Sunday, 15 February 2015

KETETAPAN MUSYAWARAH NASIONAL KORPS HMI-WATI XX HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

PLATFORM GERAKAN PEREMPUAN HMI

PENDAHULUAN
Berbicara tentang platform adalah berbicara tentang landasan umum suatu komunitas yang memiliki basis masyarakat dengan banyak agenda. Disamping platform juga berbicara tentang suatu paradigma, yaitu sudut pandang mengenai hendak kemana suatu masyarakat dibawa.
Paradigma dianggap penting bagi suatu gerakan atau organisasi, karena paradigma yang inklusif bisa mempengaruhi aspek gerak maupun aspek pemikiran para pelaku pergerakan. Pilihan terhadap suatu paradigma bisa dilakukan melalui pendekatan ideologis, historis, sosiologis dan konsep hidup yang dimiliki suatu organisasi atau pergerakan.
Akhir-akhir ini masalah keperempuanan kembali menjadi isu sentral dan diskursus yang secara intens dibicarakan. Terbukti dengan banyaknya bermunculan pergerakan-pergerakan dan pembelaan/aksi-aksi yang jelas terhadap berbagai kasus tindak kekerasan yang dialami kaum perempuan, meskipun gerakan itu terkesan agak dinamis dan fluktuatif. Masalahnya adalah komitmen terhadap gerakan itu sendiri seringkali tidak seimbang dengan kemajuan perkembangan zaman.
Kondisi global menggambarkan adanya kesenjangan dan diskriminasi terhadap hak-hak perempuan. Akibatnya kaum perempuan terdistorsi dalam konteks peran dan fungsinya sebagai putri, istri, ibu dan anggota masyarakat. Kurang ditelaah secara komprehensif, perempuan sebagai individu yang memiliki berbagai bentuk hubungan (relasi) dengan individu lainnya, dengan kumpulan individu (masyarakat), maupun sebuah komitmen publik bernama negara. Pola relasi atau hubungan antara perempuan dan dunia sekitarnya, akan menimbulkan serangkaian problem kemanusiaan yang harus dicarikan pemecahannya, dan mau tidak mau pemecahan masalah tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara lelaki dan perempuan sebagai manusia, terlebih kaum perempuan sendiri yang harus menjadi subyek dalam proses pencarian dan pembuktian jati diri kemanusiaannya.
KOHATI sebagai bagian intergral dari HMI yang mempunyai peran strategis untuk merespon problem kemasyarakatan, salah satu problem kemasyarakatan itu adalah problem sosial bernama ketidakadilan yang banyak menimpa kaum perempuan karena ketimpangan pola relasi antar individu di dalam masyarakat. Dengan demikian persoalan keperempuanan yang merupakan masalah sosial, harus mendapatkan perhatian serius dari HMI untuk merealisasikan cita-citanya “Mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.
Dalam upaya menjawab tantangan itu, KOHATI membentuk dasar kebijakan yang terformulasi secara integral dan komprehensif, sehingga gerakan yang dilakukan dapat mengenai sasaran yang tepat.
Arahan yang jelas dalam pergerakan perempuan itu adalah pengentalan ideologi gerakan perempuan (hegemoni ideologi) sebagai salah satu cara mewujudkan masyarakat adil, demokratis, egaliter dan beradab sebagai prototipe masyarakat madani (civil society). Konsekuensinya, kaum perempuan dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan yang mendukung, artinya kaum perempuan harus memiliki keseimbangan dalam kemandirian intelektual serta ketegasan dalam bersikap dengan landasan berpijak yang jelas. Beberapa pemaparan di bawah ini merupakan sistematisasi yang dibuat oleh KOHATI dalam memainkan peran strategisnya pada pergerakan perempuan dengan tetap berpijak pada spirit nilai Islam yang terformulasi pada misi HMI.

TUJUAN/MISI GERAKAN
Terbinanya muslimah berkualitas insan cita.

TARGET
Meningkatkan respon dan partisipasi yang proaktif dalam merespon permasalahan perempuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya menuju terciptanya masyarakat adil makmur.

a.        HMI-Wati dan HMI-Wan.
b.       Komunitas intelektual/agamawan.
c.        Masyarakat umum.
a.        Penentu Kebijakan

ISU UTAMA/MAIN ISSUE
Isu utama (Main Issue) yang hendak ditawarkan sebagai wacana gerakan perempuan HMI (GP HMI) adalah :
1.                                                                                                                                                           Ke-Islaman.
2.                                                                                                                                                           Kesejahteraan.
3.                                                                                                                                                           Pemberdayaan/Empowerment.
4.                                                                                                                                                           Egalitarianisme dan demokrasi kebangsaan
5.                                                                                                                                                           Etika/moralitas masyarakat (public morality).
Dengan turunan wacana dan spesifikasi gerak sebagai berikut:

1.       KE-ISLAMAN
a.        Meretas pemahaman agama yang misoginis terhadap perempuan.  Terdapat banyak ayat-ayat, sunnah rasul, yang menjadi pemahaman misoginis dalam masyarakat. Perlunya mengkaji ulang fiqih perempuan yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi umat saat ini.
b.       Adanya gerakan pemahaman keperempuanan yang mengatasnamakan Islam namun justru keluarjalur Al-Quran sebagai hukum Islam. Gerakan ini harus disikapi oleh KOHATI sebagai organisasi mahasiswa yang bertanggung jawab sebagai insan intelektual untuk mengabdi ke masyarakat untuk menghadang pemahaman-pemahaman yang merusak umat Islam.

  1. KESEJAHTERAAN
Pembuatan kegiatan yang bernilai produktif. Untuk meminimalisir budaya ketergantungan terhadap alumni, perlu kiranya Gerakan Perempuan HMI membangun kerjasama positif dengan institusi atau personel terkait. Selain dengan tujuan mengupayakan kemandirian organisasi, hal ini juga berimplikasi positif perempuan di bidang politik. Membangun partisipasi  pada kemandirian individu anggota di bidang ekonomi (income generating).

3.      PEMBERDAYAAN (EMPOWERMENT)
a.        Pemberdayaan perempuan dalam menghapuskannya dari ketergantungan psikis, ekonomis maupun politis.
b.       Pemberdayaan politik dan meningkatkan posisi tawar (burgaining posititon) perempuan dalam politik, baik aktif maupun pasif.
c.        Memberdayakan perempuan untuk mampu mengadvokasi terhadap pelanggaran hak asasi perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya.
d.       Meningkatkan kesejahteraan perempuan melalui program lifeskill.

4.   EGALITARIANISME DAN DEMOKRASI
a.              Pressure secara aktif terhadap produk hukum yang diskriminatif terhadap perempuan.
b.             Mendobrak tirani budaya diskriminatif pendidikan bagi perempuan, baik formal maupun non-formal.
c.              Merekonstruksi ajaran teologis yang adosentris (terpusat pada penafsiran yang dibuat ulama laki-laki dan cenderung bias kepentingan laki-laki).
d.             Akselerasi gerakan perempuan dalam menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme.





5.      ETIKA / MORALITAS MASYARAKAT (PUBLIC MORALITY)
a.        Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi aktif perempuan dalam proses politik dan ketatanegaraan.
b.       Penempatan strategi religius dalam penanganan penyakit sosial di masyarakat.
c.        Menumbuhkan jiwa kompetisi bagi perempuan secara profesional dengan tetap memegang asas meritokrasi (kesamaan memperoleh kesempatan).

Karena konsep yang matang tanpa metode yang efektif dan efisien menjadi tidak ada artinya, maka platform gerakan perempuan HMI ini dibuat sampai pada gambaran operasionalnya.







LANDASAN GERAKAN

1. LANDASAN FILOSOFIS
Perempuan berasal dari kata per-empu-an ”ahli/mampu”, jadi perempuan merupakan seorang yang mampu melakukan sesuatu. Wanita berasal  dari kata berbahasa Jawa ”wani ditata” yang artinya ”orang yang bisa diatur”. Selain itu, dalam bahasa sanskerta kata wanita berasal dari kata ”wan” dan ”ita” yang berarti ”yang dinafsui”.
Kata perempuan lebih dipilih untuk digunakan karena mengandung konotasi yang lebih positif (amelioratif). Sedangkan kata wanita cenderung tidak digunakan disisni karena cenderung beronotasi negatif (pejoratif) dan lebih diposisikan sebagai objek.
Gender yaitu perbedaan yang dilekatkan pada perempuan dan laki-lalki yang berkaitan dengan soal sifat, nilai maupun norma yang merupakan konstruksi sosial (bentukan masyarakat), bisa berubah, berbeda bentuk dan jenisnya dari ruang dan waktu, bisa dipertukarkan. Kodrat adalah sesuatu yang diberikan kepada manusia sebagai pemberian dari Tuhan, bersifat alami dan lebih menyangkut soal kenyataan fisik dan tidak dapat dipertukarkan. Seperti laki-laki punya penis, jakun testis dan sperma serta serta berpotensi untuk membuahi lawan jenisnya, atau perempuan punya vagina, payudara, kelenjar menyusui dan rahim serta dapat mengalami menstruasi, hamil. Melahirkan dan menyusui.  Kodrat ini tidak mungkin diubah dan dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki. Walaupun dapat diubah dan dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki, maka tidak dapat berfngsi dan menjalankan peran fisik seperti yang diberikan oleh Tuhan.

2. LANDASAN TEOLOGIS
  1. Hakikat Penciptaan Manusia
                     i.            Manusia adalah mahluk yang paling dimuliakan oleh Allah swt, (QS 17:70).
”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizqi dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan.”
Ayat ini menegaskan bahwa Allah swt telah memuliakan anak-anak Adam (laki-laki dan perempuan) dan telah memberikan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang lain (QS. At-Tin ; 1-8)
Surat At-Tin ini mengisyaratkan bahwa manusia (laki-laki dan perempuan) adalah mahluk yang paling sempurna baik jasmani maupun rohani. Akan tetapi Allah swt akan Mengembalikan manusia itu kepada mahluk yang paling rendah, jika mereka tidak bertakwa kepada Allah swt.
                    ii.            Penerima perjanjian primordial.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah menerima perjanjian primordial dengan Tuhan sebagaimana disebutkan dalam QS 7:172
                  iii.            Jin dan manusia diciptakan Allah untuk menyembah kepada-Nya.
”dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS: Adz-Dzariyat; 56)
                  iv.            Manusia dicitakan oleh Allah di muka bumi sebagai khalifah-Nya.
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat; Sesungguhnya Aku hendak Menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : mengapa Engkau hendak menciptakan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?. Tuhan berfirman: sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS. 2:30).
Dalam Surat Al-A’raf 165 dijelaskan bahwa kata khalifah tidak menunjuk kepada jenis kelamin atau etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama untuk mempertanggung jawabkan kekhalifahannya di muka bumi, sebagaimana halnya mereka sama-sama harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.
                   v.             Manusia diciptakan dari substansi yang sama untuk berkembang biak dan saling tolong menolong serta menjaga hubungan silaturrahmi.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) Nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu Menjaga dan Mengawasi kamu”. QS. An-Nisa’ : 1
                  vi.            Kesetaraan kedudukan manusia baik perempuan maupun laki-laki sebagai manusia di hadapan Tuhan.
Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu semua berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. 49 : 13). Al-qur’an menegaskan bahwa hamba yang paling ideal adalah hamba yang muttaqun. Untuk mencapai derajat muttaqun tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa  atau kelompok etnis tertentu. Dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah, laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan (QS; 16: 97)    
                vii.            Kesetaraan penilaian terhadap makna kerja (amal saleh) laki-laki dan perempuan.
”Dan barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia orang yang beriman, mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak akan dianiaya walaupun sedikit (QS. An-Nisaa:124)
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah. Allah telah menyediakan buat mereka ampunan dan pahala yang besar. Dan tidaklah patut  bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan rasulnya menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasulnya maka sesungguhnya dia telah sesat dalam kesesatan yang n yata (QS; AL-Ahzab 35-36)
Dan oranng-orang yang beriman laki-laki dan perempuan adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang baik dan menbcegah yang mungkar, mendirikan solat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. Allah menjanikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan mereka mendapatkan surga yang dibawahnya mengalir  sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan mendapat tempat yang bagus di surga adn. Dan keridlaan Allah adalah lebih besar, itu adalah keuntungan yang besar (At-taubah 71-72)         
               viii.            Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi.
Peluang  meraih prestasi maksimun tidak ada perbedaan antatra lalki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus dalam QS; 16:97
”barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”
Ayat ini mengisyaratkan bahwa konsep gender yang ideal dan memberi ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam bidang spiritual, maupun dalam urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli  oleh salah satu jenis kelamin saja. Akan tetapi laki-lalki dan perempuan itu dapat memperoleh kesempatan yang sama meraih prstasi yang optimal.
  1. Isu Regenerasi dan Penjagaan Moralitas
                     i.            Laki-laki dan perempuan secara sunnahtuLlah diciptakan untuk hidup saling berpasangan
”dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia yang menciptakan pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang berpikir” (QS Ar-Rum : 21)
                    ii.            Pembunuhan anak/aborsi merupakan suatu perbuatan yang secara prinsip tidak dikehendaki oleh Allah.
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu lantaran karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizqi kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan leh Allah (membunuhnya) melainkan suatu sebab yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu agar kamu memahaminya.” (QS: Al-An’am : 151)
”Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh” (QS : At-Takwir : 8-9)
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kamiskinan Kamilah yang memberikan rizqi dan juga kepadamu.. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS: Al-Isra’ : 31)
                  iii.            Menguji keimanan dengan perbuatan baik dan penjagaan moralitas akan memberikan keuntungan jangka panjang.
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap pasangan dan hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal ini mereka tiada tercela). (QS. Al-Mu’minun:1-6) 
                  iv.            Manusia memiliki potensi untuk menyucikan jiwa atau mengotorinya.
”dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syam: 7-10)
  1. Nilai Strategis Perempuan dalam Masyarakat
Ungkapan Nabi yang menyatakan bahwa perempuan menempati posisi strategis dalam masyarakat sebagai tiang negara.
Perempuan adalah tiang negara, apabila baik perempuan, baik pula negaranya dan apabila rusak perempuan maka rusak pula negaranya (HR. Bukhari)

3.   LANDASAN HISTORIS
Gerakan perempuan, atau yang lebih populer dikenal masyarakat dengan istilah feiminisme, dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan di tempat kerja dan dalam masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Secara formal, feminisme sebagai sebuah ideologi muncul di Barat pada abad ke-18, namun bukan berarti perspektif feminis (wawasan keperempuanan) tidak pernah muncul di belahan bumi lain.
Munculnya tokoh gerakan perempuan pribumi seperti Kartini, merupakan sebuah kesadaran akan realitas kondisi patriarkis dalam pergeseran menjadi bersifat kolektif sejak kecenderungan yang bersifat massif pada tahun 1920-an yang ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi gerakan perempuan seperti Pikat, Putri Mardika, Aisyiyah dan sebagainya yang menjadi cikal bakal diselenggarakannya Konggres Perempoean I tahun 1928 di Yogyakarta.
Gerakan perempuan tersebut sebenarnya muncul atas dorongan perasaan ketidak-puasan pribadi terhadap hubungan-hubungan yang bersifat patriarki yang didukung oleh undang-undang, sehingga  hal ini menjadi isu politik. Hal ini tercermin dari slogan femins ”yang pengalaman pribadi tentang perlakuan ketidakadilan yang dialami oleh seorang perempuan dalam kehidupan pribadi dan keluarganya dapat juga dialami oleh seorang perempuan lain dalam sistem sosial, budaya, agama dan politik yang sama.
Spirit gerakan perempuan juga muncul pada konteks historis kehadiran Islam. Praktik-praktik penguburan bayi perempuan pada masa Arab jahiliyyah, keberadaan harem-harem milik para penguasa yang mengeksploitasi seksualitas budak-budak perempuan, minimnya pengetahuan perempuan terhahadap berbagai masalah sosial budaya sehari-hari maupun pemahaman keagamaan merupakan realitas ketimpangan gender yang ingin dihapuskan oleh Islam melalui misi kerasulan Muhammad saw. Perintah untuk memberikan hak hidup, jaminan sosial, ekonomi dan keamanan bagi perempuan, perintah  untuk belajar bagi laki-laki dan perempuan muslim sebagai realisasi hak mendapatkan perndidikan yang layak, serta perintah iqra’  yang berarti membaca. Sejarah masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran hidup, merupakan  upaya-upaya nyata Islam untuk menghapuskan ketidak-adilan gender ini.
Berbagai hal tadi mendorong HMI untuk senantiasa berkomitmen pada jati dirinya sebagai ”mahasiswa” dan ”muslim” untuk memainkan peran strategisnya sebagai alat perjuangan umat dan bangsa. Realitas internal kebutuhan kader untuk membina dan menempa diri melalui proses-proses kolektif organisasi dan maraknya tantangan eksternal yang bersifat ideologis ”berseberangan” dengan misi HMI maupun keinginan untuk menjadikan misi tersebut lebih ”membumi” maka diperlukan memanage organisasi secara lebih serius. Upaya HMI untuk bersentuhan langsung pada gerakan perempuan membawa konsekwensi logis. Masuknya HMI ke kancah gerakan perempuan, baik bersifat formal maupun informal. Sebagai langkah taktis untuk masuk ke wilayah perempuan itu, akan lebih efektif bila HMI memiliki kelompok kepentingan (interest group) yang dapat diperhitungkan sebagai bagian langsung landasan gerakan perempuan.
Ada dua alasan utama awal didirikan KOHATI, yaitu;
1.       Secara internal; depertemen keputrian yang ada waktu itu tidak mampu lagi menampung kuantitas para kader HMI-Wati, disamping basic needs anggota tentang berbagai persoalan keperempuanan yang kurang bisa difasilitasi oleh HMI. Departemen keputrian yang hanya berumlah dua orang tidak akan mampu memformulasikan dan mengimplementasikan suatu kegiatan. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung kepentingan mahasiswi Islam, HMI-Wati, diharapkan secara internal, HMI-Wati dapat memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemenuhan kebutuhan organisasi yang muncul dari basic needs anggotanya sendiri, yaitu HMI-Wati.
2.       Secara eksternal, bahwa di masa itu organisasi-organisasi yang ada berbuat semata-mata  hanya sebagai alat revolusi, sehingga dirasakan perlu dibuat organisasi perempuan di tubuh HMI dalam rangka memperluas misi HMI untuk bidang pemberdayaan perempuan untuk melakukan suatu aktivitas organisasi yang menampung basic needs sebagai mahasiswi perempuan yang dirasakan tetap perlu dan tidak akan pernah berakhir.
Atas pertimbangan itulah, pada tanggal 17 September 1966 M bertepatan dengan tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H pada konggres ke VIII di Surakarta, KOHATI didirikan. Terpilih sebagai ketua umum KOHATI pertama pada waktu itu, saudari Anniswati Rochlan (sekarang dikenal sebagai almh. Anniswati M. Kamaluddin).

4.  LANDASAN KONSTITUSIONAL
  1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Mahasiswa Islam (Pasal 15 AD dan Pasal 51, 52, 53, ART HMI)
  2. Pedoman Dasar KOHATI

5.  LANDASAN OPERASIONAL
Dalam lingkup melakukan aktivitas sehari-hari, baik dalam konteks pembinaan kader di lingkup intern HMI maupun dalam konteks perjuangan di lini gerakan perempuan di lingkup ekstern HMI, ada beberapa prinsip-prinsip (kode etik) yang harus dipegang dalam menjalankan aktivitas. Berbagai prinsip atau kode etik tersebut adalah:
  1. Ta’aruf / Pengenalan (Introducing)
Pendekatan ini dimaksudkan agar terjadi suasana saling mengenal dan keakraban diantara sesama anggota dengan pengurus, antara sesama pengurus dalam keseharian aktivitas organisasi maupun antara sesama peserta denga pemandu latihan (Master of Training) maupun para pendidik (instruktur) ketika pelatihan dilangsungkan. Saling mengenal ini adalah upaya membangun kepercayaan (trust building) diantara semua elemen kader, dengan memperkenalkan diri dan berbagai informasi mengenai berbagai latar belakang kader seperti pendidikan, keluarga, sosial budaya, adat istiadat, suku serta lingkungan dimana kader tumbuh dan dibesarkan. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan muncul solidaritas (ukhuwah) diantara sesamanya berdasarkan kecintaan kepada Allah swt.
  1. Tafahum / Saling bersefaham (Mutual Understanding)
Pendekatan ini dimaksudkan agar sesama anggota, antara sesama pengurus dalam keseharian aktivitas organisasi maupun antara sesama peserta denga pemandu latihan (Master of Training) maupun para pendidik (instruktur) ketika pelatihan dilangsungkan, dapat saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing dengan berusaha memulai dari diri sendiri untuk bersikap instrospektif dari kekurangan, kesalahan atau kekhilafan masing-masing, disamping upaya menumbuhkan suasana saling mengingatkan.
  1. Ta’awun / Saling tolong menolong (mutual assistance)
Pendekatan ini dimaksudkan agar sesama anggota, antara sesama pengurus dalam keseharian aktivitas organisasi maupun antara sesama peserta denga pemandu latihan (Master of Training) maupun para pendidik (instruktur) ketika pelatihan dilangsungkan, dapat terjalin sikap saling tolong menolong dalam kebaikan dan kebenaran.
  1. Takaful / Saling berkesinambungan (sustainable)
Pendekatan ini dimaksudkan agar sesama anggota, antara sesama pengurus dalam keseharian aktivitas organisasi maupun antara sesama peserta denga pemandu latihan (Master of Training) maupun para pendidik (instruktur) ketika pelatihan dilangsungkan, agar terjalin kesinambungan rasa dan rasio (intuisi) serta kesamaan ide atau pemikiran ke dalam hubungan yang dialogis harmonis disamping terciptanya suasana yang kondusif.
Untuk mempermudah pelaksanaan konsep mengenai platform gerakan perempuan ini maka disusunlah suatu pelaksanaan aktivitas yang berspesifikasi pada berbagai penyelenggaraan pelatihan maupun berbagai bentuk pembinaan kader yang dibawa dalam rangkaian dokumen tersendiri yang berisi tentang Pola Pembinaan KOHATI.

No comments: