Sunday, 15 February 2015

NDP BAB III



BAB III : KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR)
DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)


Manusia memiliki dua kehidupan, yakni:

1.     Kehidupan dunia. Di sini orang dianugerahi kebebasan oleh Allah swt untuk berkehendak dan mengusahakan apa yang dikehendakinya itu. Dalam kehidupan dunia pula orang memperoleh sebagian dari hasil usahanya. (Orang yang bekerja keras memperoleh rizki cukup, yang giat belajar mendapatkan ilmu).
2.    



Kehidupan akhirat. Di sini orang tidak lagi berusaha akan tetapi hanya memetik hasil usahanya di dunia. Wujud dan corak kehidupan akhirat seseorang bergantung kepada amalnya di dunia.
Dan berhati-hatilah kepada hari Kiamat, yang seorang tidak dapat membela orang lain sedikitpun, dan tidak diterima syafa’at dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (S. Al-Baqarah : 48).

Manusia lahir di dunia sebagai individu, tetapi begitu berada di dunia, dia hidup dalam lingkungan alam dan sosial yang memberi pengaruh kepadanya. Sebagai individu, orang punya kebebasan penuh, tetapi karena berada di dalam lingkungan, kebebasannya itu dibatasi oleh unsur-unsur yang berada dalam lingkungannya itu.

Allah mengatur alam semesta dengan sejumlah tatanan dan aturan, yang menjadikan unsur-unsur alam berinteraksi satu terhadap yang lain secara harmonis. Aturan Allah untuk alam semesta itu disebut Taqdir atau Sunnatullah.
Dan Allah mencipta segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapih-rapihnya – (S. Al-Furqon:2)




Dan matahari berjalan di tempat peredarannya, Demikianlah taqdir yang Mahaperkasa lagi Mahamengetahui – (S. Yasin: 38).

Hukum-hukum Allah itu tetap dan teratur, meliputi semua makhlukNya, termasuk manusia.
Sunnatullah itu telah berlaku sejak dahulu dan kamu tidak akan menjumpai perubahan dalam sunnatullah itu sedikitpun. (S. Al-Fath 48:23).

Maka manusia tidak bisa membebaskan diri dari aturan-aturan Allah tersebut (tunduk kepada hukum gravitasi, pemuaian, penguapan, dan sebagainya). à kebebasan pribadi harus diletakkan dalam konteks keterikatan kepada Taqdir.

Manusia perlu mempelajari dan dapat mengetahui taqdir-taqdir Allah yang ada di alam à pengetahuan manusia tentang hal-hal itu dihimpun dan disestematisasikan à ilmu. Jadi ilmu (science) adalah pemahaman manusia terhadap taqdir Allah / Sunnatullah. Ilmu kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan-keperluan manusia (teknologi). Ilmu bukan sekedar the body of knowledge, tetapi mencakup the way of thinking. Mestinya orang memahami bukan saja obyek yang dipelajari tetapi juga hubungan antara obyek dengan Pencipta dan Pengaurnya, Allah Swt. Orang yang demikian disebut Ulul Albab
Ulul Albab adalah orang-orang yang senantiasa mengingat Allah pada waku berdiri, duduk, atau berbaring. Dan selalu memkirkan ciptaan-ciptaan Allah di langit dan di bumi sampai hatinya berkata: “Wahai Tuhan kami, tidak Engkau jadikan segala sesuatu ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Maka jauhkanlah kami dari pikiran-pikiran sesat yang membawa kami ke dalam siksa neraka. (S Ali ‘Imran: 191).

Manfaat ilmu bagi Ulul Albab:
·        Memenuhi kebutuhan manusiawi untuk tahu apa yang dapat diketahui dengan indera dan akalnya.
·        Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan, lahir dan batin.
·        Memantapkan keyakinan kepada Allah, Pencipta dan Pengatur segala sesuatu.

Tidak semua taqdir Allah dapat dipahami manusia ß Ilmu manusia hanya sedikit sekali.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya 
(dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (S. Luqman: 27).


Pengetahuan manusia atas taqdir Allah itu sedikit. Bagaimana sikap manusia terhadap Taqdir? Tidak boleh menyerah begitu saja ß penyerahan meniadakan kebebasan. Maka orang harus terus menerus ikhtiar à memanfaatkan taqdir-taqdir Allah untuk menghasilkan yang terbaik bagi dirinya. (memanfaatkan taqdir yang berupa gaya gravitasi justru untuk meninggalkan bumi, memanfaatkan friksi antara dua benda untuk dapat bergerak lebih mudah, dsb).

Ikhtiar tidak selalu berhasil ß tidak semua taqdir diketahui manusia. Maka ikhtiar harus disertai dengan Tawakkal.
Yang menentukan segala sesuatu adalah Allah à orang harus berdo’a. Maka ikhtiar, tawakkal dan do’a merupakan kesatuan perbuatan yang harus dilakukan serentak dan bersama-sama.

No comments: