidang yang bersangkutan.
2. Rapat bidang diselenggarakan setidak-tidaknya satu kali dalam satu
bulan.
3. Fungsi dan wewenang rapat bidang:
a. Mengontrol pelaksanaan proyek/kerja yang dilakukan oleh setiap bidang.
b. Membuat penyesuaian terhadap pelaksanaan proyek/kerja dari setiap bidang
yang mengalamio perubahan baik dalam segi teknis maupun segi waktu.
c. Menyusun langkah-langkah teknis untuk menyelenggarakan proyek/kerja
berikutnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh rapat presidium.
d. Rapat Kerja
1. Rapat kerja dihadiri oleh semua fungsionaris komisariat.
2. Rapat kerja dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu semester.
3. Fungsi dan wewenang rapat kerja:
a. Menyusun jadwal aktivitas/rencana kerja untuk satu semester.
b. Menyusun rencana anggaran penerimaan dan pengeluaran untuk seluruh
kegiatan Pengurus Kommisariat selama satu semester
PENGURUS CABANG
1. Status Pengurus Cabang
Sesuai dengan ketentuan
yang termaksud dalam Bab VI pasal 29 anggaran rumah tangga Himpunan Mahasiswa
Islam mengenai status Pengurus Cabang dalam struktur pimpinan khususunya status
Pengurus Cabang adalah:
a. Cabang merupakan kesatuan organisasi yang dibentuk di tempat/daerah yang
ada perguruan tinggi dan atau lembaga pendidikan lainnya yang sederajat.
b. Masa jabatan Pengurus Cabangadalah satu tahun, terhitung sejak
pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Cabang demisioner
2. Tugas dan Wewenang Pengurus Cabang
Sesuai
dengan aturan yang tercantum pada bab II bagian VI pasal 31 anggaran Rumah
Tangga HMI, tugas dan wewenang Pengurus Cabang ialah:
a. Pengurus Cabang baru dapat menjalankan tugasnya setelah pelantikan/serah
terimajabatan dengan Pengurus Cabang demisioner.
b. Selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah personalia Pengurus
Cabangterbentuk, maka Pengurus Cabang demisioner harus mengadakan serah terima
jabatan.
c. Melaksanakan hasil-hasil ketetapan konfercab/musyawarah anggota Cabang,
kebijakan nasional organisasi serta ketentuan-ketentuan lainnya.
d. Membentuk Korkom bila diperlukan.
e. Mengangkat dan mengesahkan pengurus Korkom
f. Mengesahkan Pengurus Kommisariat dan badan khusus.
g. Membantu mengembangkan lembaga kekaryaan.
h. Melaksanakan sidang pleno empat bulan sekali atau sekurang-kurangnya dua
kali selama satu periode.
i. Menyelenggarakan konferensi Cabang/musyawarah anggota Cabang.
j. Menyampaikan pertanggungjawaban kepada konfercab/musyawarah anggota
Cabang.
Laporan
sekali dalam empat bulan seperti yang dimaksud poin 2 diatas adalah laporan
semua aktifitas meliputi kondisi aparat, perkaderan, logistik, keuangan,
administrasi kesekretariatan, problematika Cabang dan aktifitas lainnya yang
insidentil, yang tembusannnya disampaikan kepada Pengurus Badan Koordinasi.
Kerja Pengurus Cabang setelah tiba waktunya satu
tahun, dipertanggungjawabkan kepada forum musyawarah komisariat yakni koferensi
Cabang sebagai instansi pengambilan keputusan tertinggi di tingkat Cabang bagian 1.1 menunjukkan
hubungan-hubungan institusi HMI sampai tingkat Cabang
3. Struktur Organisasi Pengurus Cabang
Ditinjau dari
struktur organisasi, maka bentuk organisasi yang dipertanggungjawabkan Pengurus
Cabang adalah bentuk garis dan fungsional, sama dengan Pengurus Besar HMI.
Dalam
organisasi yang berbentuk garis dan fungsional, wewenang ketua umum
didelegasikan kepada satuan-satuan organisasi atau bidang-bidang kerja yang
dipimpin oleh para pemimpin dari setiap organisasi atau bidang-bidang kerja
yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pelaksanaan tugas bidangnya
masing-masing. Kemudian secara fungsional tanggugjawab itu
dipertanggungjawabkan oleh pimpinan masing-masing bidang kerja kepada ketua
umum.
Sturktur organisasi Cabang sesuai dengan
pembidanggannya adalah:
a) Bidang Pembinaan Anggota.
b) Bidang Pembinaan Aparat Organisasi
c) Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan.
d) Bidang Kekaryaan
e) Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah
f) Bidang Komunikasi Umat
g) Bidang Kewanitaan
h) Bidang HAM dan Lingkungan Hidup
i) Bidang Administrasi dan Kesekretariatan
j) Bidang Keuangan dan Perlengkapan
4. Komposisi Personalia Pengurus Cabang
Format Pengurus Cabang
sedapat-dapatnya disesuaikan dengan formasi Pengurus Besar seperti tercantum
dalam pasal 30 anggaran rumah tangga HMI. Struktur organisasi Pengurus Cabang
diisi dengan personalia yang memnuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Bab
II bagian VI pasal 30 B anggaran rumah
tangga HMI, yakni anggota biasa yang telah mencapai usia keanggotaan satu
tahun, dan telah mengikuti latihan kader II serta aktivitas lembaga kekaryaan.
Komposisi
personalia yang mengisi struktur Pengurus Cabang adalah:
1.
Ketua Umum
2.
Ketua Bidang
Pembinaan Anggota
3.
Ketua Bidang
Pembinaan Aparat Organisasi
4.
Ketua Bidang
Perguruan Tinggi Kemahasiswaan Dan Kepemudaan.
5.
Ketua Bidang Kekaryaan
6.
Ketua Bidang
Partisipasi Pembangunan Daerah
7.
Ketua Bidang
Komunikasi Umat
8.
Ketua Bidang
Kewanitaan
9.
Ketua Bidang HAM Dan
Lingkungan Hidup
10. Sekretaris Umum
11. Wakil Sekretaris Umum PA
12. Wakil Sekretaris Umum PAO
13. Wakil Sekretaris Umum PTKP
14. Wakil Sekretaris Umum Kekaryaan
15. Wakil Sekretaris Umum Partisipasi
Pembangunan Daerah
16. Wakil Sekretaris Umum Komunikasi
Umat
17. Wakil Sekretaris Umum HAM Dan KLH
18. Wakil Sekretaris Umum Kewanitaan
19. Bendahara Umum
20. Wakil Bendahara Umum
21. Departemen Pengkajian Data Dan
Infomasi
22. Departemen Diklat Penelitian Dan
Pengembangan
23. Departemen Diklat Anggota
24. Departemen Pengembangan Dan
Promosi Kader
25. Departemen Pembinaan Aparat
Organisasi
26. Departemen Pengembangan
Organisasi
27. Departemen Perguruan Tinggi Dan
Kemahasiswaan
28. Departemen Kepemudaan
29. Departemen Pembinaan Program
Kekaryaan
30. Departemen Pengembangan Lembaga
Kekaryaan.
31. Departemen Iptek Dan Pengembangan
SDM
32. Departemen Informasi Pembangunan
Daerah
33. Departemen Pengkajian Keislaman
34. Departemen HAM
35. Departemen Lingkungan Hidup
36. Departemen Hubungan Kelembagaan
Wanita
37. Departemen Kajian Kewanitaan
38. Departemen Penerangan Dan Humas
39. Departemen Administrsi Dan
Kesekretariatan
40. Departemen Logistik
41. Departemen Pengolahan Sumber
Dana.
5. Fungsi Personalia Pengurus Cabang
Masing-masing personalia Pengurus Cabang menjalankan fungsinya sebagai
berikut:
1.
Ketua umum adalah penanggungjawab dan kordinator umum dalam
melaksanakan tugas-tugas ekstern dan intern organisasi yang bersifat umum pada
tingkat Cabang
2.
Ketua bidang
pembinaan anggota adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan penelitian
dan pengembangan tingkat Cabang
3.
Ketua bidang
pembinaan aparat organisasi adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan
pembinaan anggota pada tingkat Cabang
4.
Ketua bidang
perguruan tinggi kemahasiswaan dan kepemudaan adalah penanggungjawab dan
koordinator kegiatan dalam bidang perguruan tinggi kemahasiswaan dan kepemudaan
5.
Ketua bidang
kekaryaan adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan kekaryaan tingkat
Cabang.
6.
Ketua bidang
partisipasi pembangunan daerah adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan
partisipasi pembangunan daerah pada tingkat daerah.
7.
Ketua bidang
komunikasi umat adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan komunikasi pada
tingkat daerah.
8.
Ketua bidang
kewanitaan adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan kewanitaan tingkat
daerah.
9.
Ketua bidang HAM dan
lingkungan hidup adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan HAM dan
lingkungan hidup pada tingkat daerah
10. Sekretaris umum adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan dalam bidang data dan
pustaka, ketat usahaan, dan penerangan serta hubungan organisasi dengan pihak
mekstern pada tingkat daerah.
11. Wakil sekretaris umum PA bertugas atas nama sekretaris umum untuk
kegiatan PA membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
12. Wakil sekretaris umum PAO bertugas atas nama sekretaris umum untuk
kegiatan PAO membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
13. Wakil sekretaris umum PTKP bertugas atas nama sekretaris umum untuk
kegiatan PTKP membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
14. Wakil sekretaris umum kekaryaan bertugas atas nama sekretaris umum untuk
kegiatan kekaryaan membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
15. Wakil sekretaris umum partisipasi pembangunan daerah bertugas atas nama
sekretaris umum untuk kegiatan ppd membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
16. Wakil sekretaris umum komunikasi umat bertugas atas nama sekretaris umum
untuk kegiatan komunikasi umat membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
17. Wakil sekretaris umum HAM dan KLH bertugas atas nama sekretaris umum
untuk kegiatan HAM dan KLH membantu ketua bidangnya di tingkat daerah.
18. Wakil sekretaris umum kewanitaan
bertugas atas nama sekretaris umum untuk kegiatan kewanitaan membantu
ketua bidangnya di tingkat daerah.
19. Bendahara umum adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan dibidang administrasi
keuangan dan perlengkapan organisasi di tingkat daerah.
20. Wakil bendahara umum bertugas atas nama bendahara umum dalam mengelola
administrasi keuangan dan perlengkapan organisasi di tingkat daerah.
21. Departemen pengkajian data dan infomasi bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang pengkajian data dan informasi
di tingkat daerah.
22. Departemen diklat penelitian dan pengembangan bertugas sebagai
koordinator opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang diklat penelitian
data dan pengembangan di tingkat daerah.
23. Departemen diklat anggota bertugas sebagai koordinator opersional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang diklat anggota di tingkat daerah.
24. Departemen pengembangan dan promosi kader bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang pengembangan dan promosi
kader di tingkat daerah.
25. Departemen pembinaan aparat organisasi bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang aparat organisasi di tingkat
daerah.
26. Departemen pengembangan organisasi bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang pengembangan organisasi di
tingkat daerah.
27. Departemen perguruan tinggi dan kemahasiswaan bertugas sebagai
koordinator opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang perguruan tinggi
dan kemahasiswaan di tingkat daerah.
28. Departemen kepemudaan bertugas sebagai koordinator opersional dari kerja
dan proyek-proyek di bidang kepemudaan di tingkat daerah.
29. Departemen pembinaan program kekaryaan bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang kekaryaan di tingkat daerah.
30. Departemen pengembangan lembaga kekaryaan bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang pengembangan lembaga kekaryaan
di tingkat daerah.
31. Departemen iptek dan pengembangan sdm bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang iptek dan pengembangan sdm di
tingkat daerah.
32. Departemen informasi pembangunan daerah bertugas sebagai koordinator opersional
dari kerja dan proyek-proyek di bidang informasi pembangunan daerah di tingkat
daerah.
33. Departemen pengkajian keislaman bertugas sebagai koordinator opersional
dari kerja dan proyek-proyek di bidang pengkajian keislaman di tingkat daerah.
34. Departemen ham bertugas sebagai koordinator opersional dari kerja dan
proyek-proyek di bidang ham di tingkat daerah.
35. Departemen lingkungan hidup bertugas sebagai koordinator opersional dari
kerja dan proyek-proyek di bidang lingkungan hidup di tingkat daerah.
36. Departemen hubungan kelembagaan wanita bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang hubungan kelembagaan wanita
di tingkat daerah.
37. Departemen kajian kewanitaan bertugas sebagai koordinator opersional
dari kerja dan proyek-proyek di bidang kajian kewanitaan di tingkat daerah.
38. Departemen penerangan dan humas
bertugas sebagai koordinator opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang
penerangan dan humas di tingkat daerah.
39. Departemen administrsi dan kesekretariatan bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang administrsi dan
kesekretariatan di tingkat daerah.
40. Departemen logistik bertugas sebagai koordinator opersional dari kerja
dan proyek-proyek di bidang logistik di tingkat daerah.
41. Departemen pengolahan sumber dana bertugas sebagai koordinator
opersional dari kerja dan proyek-proyek di bidang pengolahan sumber dana di
tingkat daerah.
No comments:
Post a Comment