BAB IV : KETUHANAN
YANG MAHAESA
DAN KEMANUSIAAN
Keyakinan kepada Tuhan yang Mahaesa (Tauhid) yaitu Allah
swt mengandung konsekuensi :
·
Mengabdi kepada Allah dan mematuhi
ketetapan Allah.
·
Menggantungkan pertolongan dan
harapan hanya kepada Allah, Tuhan yang Mahaesa.

(al-Fatihah : 5).
Karena keyakinan tauhid itu didasarkan
kepada kesadaran fitrahnya, dan ditopang oleh telaah akal pikiran dan
pengalaman perasaannya à ketundukan, kepatuhan dan
keterikatan kepada Tuhan yang Mahaesa itu tidak karena terpaksa dan tidak
karena kebodohan atau ketakpedulian, tetapi dilakukan secara sukarela.
Sikap yang demikian itu disebut Islam dan
pelakunya dinamai Muslim. Dr. Hobohm menyatakan: “Islam is submission to the Will of God with love and joy – Islam
adalah tunduk patuh kepada Kehendak Tuhan dengan cinta dan gairah”.
Makhluk alami selain manusia, yaitu benda
mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan juga tunduk dan patuh kepada Tuhan yang Mahaesa
:
·
Air selalu mengalir dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah ß karena terikat kepada gaya
gravitasi bumi yang merupakan salah satu hukum Allah untuk alam.
·
Angin senantiasa bergerak dari
kawasan yang rapat udara ke yang kurang rapat ß karena
sifat udara itu mengisi semua ruangan di bumi; sifat inipun merupakan hukum
Allah untuk alam.
·
Akar pepohonan menyeruak tanah
mencari makanan, daun-daunan yang berwarna hijau bekerja sama dengan cahaya
matahari memproses udara kotor menjadi udara bersih. ß
ketentuan Allah untuk mengconservasi alam.
·
Berbagai jenis hewan lahir, tumbuh,
beranak ß Allah menghendaki keberadaan
populasi hewan di bumi.
Akan tetapi ketaatan air, angin, pepohonan
dan hewan itu tanpa kesadaran à taat tanpa cinta dan taat tanpa
gairah.
Jasmani manusiapun senantiasa patuh kepada
ketentuan Tuhan yang berlaku untuk alam, tetapi ketaatan tubuh itupun tanpa
kesadaran.
·
Darah dipompa oleh jantung yang
terus berdenyut à mengalir ke seluruh tubuh kemudian
kembali ke jantung.
·
Rambut dan kuku tumbuh memanjang,
mata melihat benda yang disinari cahaya, telinga mendengar suara, dst.
Ruhani manusia memiliki kemerdekaan untuk
memilih apakah patuh atau ingkar kepada Allah.
à Orang yang ruhaninya menyertai
jasmaninya untuk tunduk dan patuh kepada Allah adalah Muslim.
à Orang yang ruhaninya bertentangan
dengan jasmaninya karena memilih tidak taat kepada Allah adalah Kafir.
![]() |
Allah tidak memaksakan kebenaran kepada manusia tetapi menawarkan kebenaran tersebut. Selanjutnya terserah kepada masing-masing orang untuk memilih secara bebas, apakah taat atau ingkar. Kepada RasulNya Allah menyatakan:
“Katakanlah: kebenaran itu dari Tuhanmu.
Maka barangsiapa mau silakan beriman dan barangsiapa mau silakan kufur”.
(al-Kahfi : 29).
Maka menjadi Muslim adalah sebuah pilihan
bebas à dengan memilih tunduk kepada Allah,
orang melepaskan diri dari ketundukan dan ketergantungan kepada segala sesuatu
yang lain, yang pada hakekatnya adalah makhluk Allah.
Lawan dari sikap tauhid adalah syirik
(menyekutukan Allah, menganggap ada kekuasaan atau kekuatan yang setara dengan
Allah). Pelakunya disebut musyrik. Sikap syrik berarti
menghambakan diri secara tidak benar à menghancurkan kemerdekaan dan
kemanusiaan. Maka syirik adalah kejahatan yang terbesar.

(Surat Luqman : 13).
Para ulama menyimpulkan bahwa ada:
·
Syirik Akbar
à
menyembah segala sesuatu selain Allah.
·
Syirik Asghor
– syirik kecil à riya (suka dipuji, disanjung).
·
Syirik Khafi – syirik samar-samar (menggantungkan diri kepada harta,
pangkat, kedudukan, ilmu pengetahuan)
Berdasarkan kenyataan bahwa:
·
Sikap Tauhid menghasilkan
kemerdekaan.
·
Kemerdekaan adalah hakekat
kemanusiaan.
à Kemanusiaan (yang sejati)
dihasilkan oleh sikap Tauhid, dan kemanusiaan yang tidak didasarkan tauhid
adalah tidak sejati.
Kemanusiaan yang berintikan kemerdekaan itu
milik setiap orang à masyarakat harus mengusahakan tegaknya
kemanusiaan dan mencegah hancurnya kemanusiaan.
Ciri-ciri kemanusiaan antara lain:
1. Musawah
– persamaan derajat, hak dan kewajiban.
·
Setiap orang adalah makhluk Allah à
mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah, memperoleh hak hidup dan penghidupan,
menyandang kewajiban yang sama untuk beribadah kepada Allah.
![]() |
(al-Hujurat: 13).
à tidak ada kemuliaan yang diperoleh
dengan sendirinya. (karena suku, bangsa, keturunan, kekayaan). Kemuliaan
didapatkan karena usahanya untuk bertakwa kepada Allah.
·
Al-Quran mengecam orang-orang yang
menganggap dirinya lebih dari orang lain, seperti Fir’aun (karena kekuasaannya)
dan Qarun (karena hartanya).
2. Ukhuwah
(Persaudaraan).
·
Manusia disebut sebagai Bani Adam
(keturunan Adam) à bersaudara, senasib dan sepenanggungan.
Rasulullah saw menyatakan: Antum Banuu
Adama wa Aadamu min turaab – kamu semua adalah keturunan Adam dan Adam itu
dari tanah.
·
Persaudaraan yang murni, didasarkan
kepada kasih sayang à silaturahim merupakan pondasi
ukhuwah. Rasulullah bersabda: “Irhamuu
ahlal ardhi yarhamkum man fis samaa-i – sayangilah penduduk bumi, niscaya
Yang di langit akan menyayangimu”.
·
Persaudaraan yang kokoh itu
dilandasi oleh kesamaan iman à kesatuan tujuan hidup, kesamaan
nilai dan cara dalam menjalani kehidupan. Rasulullah menyatakan: “Al-mu’minu lil mu’mini kal bunyaani yasyuddu
ba’dhuhu ba’dha – orang mu’min terhadap mu’min lain bagaikan sebuah
bangunan, yang bagian-bagiannya saling menguatkan”.
3. Ta’awun
– Kerja sama / gotong royong.
·
![]() |
Setiap orang mempunyai kelebihan, tetapi juga kekurangan dan keterbatasan à tidak ada siapapun yang dapat mencukupi kebutuhannya sendiri ß kebutuhan hidup manusia itu tidak berbatas. à manusia harus bekerja sama untuk saling memberi dan saling menerima. Kerja sama ditujukan untuk kebaikan. Al-Maidah ayat 2 :
·
Termasuk bekerja sama adalah :
saling memberi nasihat, saling mengingatkan, dan saling mencegah berbuat buruk
Rasulullah saw
menyatakan: “Tolonglah saudaramu, yang didhalimi dan yang dhzalim”. Sahabat
bertanya: “Bagaimana menolong orang yang dhzalim?” “Dengan menahan tangannya
(dari melakukan kedhzaliman)”.
4. Musyawarah
Salah satu bentuk
kerjasama di antara manusia adalah dalam memutuskan apa yang baik dilakukan di
dalam memenuhi kepentingan bersama. Masing-masing orang di dalam masyarakat
merdeka untuk mempunyai aspirasi, ide, rencana. Gagasan-gagasan itu tidak
selalu sama à dilakukan musyawarah untuk
memperoleh yang terbaik dan memberi kepuasan optimal kepada semua pihak.
·
Musyawarah hanya berkenaan dengan
hal-hal yang belum ditetapkan secara qath’i
(tegas) oleh Allah à musyawarah dilakukan untuk
menafsirkan atau menjabarkan ketetapan Allah.
·
Musyawarah harus didasari oleh sikap
Tasamuh (toleran) terhadap pendapat
orang-orang lain.
5. Musabaqoh
fil Khairat (Berlomba dalam kebaikan).
Setiap orang
mempunyai potensi yang khas. Potensi insani perlu dikembangkan, tetapi harus
didasari dengan ukhuwah. Jangan sampai pengembangan potensi individu
menghancurkan kebersamaan. Maka yang harus dilakukan bukan bersaing tetapi
berlomba (Musabaqoh), dan perlombaan itu harus ditujukan untuk kebaikan (fil
khairat).
Bersaing
mengandung konotasi menjatuhkan lawan – berlomba adalah mengembangkan potensi
individu dengan niat saling menguntungkan.
No comments:
Post a Comment