Sunday, 15 February 2015

NDP BAB IV



 BAB IV : KETUHANAN YANG MAHAESA
DAN KEMANUSIAAN


Keyakinan kepada Tuhan yang Mahaesa (Tauhid) yaitu Allah swt mengandung konsekuensi :
·        Mengabdi kepada Allah dan mematuhi ketetapan Allah.
·        Menggantungkan pertolongan dan harapan hanya kepada Allah, Tuhan yang Mahaesa.

(al-Fatihah : 5).

Karena keyakinan tauhid itu didasarkan kepada kesadaran fitrahnya, dan ditopang oleh telaah akal pikiran dan pengalaman perasaannya à ketundukan, kepatuhan dan keterikatan kepada Tuhan yang Mahaesa itu tidak karena terpaksa dan tidak karena kebodohan atau ketakpedulian, tetapi dilakukan secara sukarela.

Sikap yang demikian itu disebut Islam dan pelakunya dinamai Muslim. Dr. Hobohm menyatakan: “Islam is submission to the Will of God with love and joy – Islam adalah tunduk patuh kepada Kehendak Tuhan dengan cinta dan gairah”.

Makhluk alami selain manusia, yaitu benda mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan juga tunduk dan patuh kepada Tuhan yang Mahaesa :
·        Air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah ß karena terikat kepada gaya gravitasi bumi yang merupakan salah satu hukum Allah untuk alam.
·        Angin senantiasa bergerak dari kawasan yang rapat udara ke yang kurang rapat ß karena sifat udara itu mengisi semua ruangan di bumi; sifat inipun merupakan hukum Allah untuk alam.
·        Akar pepohonan menyeruak tanah mencari makanan, daun-daunan yang berwarna hijau bekerja sama dengan cahaya matahari memproses udara kotor menjadi udara bersih. ß ketentuan Allah untuk mengconservasi alam.
·        Berbagai jenis hewan lahir, tumbuh, beranak ß Allah menghendaki keberadaan populasi hewan di bumi.

Akan tetapi ketaatan air, angin, pepohonan dan hewan itu tanpa kesadaran à taat tanpa cinta dan taat tanpa gairah.

Jasmani manusiapun senantiasa patuh kepada ketentuan Tuhan yang berlaku untuk alam, tetapi ketaatan tubuh itupun tanpa kesadaran.
·        Darah dipompa oleh jantung yang terus berdenyut à mengalir ke seluruh tubuh kemudian kembali ke jantung.
·        Rambut dan kuku tumbuh memanjang, mata melihat benda yang disinari cahaya, telinga mendengar suara, dst.

Ruhani manusia memiliki kemerdekaan untuk memilih apakah patuh atau ingkar kepada Allah.
à Orang yang ruhaninya menyertai jasmaninya untuk tunduk dan patuh kepada Allah adalah Muslim.
à Orang yang ruhaninya bertentangan dengan jasmaninya karena memilih tidak taat kepada Allah adalah Kafir.




Allah tidak memaksakan kebenaran kepada manusia tetapi menawarkan kebenaran tersebut. Selanjutnya terserah kepada masing-masing orang untuk memilih secara bebas, apakah taat atau ingkar. Kepada RasulNya Allah menyatakan:
“Katakanlah: kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka barangsiapa mau silakan beriman dan barangsiapa mau silakan kufur”.
(al-Kahfi : 29).
Maka menjadi Muslim adalah sebuah pilihan bebas à dengan memilih tunduk kepada Allah, orang melepaskan diri dari ketundukan dan ketergantungan kepada segala sesuatu yang lain, yang pada hakekatnya adalah makhluk Allah.

Lawan dari sikap tauhid adalah syirik (menyekutukan Allah, menganggap ada kekuasaan atau kekuatan yang setara dengan Allah). Pelakunya disebut musyrik. Sikap syrik berarti menghambakan diri secara tidak benar à menghancurkan kemerdekaan dan kemanusiaan. Maka syirik adalah kejahatan yang terbesar.

(Surat Luqman : 13).

Para ulama menyimpulkan bahwa ada:
·        Syirik Akbar à menyembah segala sesuatu selain Allah.
·        Syirik Asghor – syirik kecil à riya (suka dipuji, disanjung).
·        Syirik Khafi – syirik samar-samar (menggantungkan diri kepada harta, pangkat, kedudukan, ilmu pengetahuan)

Berdasarkan kenyataan bahwa:
·        Sikap Tauhid menghasilkan kemerdekaan.
·        Kemerdekaan adalah hakekat kemanusiaan.
à Kemanusiaan (yang sejati) dihasilkan oleh sikap Tauhid, dan kemanusiaan yang tidak didasarkan tauhid adalah tidak sejati.

Kemanusiaan yang berintikan kemerdekaan itu milik setiap orang à masyarakat harus mengusahakan tegaknya kemanusiaan dan mencegah hancurnya kemanusiaan.


Ciri-ciri kemanusiaan antara lain:
1.     Musawah – persamaan derajat, hak dan kewajiban.

·        Setiap orang adalah makhluk Allah à mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah, memperoleh hak hidup dan penghidupan, menyandang kewajiban yang sama untuk beribadah kepada Allah.



(al-Hujurat: 13).

à tidak ada kemuliaan yang diperoleh dengan sendirinya. (karena suku, bangsa, keturunan, kekayaan). Kemuliaan didapatkan karena usahanya untuk bertakwa kepada Allah.

·        Al-Quran mengecam orang-orang yang menganggap dirinya lebih dari orang lain, seperti Fir’aun (karena kekuasaannya) dan Qarun (karena hartanya).

2.     Ukhuwah (Persaudaraan).

·        Manusia disebut sebagai Bani Adam (keturunan Adam) à bersaudara, senasib dan sepenanggungan. Rasulullah saw menyatakan: Antum Banuu Adama wa Aadamu min turaab – kamu semua adalah keturunan Adam dan Adam itu dari tanah.

·        Persaudaraan yang murni, didasarkan kepada kasih sayang à silaturahim merupakan pondasi ukhuwah. Rasulullah bersabda: “Irhamuu ahlal ardhi yarhamkum man fis samaa-i – sayangilah penduduk bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu”.

·        Persaudaraan yang kokoh itu dilandasi oleh kesamaan iman à kesatuan tujuan hidup, kesamaan nilai dan cara dalam menjalani kehidupan. Rasulullah menyatakan: “Al-mu’minu lil mu’mini kal bunyaani yasyuddu ba’dhuhu ba’dha – orang mu’min terhadap mu’min lain bagaikan sebuah bangunan, yang bagian-bagiannya saling menguatkan”.

3.     Ta’awun – Kerja sama / gotong royong.

·       



Setiap orang mempunyai kelebihan, tetapi juga kekurangan dan keterbatasan à tidak ada siapapun yang dapat mencukupi kebutuhannya sendiri ß kebutuhan hidup manusia itu tidak berbatas. à manusia harus bekerja sama untuk saling memberi dan saling menerima. Kerja sama ditujukan untuk kebaikan. Al-Maidah ayat 2 :

·        Termasuk bekerja sama adalah : saling memberi nasihat, saling mengingatkan, dan saling mencegah berbuat buruk
Rasulullah saw menyatakan: “Tolonglah saudaramu, yang didhalimi dan yang dhzalim”. Sahabat bertanya: “Bagaimana menolong orang yang dhzalim?” “Dengan menahan tangannya (dari melakukan kedhzaliman)”.

4.     Musyawarah

Salah satu bentuk kerjasama di antara manusia adalah dalam memutuskan apa yang baik dilakukan di dalam memenuhi kepentingan bersama. Masing-masing orang di dalam masyarakat merdeka untuk mempunyai aspirasi, ide, rencana. Gagasan-gagasan itu tidak selalu sama à dilakukan musyawarah untuk memperoleh yang terbaik dan memberi kepuasan optimal kepada semua pihak.

·        Musyawarah hanya berkenaan dengan hal-hal yang belum ditetapkan secara qath’i (tegas) oleh Allah à musyawarah dilakukan untuk menafsirkan atau menjabarkan ketetapan Allah.
·        Musyawarah harus didasari oleh sikap Tasamuh (toleran) terhadap pendapat orang-orang lain.

5.     Musabaqoh fil Khairat (Berlomba dalam kebaikan).

Setiap orang mempunyai potensi yang khas. Potensi insani perlu dikembangkan, tetapi harus didasari dengan ukhuwah. Jangan sampai pengembangan potensi individu menghancurkan kebersamaan. Maka yang harus dilakukan bukan bersaing tetapi berlomba (Musabaqoh), dan perlombaan itu harus ditujukan untuk kebaikan (fil khairat).
Bersaing mengandung konotasi menjatuhkan lawan – berlomba adalah mengembangkan potensi individu dengan niat saling menguntungkan.

No comments: