BAB III : KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR)
DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
Manusia memiliki dua kehidupan, yakni:
1.
Kehidupan dunia. Di sini orang
dianugerahi kebebasan oleh Allah swt untuk berkehendak dan mengusahakan apa
yang dikehendakinya itu. Dalam kehidupan dunia pula orang memperoleh sebagian dari hasil
usahanya. (Orang yang bekerja keras memperoleh rizki cukup, yang giat belajar
mendapatkan ilmu).
2.
![]() |
Kehidupan akhirat. Di sini orang tidak lagi berusaha akan tetapi hanya memetik hasil usahanya di dunia. Wujud dan corak kehidupan akhirat seseorang bergantung kepada amalnya di dunia.
Dan berhati-hatilah kepada hari Kiamat, yang seorang tidak dapat membela
orang lain sedikitpun, dan tidak diterima syafa’at dan tebusan darinya, dan
tidaklah mereka akan ditolong. (S. Al-Baqarah : 48).
Manusia lahir di dunia sebagai individu,
tetapi begitu berada di dunia, dia hidup dalam lingkungan alam dan sosial yang
memberi pengaruh kepadanya. Sebagai individu, orang punya kebebasan penuh,
tetapi karena berada di dalam lingkungan, kebebasannya itu dibatasi oleh
unsur-unsur yang berada dalam lingkungannya itu.
Allah
mengatur alam semesta dengan sejumlah tatanan dan aturan, yang menjadikan
unsur-unsur alam berinteraksi satu terhadap yang lain secara harmonis. Aturan
Allah untuk alam semesta itu disebut Taqdir atau Sunnatullah.

Dan Allah
mencipta segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapih-rapihnya
– (S. Al-Furqon:2)
![]() |
Dan matahari berjalan di tempat peredarannya, Demikianlah taqdir yang Mahaperkasa lagi Mahamengetahui – (S. Yasin: 38).
Hukum-hukum
Allah itu tetap dan teratur, meliputi semua makhlukNya, termasuk manusia.

Sunnatullah
itu telah berlaku sejak dahulu dan kamu tidak akan menjumpai perubahan dalam
sunnatullah itu sedikitpun. (S. Al-Fath 48:23).
Maka manusia
tidak bisa membebaskan diri dari aturan-aturan Allah tersebut (tunduk kepada
hukum gravitasi, pemuaian, penguapan, dan sebagainya). à kebebasan pribadi harus diletakkan dalam konteks keterikatan kepada
Taqdir.
Manusia perlu
mempelajari dan dapat mengetahui taqdir-taqdir Allah yang ada di alam à pengetahuan manusia tentang hal-hal itu dihimpun dan disestematisasikan
à ilmu. Jadi ilmu (science) adalah pemahaman manusia
terhadap taqdir Allah / Sunnatullah. Ilmu kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi
keperluan-keperluan manusia (teknologi). Ilmu bukan sekedar the body of
knowledge, tetapi mencakup the way of thinking. Mestinya orang
memahami bukan saja obyek yang dipelajari tetapi juga hubungan antara obyek
dengan Pencipta dan Pengaurnya, Allah Swt. Orang yang demikian disebut Ulul
Albab

Ulul Albab
adalah orang-orang yang senantiasa mengingat Allah pada waku berdiri, duduk,
atau berbaring. Dan selalu memkirkan ciptaan-ciptaan Allah di langit dan di
bumi sampai hatinya berkata: “Wahai Tuhan kami, tidak Engkau jadikan segala
sesuatu ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Maka jauhkanlah kami dari pikiran-pikiran
sesat yang membawa kami ke dalam siksa neraka. (S Ali ‘Imran: 191).
Manfaat ilmu
bagi Ulul Albab:
·
Memenuhi kebutuhan manusiawi untuk tahu apa yang dapat diketahui dengan
indera dan akalnya.
·
Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan, lahir dan batin.
·
Memantapkan keyakinan kepada Allah, Pencipta dan Pengatur segala
sesuatu.
Tidak semua
taqdir Allah dapat dipahami manusia ß Ilmu manusia hanya sedikit sekali.

Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya
(dituliskan)
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (S. Luqman:
27).
Pengetahuan
manusia atas taqdir Allah itu sedikit. Bagaimana sikap manusia terhadap Taqdir?
Tidak boleh menyerah begitu saja ß penyerahan meniadakan kebebasan. Maka orang harus
terus menerus ikhtiar à memanfaatkan taqdir-taqdir Allah untuk menghasilkan
yang terbaik bagi dirinya. (memanfaatkan taqdir yang berupa gaya gravitasi
justru untuk meninggalkan bumi, memanfaatkan friksi antara dua benda untuk
dapat bergerak lebih mudah, dsb).
Ikhtiar
tidak selalu berhasil ß tidak semua taqdir diketahui manusia. Maka ikhtiar
harus disertai dengan Tawakkal.
Yang
menentukan segala sesuatu adalah Allah à orang harus berdo’a. Maka ikhtiar, tawakkal dan do’a merupakan kesatuan
perbuatan yang harus dilakukan serentak dan bersama-sama.
No comments:
Post a Comment